Pagi ini Caramel bangun kesiangan, untung hari ini dia gak ada kelas. Jadinya dia bebas deh mau bangun jam berapa aja. Sekarang dia lagi nonton tv di ruang keluarga sambil nyemilin cookies buat Bunda. Mulutnya sibuk ngunyah, matanya sibuk lihat FTV. Coba tebak, gadis itu udah mandi apa belum? Jawabannya belum. Caramel terlalu males buat mandi padahal Bundanya sudah ngomel-ngomel nyuruh dia mandi. Tapi, Caramel tetep gak mandi juga. Tadinya Dirga mau nyeret Caramel ke kamar mandi, tapi dia takut di amuk Bundanya.
“Anak perawan jam segini belum mandi, malah nonton FTV,” cibir Dirga lalu duduk di sofa yang berbeda dengan Caramel.
Caramel yang mendengarnya pun sontak menatap sinis Dirga, “suka-suka dong! Emang kakak gak tau ya kalau banyak anak perawan yang males mandi di saat hari libur?”
Dirga menggelengkan kepalanya, “engga, kan, kakak bukan perempuan. Ya mana tau,” jawabnya.
Caramel memegang toples cookies dengan erat, merasa kesal dengan perkataan kakaknya. Ya emang bener sih kakaknya bukan perempuan, tapi gia gitu juga maksud Caramel!!! Dalam hati Caramel menyumpahi kakaknya agar tidak punya pacar sampai lulus kuliah. Biar kakaknya jomblo selamanya aja sekalian. Emang adik jahat Caramel, tuh.
“Ya maksudku gak gitu, kak! Ngeselin banget!?” Caramel mendengus kesal.
Dirga tertawa, “galak banget. Pantesan aja gia ada yang mau sama kamu,” katanya.
Caramel mendelik, “emang ada yang mau sama kakak?! Kakak kan galak, judes, mana ada cewek yang betah pacaran sama kakak. Kalau ada, pasti dia dipelet sama kak Dirga.”
Dirga menghampiri adiknya lalu memiting leher Caramel. Caramel yang sedang makan cookies pun tersedak dan memukuli lengan kakaknya dengan brutal. Rasanya Caramel pengen buang kakaknya ke sungai saking kesalnya. Mana cookies yang dia makan nyangkut di tenggorokan. Ini bikin dia tersiksa.
“K–kak! Uhuk!”
“Rasain, nih! Makanya gak usah ngomong kaya gitu lagi di depan kakak!” seru Dirga.
“BUNDA, KAKAKNYA NIH NAKAL! TOLONGIN CARAMEL!” teriak Caramel.
Tak disangka sang Bunda datang dari arah dapur lalu menjewer telinga Dirga sampai laki-laki itu meringis kesakitan dan melepaskan lengannya dari leher adiknya. Caramel langsung tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Dirga melirik ke Caramel dengan sinis, mulutnya berkata “awas aja, ya! liat aja nanti” tanpa suara. Caramel menjulurkan lidahnya, mengejek sang kakak.
“Kamu ini! Kasihan adikmu lagi makan terus kesedak, kalau dia mati gara-gara cookies yang nyangkut di tenggorokan, emang kamu mau tanggung jawab?!” omel Bunda.
Caramel meringis, “amit-amit. Gak elit banget gue matinya,” gumamnya.
“Aduh, iya, Bun. Ampun. Lepasin dong, sakit.” Dirga memohon dengan wajah yang di buat memelas.
Bunda melepaskan jewerannya lalu berkacak pinggang menatap kedua anaknya. Bisa-bisanya dia punya anak yang gak pernah akur. Kalaupun akur juga cuma sebentar aja. Kadang beliau pengen jual kedua anaknya. Tapi nanti gak ada yang bisa di suruh buat bantuin masak sama beliin belanjaan.
“Kalian ini gak capek berantem terus?” tanya sang Ibunda.
“Gak!” jawab keduanya serempak lalu saling bertatapan dengan sinis.
“Ngikutin terus!” seru Caramel.
Dirga mendelik, “kamu, tuh!”
“Kakak!”
“Kamu!”
“Kakak!”
“Kamu!”
“Eh, eh. Udah, cukup. Malah berantem. Mending Caramel mandi, terus Dirga cuci mobilnya sana,” lerai Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] The End of Us (END)
Teen Fiction[End] [Follow sebelum baca] [Vote dan komen] [OC] "Gak bisa, ya?" tanya gadis itu dengan air mata yang menumpuk di sudut matanya yang siap tumpah kapan saja. "Enggak. I love you, but we can't be together," jawab laki-laki yang berdiri di hadapannya...