Jakarta, 15 Juni 2020.
Siang itu Jakarta tampak terlihat padat oleh kendaraan yang berlalu-lalang, juga para pejalan kaki. Dan ada beberapa pedagang kaki lima yang berada di pinggir trotoar. Membuat jalan semakin padat. Cuaca siang itu cukup terik, membuat orang-orang mengeluh kepanasan dan ingin berdiam diri di depan kipas. Seperti Caramel. Gadis itu mengibaskan tangannya di depan wajahnya, bermaksud agar panas yang ia rasakan sedikit berkurang.
Hari ini hari pertamanya masuk ke salah satu kampus ternama di Jakarta, Neo Universitas. Biasanya MaBa (Mahasiswa Baru) akan melewati ospek saat masuk kuliah. Dan itu yang sedang Caramel rasakan. Sekarang sedang jam istirahat, gadis itu mengitari lapangan dengan peluh yang membasahi wajahnya. Dia tidak ada teman. Bukan tidak ada, tapi belum ada.
“Panas banget, sih?! Kenapa juga gue gak ada temen di sini. Mau ngajak kenalan tapi gengsi,” gerutu Caramel. “Eh, tapi kan Haidar masuk sini. Tuh bocah kemana, ya?” Caramel bermonolog. Pada akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke kantin, sekedar membeli minuman dan makanan untuk mengisi perutnya yang kosong.
Mata Caramel melirik ke sekitarnya, mencari tempat duduk yang kosong karena kantin begitu penuh. Saat matanya menangkap tempat duduk kosong di dekat penjual mie ayam, buru-buru dia melangkahkan kakinya ke sana.
Huft.
Caramel menghela napas lega. Karena tidak ada orang yang menempati meja incarannya. Langsung saja dia melahap baksonya, perutnya sudah demo minta di isi. Saat Caramel sedang menikmati makanannya, punggungnya di tepuk oleh seseorang hingga membuatnya tersedak. Buru-buru Caramel meminum es tehnya lalu mendelik ke orang yang kini duduk di hadapannya sambil menyengir.
“Haidar, lo tuh, ya! Bisa ga sih ga usah ngagetin?!” seru Caramel kesal.
Sedangkan Haidar tertawa, “Hahaha, sorry. Gak sengaja. Lagian kagetan banget jadi orang,” katanya.
“Dimana-mana orang kalau di kagetin, ya bakal kaget, lah! Kalau gak kaget, dia gak normal!” ucap Caramel. Agaknya dia menyimpan dendam pada Haidar yang sudah membuatnya tersedak.
“Santai, Mel. Jangan marah-marah,” kata Haidar. “Mending lo makan tuh baksonya atau gue makan aja?”
“Enak aja, gue lagi laper!” Lantas Caramel segera menghabiskan baksonya sampai habis tak tersisa. Haidar hanya tertawa melihat Caramel sambil meminum thai tea yang dia beli.
“Udah dapat temen belum lo?” tanya Haidar.
Caramel menggeleng, “Belum. Mau ngajak kenalan kok gengsi, ya?” Wajahnya berubah menjadi kusut.
Haidar tergelak, “Ngapain gengsi? Biasanya juga lo langsung nyerocos, gak peduli sama pandangan orang-orang tentang lo. Santai aja kali.”
Caramel menggebrak pelan meja di hadapannya, “Ini udah beda, Haidar! Kalau dulu sih masih sekolah, gapapa. Nah, sekarang udah kuliah! Malu, lah, cuy.”
“Ya tapi kan yang lo ajak kenalan ini manusia, bukan setan?” ujar Haidar lalu merotasikan bola matanya.
“Gini ya Haidar Adicandra, kalau pas sekolah, anak-anaknya tuh pada asik. Nah, sekarang di kampus gini, agak susah buat cari temen. Ya lo tau sendiri, kan? Lo jangan bego deh ah, capek gue punya temen kaya lo,” ujar Caramel lalu meminum es tehnya hingga tandas.
“Terserah lo aja deh, Mel. Yang penting lo harus cari teman. Gua gak bisa terus-terusan di samping lo, nanti di kira gua pacar lo. Ih, amit-amit punya pacar modelan kayak lo,” ucap Haidar. Langsung saja Caramel menendang tulang kering laki-laki itu. Haidar langsung meringis kesakitan.
“Sakit, anjir!” umpat Haidar.
“Salah siapa lo bilang kaya gitu, hah?!” seru Caramel.
Tak lama, seisi kantin menjadi berisik. Kaum hawa sih yang berisik, kaum adam cuma diam aja sambil berusaha melihat apa yang membuat kaum hawa menjadi berisik. Caramel yang penasaran pun menyenggol lengan Haidar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] The End of Us (END)
Teen Fiction[End] [Follow sebelum baca] [Vote dan komen] [OC] "Gak bisa, ya?" tanya gadis itu dengan air mata yang menumpuk di sudut matanya yang siap tumpah kapan saja. "Enggak. I love you, but we can't be together," jawab laki-laki yang berdiri di hadapannya...