I'm Done, We're Done

76 8 2
                                    



Tidak ada yang berbeda antara hari ini dengan hari-hari sebelumnya di istana Evil. Kemarin setelah perjanjian itu, aku berjalan dengan beberapa penjaga dibelakang dan depanku menuju ke kamarku. Kyle dan teman-temanku meneriaki namaku, meneriaki kebodohanku, memintaku untuk segera membatalkan perjanjian itu. Aku senang memiliki teman-teman yang peduli padaku dan satu-satunya keluargaku, Kenny. Tapi aku tidak bisa lagi mengorbankan mereka demi kami. Setidaknya aku ingin Kenny menjalani hidup dengan normal dengan lindungan teman-temanku disekitarnya. Tidak masalah aku tidak berada diantara mereka. Yang kubutuhkan hanyalah keselamatan Kenny.

Tanganku menyelinap ke bawah bantal tempatku meletakkan kepalaku semalaman kemarin, menangisi segalanya dan aku menemukan benda dingin kecil yang menyentuh kulitku. Kunci. Kunci yang pelayan itu berikan padaku.

Aku menatap kunci itu dengan bertanya-tanya, kunci apa ini atau kunci ruangan mana. Aku menyibakkan selimut putih yang menutupi setengah dari tubuhku kemudian berjalan perlahan mendekati satu-satunya pintu yang dapat kulihat. Pintu yang tidak dapat kutembus dengan anak panahku. Aku melirik kearah slot kunci di pintu didepanku lalu melirik kearah mata kunci yang berada di tanganku, memperhatikan lekukan bentuknya.

Dengan perlahan aku memasukan kunci tersebut kedalam slotnya. Pas. Kemudian dengan perlahan aku memutarnya, berusaha untuk tidak membuat suara sedikitpun, aku tidak mau para penjaga diluar sana mendnegarnya dan menghampiriku dan kemudian mungkin saja mereka membunuhku. Mungkin.

Pintu didepanku terbuka. Benar-benar terbuka. Pelayan itu memberikanku kunci satu-satunya pintu yang ada diruangan ini. Aku membukanya dengan perlahan, sangat perlahan. Aku mengintip sedikit dan hanya menemuka tiga penjaga di sepanjang lorong menuju kamarku. Kurasa tidak terlalu sulit untuk membunuh mereka jika aku mau keluar dari tempat ini, menyelamatkan Kenny dan teman-temanku.

Aku menutup kembali pintu tersebut dan kembali keranjang. Duduk dan berpikir keras. Apa langkah selanjutnya yang akan aku ambil jika aku berhasil keluar. Bahkan aku tidak tahu dimana kamar tempat mereka menempatkan Kenny. Aku tidak mungkin putus asa, pelayan itu telah memberikanku jalan, tidak seharusnya aku menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Seketika aku tersentak dengan pemikiranku sendiri. Aku teringat akan kemampuanku sebagai Air Archer. Aku memiliki kemampuan seperti para pemburu. Pendengaran dan penciuman yang cukup baik. Mungkin aku bisa mengendus aroma tubuh Kenny didalam otakku, mengingat-ingat bagaimana aroma tubuh adik kecilku itu. Aromanya seperti bayi. Nyaris seperti bayi. Aku memejamkan mataku dan menautkan jari-jariku. Berdiam, berpikir, dan menguatkan tekadku untuk kabur dari tempat ini. Setidaknya menyelamatkan orang-orang terpenting dalam hidupku.

Aku berjalan dengan perlahan menuju pintu dan membukanya secara dengan sangat amat perlahan, dengan busur di genggaman tangan kiriku. Aku menggenggamnya dengan sangat erat hingga buku-buku jariku terasa sakit. Ketika celah di pintu membuatku dapat mengendus segalanya yang berada diluar ruanganku, aku mengendus sedalam-dalamnya, berharap aku dapat menemukan aroma bayi diantara aroma-aroma lain yang menusuk hidungku. Bau tak sedap maupun sedap menyatu dan menyelubungi penciumanku.

Aku bahkan tak lagi bisa membedakan mana bau yang sedap dan yang tidak sedap di tempat ini. Sekelebat aku mencium aroma tubuh adik kecilku ini, bercampur dengan bau anyir darah. Hatiku mendadak berhenti berdetak selama beberapa detik. Aroma anyir darah, dan aroma tubuh adikku. Hatiku rasanya sangat sakit entah kenapa, aku bahkan belum melihat keadaan adikku, tapi hatiku sudah terasa sakit.

Aku melangkahkan kakiku yang tanpa alas diatas lantai marmer koridor, dua penjaga yang berada di lorong depanku segera menatapku dalam diam selama beberapa detik bersamaan dengan membekunya diriku didepan pintu, dengan tangan kananku berada dibelakang tubuhku, berusaha membuat anak panah dari udara di sekitarku, sedangkan tangan kiriku tetap berada di depan tubuhku, agar aku dapat dengan mudah bersiaga membentuk busur jika para penjaga itu tetap menyerangku.

The StebuklasWhere stories live. Discover now