Malam ini harusnya Caramel bisa tidur dengan tenang. Tapi, sekarang jam sudah menunjukkan pukul sembilan, dia belum juga tertidur. Banyak pertanyaan yang bermunculan di otaknya. Tentang Renjun, tentang dirinya, tentang hidupnya, dan masih banyak lagi. Kalau kayak gini, biasanya Caramel bakal ngerecokin kakaknya. Sampai kakaknya sadar kalau adiknya itu lagi banyak pikiran. Terus Kak Dirga bakal meluk dirinya dan dengerin curhatan Caramel. Tapi untuk sekarang, Caramel gak mau ganggu kakaknya. Kakaknya pasti lagi stress sama kuliahnya, dia gak mungkin gangguin kakaknya.
Jalan satu-satunya cuma nelpon Haidar. Haidar sudah biasa ditelpon sama Caramel malem-malem begini. Kalau gak buat gangguin Haidar main game, pasti curhat. Caramel langsung aja cari kontaknya Haidar dan memencet tombol telepon.
“Kenapa lo? Mau gangguin gua main game atau mau curhat?”
“Mau curhat.”
“Astaga, Mel. Ya udah, curhat, gih. Gua dengerin.”
“Lo tau kan gue suka sama Renjun dan sekarang kita temenan?”
“Hm, iya. Terus kenapa?”
“Gue bingung, Can. Bisa ga sih gue bikin dia suka sama gue? Gimana caranya biar gue bisa ngasih tau rasa suka gue ke dia, tanpa gue bilang ke dia?” Can, panggilan Caramel untuk Haidar. Di ambil dari nama Haidar, yaitu Adicandra. Caramel memanggil Haidar dengan panggilan 'Candra' hanya di saat-saat tertentu.
“Gini ya, Mel. Orang itu gak bakalan tau kalau lo suka sama dia, kalau lo gak bilang ke dia. Kalaupun lo menyampaikan rasa suka lo lewat gerak-gerik lo, dia pasti bakalan diam aja. Dia gak bakal bersuara sampai lo sendiri yang bilang ke dia. Cowok kadang bersikap pura-pura gak peka, padahal aslinya dia tuh peka. Sekarang lo cuma perlu bersikap biasa ke dia, tunggu waktu yang tepat buat nyatain perasaan lo ke dia. Gua cuma kasih saran aja. Semuanya terserah sama lo.”
“Tapi, Can, gue bingung. Gue gak pengen pertemanan kita rusak gara-gara gue suka sama dia.”
“Ya makanya lo berusaha buat bikin dia suka sama lo, baru deh lo bilang ke dia kalau lo suka sama dia.”
“Susah, dia jutek gitu ke gue. Tapi kadang sifatnya bikin gue salah tingkah.”
“Terserah deh, Mel. Gua cuma bisa dukung lo dari belakang. Udah, nih? Gua mau lanjut main.”
“Hhh, ya udah deh. Main game mulu lo! Mending tidur.”
“Pusing gue sama tugas kuliah, biar gak stress makanya gue main game.”
“Terserah lo, Can. Gue tutup, ya. Cepet tidur lo!”
“Siap, Kanjeng. Bye.”
tuttt.
Caramel menghela nafasnya dan menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Dia bakalan nunggu waktu yang tepat buat menyatakan perasaannya ke Renjun. Dia ga boleh terburu-buru, dia harus sabar. Semua ini perlu proses, semuanya perlu waktu. Dia ga bisa bilang sama Renjun gitu aja. Nanti malah Renjun menjauh dari dia. Caramel ga mau. Akhirnya Caramel memilih buat tidur.
✰✰✰
Caramel bangun jam sepuluh pagi. Tengah malam tadi dia kebangun dan berakhir ga bisa tidur. Akhirnya dia turun ke bawah buat bikin mie, baru setelah itu dia merasa ngantuk dan tidur lagi tepat jam tiga subuh tadi. Untungnya kakaknya tidak memergoki dirinya makan mie tengah malam. Bisa-bisa dia di jewer dan kakaknya ngomel-ngomel ke dia.
“Baru bangun, Tuan Putri?”
Baru aja Caramel menyentuh tangga terakhir, suara kakaknya terdengar. Bikin dia kesal pagi-pagi. Caramel melirik sinis ke kakaknya yang lagi berhadapan sama laptop di ruang keluarga. Kepalanya ga menoleh sama sekali ke arahnya. Caramel menghampiri sang kakak dan duduk di sofa. Kakaknya duduk di atas karpet. Mata Caramel melirik pemasaran ke laptop kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] The End of Us (END)
Fiksi Remaja[End] [Follow sebelum baca] [Vote dan komen] [OC] "Gak bisa, ya?" tanya gadis itu dengan air mata yang menumpuk di sudut matanya yang siap tumpah kapan saja. "Enggak. I love you, but we can't be together," jawab laki-laki yang berdiri di hadapannya...