Sudah seminggu berlalu sejak Caramel pergi Puncak. Sudah terhitung satu minggu juga Caramel dan Renjun menjadi lebih dekat. Bahkan Renjun juga sering antar-jemput Caramel ke kampus dan rumahnya. Sikap Renjun itu benar-benar buat Caramel meleleh. Bahkan setiap hari Caramel terbayang oleh sikap manis Renjun. Tapi Caramel juga heran, kenapa Renjun bersikap seperti itu padanya? Apa hanya semata-mata sebagai sahabat aja? Kalau lebih, pasti itu tidak mungkin. Caramel tau itu. Renjun juga berulang kali bilang padanya, kalau mereka hanya sekedar sahabat. Ya ... Sahabat. Bagaimana Caramel bisa berharap pada Renjun? Rasanya itu sangat tidak mungkin berharap lebih pada Renjun. Lagipula, Caramel juga tau kalau berharap pada Renjun itu tidak akan menghasilkan sesuatu yang lebih.
Setelah berdiskusi dengan Haidar, Shotaro, dan Giselle kemarin sore di caffe. Caramel memutuskan untuk berbicara empat mata pada Renjun. Keputusannya sudah bulat. Dia sudah tidak tahan lagi. Sahabatnya juga mendukungnya.
Flashback
Sore ini Caramel ada janji dengan Haidar, Shotaro, dan Giselle di caffe dekat kampus mereka. Caramel yang mengajak, lebih tepatnya memaksa. Soalnya Haidar tidak mau datang, katanya dia mau bermain game. Shotaro dan Giselle juga tidak mau datang, katanya mau date. Halah, mana ada ngedate di sore hari begini? Dengan paksaan Caramel, akhirnya mereka bertiga pun mau datang ke caffe. Caramel bilang kalau dia mau bicara penting. Kalau tidak ada yang datang, Caramel mengancam akan mengambek pada mereka bertiga. Mereka bertiga tau kalau Caramel lagi ngambek tuh bakal susah di bujuknya. Jadinya, daripada Caramel ngambek, mereka bertiga langsung ngebut pergi ke caffe. Bahkan tiba di caffe sebelum Caramel datang.
Caramel tersenyum senang saat sahabatnya sudah berkumpul. Bahkan mereka asik bermain ponsel, karena wifi di caffe ini sangat lancar. Mana ada orang yang ga mau wifi gratisan? Apalagi Haidar.
"Akhirnya kalian datang juga," ucap Caramel. Dia duduk di samping Haidar. Di depannya ada Shotaro dan Giselle.
Haidar melirik Caramel, tangannya masih sibuk mematikan musuh di dalam game yang ia mainkan. "Mau ngomong apa, sih? Kan bisa di group aja," tanya Haidar.
Giselle mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatap Caramel, "sepenting apa sampai kita harus datang ke sini? Mana di ancem bakalan ngambek kalau kita ga dateng," katanya dengan cibiran di akhir kalimat.
Caramel terkekeh, "bentar dong, sabar. Pesen minum dulu, gue haus." Caramel memanggil pelayan untuk memesan minuman.
Tak lama, lemonade ice sudah ada di hadapan Caramel. Caramel langsung meneguknya. Dia benar-benar haus. Soalnya Caramel buru-buru datang ke sini setelah mendapat pesan dari Haidar kalau mereka sudah sampai di caffe, bahkan datang lebih cepat dari waktu yang di tentukan.
"Jadi, lo mau ngomong apa?" tanya Shotaro, dia meletakkan ponselnya di atas meja dan menatap Caramel dengan tatapan bertanya.
Haidar turut meletakkan ponselnya di atas meja, tangannya bersidekap dada. Dia menoleh ke arah Caramel. Giselle juga turut menaruh pandangan pada Caramel. Mereka bertiga, penasaran dengan apa yang akan di katakan oleh Caramel.
"Itu-" Caramel menggantung kalimatnya, dia terlihat ragu. Bingung bagaimana cara menyampaikan kalimat yang ia tahan sedari tadi.
Haidar mengangkat sebelah alisnya, "itu apa?"
"Bilang aja, Mel. Jangan bikin kita penasaran," ujar Giselle. Tangannya bergerak untuk mengambil minumannya lalu meneguknya.
"Gue udah mikirin ini selama tiga hari, kayanya gue udah yakin buat ngelakuin ini," kata Caramel. Jarinya mengetuk meja dengan irama pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] The End of Us (END)
Teen Fiction[End] [Follow sebelum baca] [Vote dan komen] [OC] "Gak bisa, ya?" tanya gadis itu dengan air mata yang menumpuk di sudut matanya yang siap tumpah kapan saja. "Enggak. I love you, but we can't be together," jawab laki-laki yang berdiri di hadapannya...