Mau ngambek, tapi bukan siapa-siapa

46 14 0
                                    

Rasanya Caramel pengen ngambek ke Renjun, tapi dia sadar kalau dirinya cuma temannya Renjun. Caramel sadar diri. Gadis itu sudah menunggu hampir selama satu jam di dekat motor Snoopy milik laki-laki itu. Renjun juga tak kunjung datang, membuat kekesalannya memuncak. Caramel tuh lagi capek, pusing, lapar, pengen pulang. Tapi, yang di tungguin gak datang-datang juga. Tadinya Caramel mau telpon Haidar, tapi laki-laki itu ada kelas sore. Ya gak mungkin bolak-balik, Caramel masih punya hati.

“Awas aja lo Renjuandra, kalau datang, gue gebuk lo.” Caramel menendang ban motor milik Renjun dengan perasaan kesal.

“Caramel!”

Caramel membalikkan badannya dan mendapati Renjun yang berlari ke arahnya dengan tangan yang menenteng plastik berlogo boba. Caramel mengernyitkan keningnya. Setau dia, Renjun gak bakalan mau beli minuman kaya gitu. Katanya, mending buat beli ayam bakar sama es teh manis di dekat rumahnya. Tapi sekarang, Renjun beli minuman itu?

“Aduh, sorry, ya. Tadi gue ngantri beli ini dulu,” kata Renjun lalu mengangkat plastik yang dia bawa.

“Lo gak tau apa, gue udah nunggu satu jam di sini. Dan lo– baru datang?” Caramel berkacak pinggang, “terus tumben amat lo beli boba?” tanyanya.

Renjun mengusap tengkuknya, “aelah, sorry deh udah bikin lo nunggu lama. Habisnya tadi antriannya panjang, gua kira gak bakal lama. Ini, buat Bunda gue. Tadi beliau nitip,” katanya.

Caramel melongo. Ternyata ibu-ibu juga demen minum boba. Bundanya aja gak suka boba, katanya bentuknya mirip tai kambing. Padahal kan beda ....

“Gue tuh pengen ngambek sama lo–” Caramel menggantung kalimatnya, “tapi gue bukan siapa-siapa.” Caramel melanjutkan perkataannya dengan suara kecil.

Renjun berdehem, “ini jadi pulang?”

Caramel merotasikan bola matanya, “ya jadi, lah! Masa gue nginep di sini?! Buruan!”

Renjun terkekeh. Dia mengambil helm yang biasa di pakai oleh Caramel, lalu memberikannya ke gadis itu. Setelah itu mereka berdua meninggalkan area kampus. Di perjalanan mereka hanya diam saja. Caramel yang sudah merasa  bete, dan Renjun yang enggan membuka suara. Bagaimanapun juga, laki-laki itu hanya bisa diam kalau gadis di belakangnya itu sedang bete. Nanti bisa berabe kalau Caramel ngamuk terus terjun dari motornya.

Awalnya Caramel biasa aja. Tapi kok ini bukan arah jalan ke rumahnya? Renjun mau bawa dia kemana? Mau tanya, tapi hatinya masih jengkel. Jadi dia cuma diam aja. Terserah Renjun mau bawa dia kemana. Kalau di traktir, dia iya-iya aja. Asalkan dia ga keluar uang. Mana uang dia kan lagi menipis. Kak Dirga juga ga kasih uang tambahan. Motor Renjun berhenti di alun-alun. Caramel yang awalnya bete, langsung jadi sumringah. Renjun tau aja kalau dia lagi pengen makan.

“Ngapain ke sini?” tanya Caramel sambil melepas helmnya.

Renjun mengusak rambutnya lalu menatap Caramel, “kata Nalendra, cewek kalau lagi bete, bawa aja ke alun-alun. Nanti bakal baikan lagi,” ucap Renjun.

Caramel tersenyum, “jadi lo ngikutin kata si ahli cinta, ya?”

Renjun mendengus, “sebenernya gua ogah keluar duit buat lo. Tapi nanti lo malah ngamuk ke gua. Ya udah, mau gak mau gua harus keluar duit demi lo,” katanya.

Caramel memukul bahu laki-laki itu dengan kesal, “ya kalau gak mau, ga usah! Mending kita pulang aja. Gue capek!”

“Bercanda, Mel. Ayo.” Renjun menggenggam tangan Caramel dan membawa gadis itu mendekat ke para penjual jajanan. Caramel yang wajahnya cemberut, tiba-tiba tersenyum saat tangannya di genggam oleh Renjun.

Renjun membawa Caramel mendekat ke gerobak batagor. Renjun nunggu Caramel bersuara, masa dia beli batagor terus ternyata Caramel gak suka batagor. Nanti uangnya terbuang sia-sia. Di saat kayak gini, Renjun masih mikirin tentang uangnya. Ya iya lah, dia kan sayang uang. Renjun melirik Caramel yang sedang memandang gerobak sempol yang ada di samping gerobak batagor.

[i] The End of Us (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang