Caramel masuk ke dalam rumahnya dengan mengendap-endap. Dia takut ketahuan Bundanya kalau dia balik awal. Bahkan sebelum kelasnya di mulai. Dia berhasil masuk ke rumahnya. Gadis itu melepas sepatunya dan menaruhnya di rak. Pas mau naik ke lantai atas, tiba-tiba ada yang berdehem. Caramel tau kalau itu Bundanya. Mau ga mau Caramel balik badan. Ada Bundanya yang ngeliat Caramel dengan tatapan menyelidik, sambil bersidekap dada. Caramel tersenyum kikuk.
"Kok udah pulang? Padahal kelasnya baru di mulai deh?" tanya Bunda lalu mendekat ke Caramel.
"Anu, Bun. Aku pulang duluan soalnya perutku mules. Kalau ga percaya, tanya aja Haidar. Aku di anter sama Renjun soalnya Haidar ga bisa nganter," jelas Caramel dengan gugup. Dia memegang tali tasnya dengan erat.
Bunda menghela nafasnya, "kamu gapapa? Mau Bunda bikinin bubur sama teh anget?"
Caramel menggeleng, "ga usah, Bun. Aku tidur aja kayanya bakal sembuh kok mulesnya."
"Oh iya, kenapa di anter Renjun? Kenapa bukan Haidar?" tanya Bunda dengan tatapan menyelidik.
"Haidar yang nyuruh, soalnya Renjun tadi sekalian ngambil barang di rumahnya. Jadi ya ... Dia sekalian nganter Caramel," balas Caramel. Emang pandai mengarang, lancar banget ya bohongnya. Tapi apa boleh buat, ini demi kebaikannya. Caramel juga udah minta maaf sama Bundanya di dalam hati.
Bunda mengusap rambut Caramel dengan penuh kasih sayang, "ya udah, kamu masuk ke kamar sana. Istirahat aja. Nanti kalau udah siang, Bunda bangunin buat makan siang."
Caramel mengangguk, "Caramel ke atas dulu ya, Bun."
Bunda mengangguk. Caramel pergi ke kamarnya dengan langkah lesu. Dia masih keinget kejadian tadi di kampusnya. Dia ngunci pintu kamarnya terus naruh tasnya di meja belajarnya. Dia duduk di tepi ranjang. Kepalanya pusing banget, kamarnya kaya berputar-putar gitu. Caramel memutuskan buat ganti baju rumahan terus tidur. Dia udah pusing banget. Dalam hitungan menit, Caramel udah pergi ke alam mimpi.
✰✰✰
Tepat jam 12 siang, Bunda ngetuk pintu kamar Caramel. Caramel yang merasa terganggu pun membuka matanya perlahan. Dia liat jam dindingnya udah menunjukkan pukul 12 siang.
"Mel, bangun. Makan siang dulu, yuk." suara Bunda terdengar dari luar kamar Caramel.
"Iya, Bun. Caramel udah bangun." Caramel bangun dari tidurnya terus pergi ke kamar mandi buat cuci muka. Setelah itu dia turun ke bawah. Langkahnya sempoyongan, bikin jalannya jadi ga seimbang. Hampir aja Caramel jatuh.
Bunda yang ngeliat pun jadi khawatir, dia memapah Caramel buat duduk. "Badan kamu anget, kamu di kamar aja, ya? Bunda bawain makanannya ke kamar kamu." Bunda menempelkan punggung tangannya ke dahi anak bungsunya.
Caramel mengangguk lemah. Kalau kaya gini dia harus bolak-balik dong. Dengan langkah berat, Caramel naik lagi ke atas. Dia pergi ke kamarnya. Dia biarin pintu kamarnya ke buka. Caramel senderan di kepala ranjang. Kepalanya masih pusing. Ga lama, Bunda masuk sambil bawa nampan di tangannya. Bunda duduk di ujung ranjang dan ngambil mangkuk berisi sup ayam kesukaan Caramel. Terus nyuapin Caramel dengan telaten. Selesai makan, Caramel minum obat yang di berikan Bundanya.
"Kamu istirahat aja, jangan banyak gerak. Kalau ada apa-apa, panggil Bunda aja. Bunda turun dulu, ya?" ujar Bunda.
Caramel tersenyum lalu mengangguk. Bunda keluar dari kamarnya dan menutup pintu kamarnya. Sakit itu ngga enak. Nyusahin diri aja. Kalau kaya gini kan Caramel jadi bosen. Mau main hp, tapi kepalanya masih pusing. Nanti malah tambah pusing. Mau nonton TV, masa dia harus turun lagi. Hadeh. Capek banget. Caramel juga masih kepikiran kejadian tadi. Caramel juga mikirin Renjun. Cowok itu kenapa harus repot-repot bilang kaya tadi di depan orang-orang? Kan Caramel berasa lagi di belain pacar. Eh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] The End of Us (END)
Teen Fiction[End] [Follow sebelum baca] [Vote dan komen] [OC] "Gak bisa, ya?" tanya gadis itu dengan air mata yang menumpuk di sudut matanya yang siap tumpah kapan saja. "Enggak. I love you, but we can't be together," jawab laki-laki yang berdiri di hadapannya...