Esoknya Caramel udah bisa masuk ke kampus lagi. Dia dapat kelas sore. Dan kebetulan fakultas kedokteran juga dapat kelas sore. Kemungkinan Caramel bisa ketemu Renjun. Tapi Caramel ngga ngarep buat ketemu Renjun, sih. Dia keinget pas kemarin Renjun datang ke rumahnya. Ah, nginget itu aja udah bikin wajah Caramel memerah. Renjun emang jago banget bikin hatinya terombang-ambing.
Sore ini Caramel di antar Dirga ke kampusnya. Kata Dirga, biar mereka percaya kalau Caramel itu adiknya. Ya, Dirga udah tau semuanya. Renjun yang kasih tau. Dirga bener-bener marah pas denger ceritanya dari mulut Renjun. Dia mau minta penjelasan ke Caramel, tapi udah di tahan sama Renjun. Renjun minta Dirga buat tutup mulut. Demi adiknya, Dirga tutup mulut. Dia ga bisa ngelakuin apa-apa.
Sampai di kampus Caramel, mobil Dirga sengaja masuk ke dalam kampus. Kan biasanya Dirga nganternya cuma sampai depan gerbang kampus. Caramel pun menoleh ke arah kakaknya dengan tatapan bingung.
“Kok masuk, sih? Kan biasanya juga di luar,” tanya Caramel.
Dirga melirik Caramel, “gapapa, pengen aja. Kan kamu baru sembuh. Jadi harus di anter sampai dalam.”
“Ya tapi kan aku bisa sendiri. Lagian biasanya kalau aku habis sembuh, kakak nganternya juga sampai depan gerbang kampus doang,” kata Caramel. Dia bersidekap dada.
“Sekarang udah beda. Makanya kakak mau nganter kamu sampai dalam. Udah, diem. Ga usah protes,” ujar Dirga. Dia menghentikan mobilnya di parkiran khusus fakultas ekonomi, fakultasnya Caramel.
“Nah, sana turun.” Dirga membuka kunci mobilnya lalu menoleh ke arah Caramel. Caramel membuka seat belt yang masih terpasang, menatap Dirga dengan tatapan heran.
Dirga menaikkan sebelah alisnya, “kenapa?” tanyanya.
“Aneh,” kata Caramel lalu membuka pintu mobil. Dirga pun ikut turun dari mobil, bikin Caramel tambah bingung. Sebenernya kakaknya itu kenapa, sih?
“Ngapain ikut turun?” tanya Caramel, mengernyit heran.
Dirga berdehem, “kakak liatin dari sini”
“Aku bukan anak kecil lagi!” seru Caramel.
“Udah, sih. Diem aja. Sana masuk. Nanti telat masuk kelasnya. Kakak juga ada urusan,” usir Dirga sambil ngegas. Dia kesal, adiknya malah bertanya-tanya terus.
“Ish, ngeselin,” cibir Caramel lalu pergi dari hadapan Dirga.
Dirga menghela nafasnya, lega. Dia bisa melepas adiknya dengan tenang. Padahal Caramel cuma masuk ke kampusnya aja. Mungkin gara-gara kejadian yang di alami Caramel, Dirga jadi bersikap kaya gini ke Caramel. Setelah Caramel ga terlihat dari pandangannya lagi, Dirga kembali masuk ke mobilnya dan pergi dari kampus Caramel.
Caramel berjalan ke arah ruangan kelasnya. Jantungnya berdegup kencang. Ga tau kenapa, tapi Caramel merasa deg-degan. Apalagi pas banyak orang yang berlalu-lalang di koridor, ngeliatin Caramel. Untungnya sih tatapan ramah, bukan tatapan mencemooh seperti kemarin. Rasa takut menyergapnya pas Caramel melangkahkan kakinya menuju kelasnya. Dia merasa takut karena kejadian kemarin masih terbayang-bayang. Dia takut orang-orang ga mau nerima dia, meski mereka udah tau kebenarannya. Caramel tetep takut.
Sampai akhirnya ada sebuah tangan yang menggenggam tangannya. Caramel terkejut, dia menoleh. Mendapati Renjun yang berjalan di sampingnya sambil menggandengnya. Tatapannya lurus ke depan. Bahkan Caramel menatap laki-laki itu, Renjun tetep ga noleh.
“Renjun? Lo ngapain?” tanya Caramel. Jantungnya udah berdegup ga karuan.
Renjun menoleh sekilas ke arah Caramel lalu kembali menatap lurus ke depan, “gue tau lo takut. Lo ga perlu takut, ada gue di sini. Kalau lo takut jalan sendirian, hubungin gue, Haidar, atau Giselle. Kita pasti bakal datang,” ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] The End of Us (END)
Jugendliteratur[End] [Follow sebelum baca] [Vote dan komen] [OC] "Gak bisa, ya?" tanya gadis itu dengan air mata yang menumpuk di sudut matanya yang siap tumpah kapan saja. "Enggak. I love you, but we can't be together," jawab laki-laki yang berdiri di hadapannya...