Banyak yang jatuh cinta tanpa PDKT.
🍓🍓🍓
Hari ini kota Malang menjadi salah satu bagian sudut bumi yang dicurahkan sinar mentari berlebih. Teriknya seolah menggambarkan sang surya tengah menguji kesabaran para makhluk di bumi. Terkadang banyak para pejalan kaki mengeluh karena rasa panas yang menyerang, ditambah polusi kendaraan yang tiap hari mencemarkan udara.
Tapi terkadang, ada orang yang memilih berteduh dan beristirahat untuk sekejap saja menemukan kesejukan. Sama halnya yang dilakukan gadis dengan gamis maroonnya itu. Dia Ania.
Baru saja Ania menyelesaikan ibadah sholat zuhur di sebuah masjid, tapi ketika keluar masjid untuk melanjutkan kembali perjalanan, ia melihat ke arah langit yang begitu terik seraya berucap. "Tak mungkin aku berjalan kaki dengan cuaca seperti ini. Bisa-bisa pingsan di jalan," katanya.
Ania tampak mengecek jam yang melingkar di tangannya. "Sudah masuk makan siang. Apa aku makan dahulu di warteg dekat sini ya? Iya deh makan dulu aja."
Setelah itu ia pun segera mencari warteg sekitaran masjid. Tapi ternyata Ania menemukan tempatnya beberapa meter dari masjid, yaitu tepat dekat dengan batalyon brimob porlesta Malang. Tak masalah, yang terpenting perut Ania berhenti bernyanyi di dalam sana.
Gadis itu pun duduk di kursi warteg dan mulai memesan makanan. "Bu bungkusin nasi, ayam, oreg tempe, dan jangan lupa sambelnya, ya."
"Siap, Neng!"
Ibu warteg itu mulai meracik pesanan. Sengaja Ania bungkus nasinya untuk dimakan di kantor saja, karena bahaya kalau tiba-tiba ada panggilan dari wakilnya–Jennifer–untuk menghadiri rapat di kantor.
"Ini neng nasinya. Semua jadi 20 ribu."
"Oke, sebentar saya ambil uang di tas dulu." Ania meletakan nasi yang tadi diberikan sang ibu warteg di meja, karena kedua tangannya sibuk mencari dompet di tas kecilnya.
Tapi, seketika Ania meringis. Tak ada uang cash di dompetnya, hanya ada kartu ATM dan surat-surat penting. Gadis itu melihat ke arah sekitar berharap ada penampakan mesin ATM, tapi ternyata nihil. Ania harus gimana?
"Bu, maaf. Uang cash saya habis, apa bisa saya bayar pakai ini?" Dengan polos dan tanpa dosa Ania menyodorkan kartu ATM‐nya.
Si ibu warteg itu mengerutkan dahinya, bingung. Mungkin juga merasa aneh. "Ini warteg, Neng, bukan restoran. Mana ada saya punya geseknya."
"Lalu gimana atuh, Bu. Mesin ATM di sini di mana, ya? Saya mau narik uang dulu, sebagai jaminan tas saya di sini."
"Jauh banget, Neng."
Ingin rasanya Ania mempunyai jin sekarang, untuk mengeluarkan mesin atm segera. Sungguh ia malu sekali. Bagaimana bisa ceroboh seperti ini.
"Bu, total punya saya dan mbak ini."
Suara itu sontak membuat Ania tergelak kaget. Pria berkaos kepolisian tampak mengeluarkan beberapa lembar uangnya, dan membayar makan dia serta Ania.
Ania hanya bisa melongo, seolah ada ingatannya yang muncul setelah melihat pria tadi. Hingga akhirnya ucapan sang ibu warteg menyadarkan Ania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan, Ndra (END)
RomanceJudul sebelumnya=> AniaNdra "Aku adalah korban dari tindak kejahatanmu yang telah mencuri perhatianku sejak awal, dan dari muslihatmu dalam membuat sebuah hati nyaman untuk menetap pada ruangmu," ungkap laki-laki itu seraya menyodorkan tangan kanann...