Lebih baik begini

36 6 0
                                    

Langkahnya membawa dirinya menjauh dari caffe yang ia datangi tadi. Langkah kakinya membawanya entah kemana, tak menentu arah. Yang dia inginkan adalah pergi sejauh mungkin sebelum pulang ke rumah. Sekarang hujan sedang mengguyur Ibukota. Tapi dia tidak berniat untuk berteduh dari hujan. Gadis itu membiarkan tubuhnya basah kuyup oleh air hujan. Karena menurutnya, lebih baik begini. Daripada dia harus berteduh dan membuang waktunya untuk menunggu hujan reda. Itu pasti akan sangat lama. Caramel, harusnya kamu berteduh dari hujan. Karena dengan begini pun kamu akan merugikan dirimu sendiri. Caramel menangis. Meski tak terlihat karena tertutupi oleh air hujan, gadis itu menangis dengan keras tanpa suara. Hatinya terasa sesak. Tapi dia berusaha terlihat baik-baik saja. Tubuhnya tetap berdiri tegak, wajahnya terlihat datar, tapi hatinya hancur berkeping-keping.

Dari kejauhan, tampak seorang laki-laki duduk di atas motornya sambil memperhatikan si gadis. Tanpa berniat menghampiri atau sekedar menawari tumpangan. Ya, karena dia tau kalau gadis itu akan menolak tawarannya. Karena tadi gadis itu juga bilang padanya, kalau dia tidak perlu mengantarnya pulang. Baju laki-laki itu juga sudah basah kuyup. Dia tidak berniat untuk segera pulang, tapi malah memperhatikan gadis yang berjalan di bawah guyuran hujan. Dia ... Merasa bersalah pada sang gadis. Tapi dia tidak juga bisa memaksakan perasaannya, kan? Lebih baik begini.

“Gue–”

Renjun mengernyitkan keningnya, “apa?”

Caramel mengulum bibirnya, “sebelumnya, lo jangan menyela ucapan gue sebelum gue selesai ngomong. Lo cukup dengarkan,” katanya.

Renjun mengangguk, “ya udah, lanjut.”

Caramel menarik nafasnya lalu menghembuskan nafasnya dengan perlahan, “sebelumnya gue minta maaf karena udah berani ngomong gini di depan lo. Tapi gue ngomong kaya gini karena gue udah yakin. Gue juga udah siap nerima resikonya. Gue ... Suka sama lo, Njun. Gue suka sama lo sejak pertama kali kita ketemu, waktu awal ospek. Gue ga tau kenapa bisa suka sama lo. Karena menurut gue, lo itu menarik. Lo yang selalu sendirian, lo yang pendiam, lo yang jutek, itu semua bikin gue tertarik dengan diri lo. Gue pikir gue bakalan susah deketin lo. Ya, meski akhirnya kita deket sebagai sahabat. Gue ga masalah. Gue udah mikirin ini selama tiga hari, gue juga udah mikirin ini matang-matang, yang lain juga dukung gue buat confess ke lo. Gue siap terima apapun jawaban lo,” ucap Caramel. Jantungnya berdetak dengan kencang. Apalagi tatapan Renjun padanya itu membuatnya tambah deg-degan. Tangannya meremas roknya dengan perasaan gugup.

Renjun menatap Caramel. Dia tidak salah dengar, kan? Gadis di hadapannya baru saja confess padanya? Sungguhan? Bukan mimpi? Bukan rekayasa? Sekarang Renjun hanya bisa diam, dia terlalu bingung untuk menjawabnya. Selama ini dia menganggap Caramel hanya sebagai sahabat, bukan lebih. Dia juga tidak berpikiran untuk menaruh perasaan pada gadis itu. Tapi nyatanya, gadis itu yang menaruh perasaan padanya sejak awal mereka bertemu. Kalau begini, bagaimana cara Renjun mengatakan pada Caramel kalau dia tidak bisa menjadikan Caramel lebih dari sahabat? Renjun masih menatap Caramel, sedangkan yang di tatap terlihat gugup. Renjun berpikir, apa karena sikapnya yang selama seminggu ini membuat Caramel berani confess padanya? Padahal dia melakukan itu hanya sebatas sahabat. Karena selama ini dia tidak pernah memperlakukan Caramel dengan baik. Maksudnya, selalu bersikap jutek pada gadis itu. Makanya Renjun berniat untuk merubah sikapnya. Ini ... Salah paham?

Renjun tiba-tiba tertawa, ia anggap ini hanya bercandaan. “Lo pasti lagi bercanda, kan?”

Caramel mengernyit, “gue serius, Renjun! Gue udah ngomong panjang lebar, masa cuma lo anggap bercandaan?” katanya dengan kesal.

Renjun kembali terdiam. Caramel tidak bercanda, itu serius. Renjun menghela nafasnya lalu bersidekap dada.

“Mel, lo tau kan kalau gue cuma anggap lo sebagai sahabat?” Renjun menatap Caramel, Caramel hanya mengangguk. “Sebenernya ini ga salah kalau lo menaruh perasaan ke gue, sama sekali ga salah. Yang salah itu, lo yang berharap pada gue. Gue ga bermaksud bilang kaya gini ... Tapi lo keliatan menaruh harapan ke gue. Dan gue cukup bingung buat jawab ini semua,” kata Renjun. “Makasih, Mel. Makasih lo udah suka sama gue, makasih lo udah berani confess sama gue. Tapi maaf, kita sahabatan aja, ya?” Renjun tersenyum ke arah Caramel.

[i] The End of Us (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang