لا يقاس حب الأشخاص بكثرة رؤيتهم ، فهناك أشخاص يستوطنون القلب رغم قلة اللقاء ، بل وبعضهم يسكنون القلب دون لقاء
Mencintai seseorang tidak dikiaskan dengan sering melihatnya, sebab ada banyak orang yang menempati sebuah hati padahal jarang ada perjumpaan, bahkan ada yang tinggal di hati tanpa sama sekali ada pertemuan.
🍓🍓🍓
Hari senin, di mana kata sibuk sangat pantas bila disandangkan saat itu. Seharusnya hari libur di hari minggu sangat cukup untuk bersiap menyambut hari super sibuk ini, tapi terkadang manusia terlalu terlena, sehingga beberapa dari mereka sangat tak menyambut baik ke datangan hari senin.
Ingat, tak semua orang akan seperti itu, yang selalu mengutuk hari senin karena padatnya kegiatan. Adapun mereka yang semangat melalui hari itu dengan persiapan yang tersusun. Misal saja Ania, dari dini hari ia sudah membuat list untuk hari seninnya. Yang pertama adalah pergi ke kampus bertemu dosen.
Gadis itu pun menjalankan aktivitas pertamanya itu, dengan memanfaatkan waktu yang sempit Ania menyerap banyak ilmu dalam pertemuan kelas tersebut. Hingga akhirnya, waktu pertemuan itu telah usai.
Kemudian, Ania segera ke parkiran kampus untuk pergi langsung ke kantor penerbitannya yang tidak terlalu jauh dari kampus. Namun, ketika ingin membuka pintu mobil, pandangan Ania menangkap sosok pria yang tak asing lagi. Segera Ania mendekati dan menunda niat nya memasuki mobil.
"Komandan Andra?"
"Assalamualaikum." Pria yang dipanggil komandan Andra oleh Ania itu memberi salam, sembari membuka kacamata hitamnya dan lalu meletakan di saku celana.
"Waalaikumussalam. Ada apa ke mari? Sedang bertugas di sini kah?" Ania bertanya seraya melihat ke arah sekitar.
"Bukankah kamu yang ingin bertemu? Kemarin katanya ada yang mau diomongin," ujar Andra.
Ania berdesis, "Iya. Tapi 'kan tidak sekarang, aku mau kita ketemu sore hari bukan?"
"Tapi sore saya tidak bisa, ada tugas dari atasan. Jadi, gimana kalau sekarang aja? Sekalian saya mau makan siang," tawar pria itu, sehingga berhasil membuat Ania mau tak mau untuk menyetujinya.
🍓🍓🍓
Dua porsi makanan dan dua porsi minuman telah tersaji di hadapan, sangat menggoda mata dan perut bila melihat penyajiannya. Tapi, rasa lapar itu tiba-tiba hilang ketika Ania mengingat tujuannya untuk makan siang bersama di resto ini bersama Andra, yaitu menanyakan hal yang sejak kemarin menyiksa pikirannya.
"Kamu mau omongin apa sebenarnya?" Andra membuka pembicaraan seraya meraih sendok dan garpu yang ada di piring makannya.
"Mengenai lamaranmu." Ania tak ingin basa-basi, oleh karena itu ia langsung ke inti permasalahan yang memenuhi pikiran.
Andra yang mendengar hal itu lantas menghentikan kegiatan tangannya. "Ada apa memang?"
Ania menunduk sejenak, lalu membuka suara, "Kenapa kamu bisa senekat ini, Komandan?"
"Kalau gak nekat gak bakal ada sebuah keberhasilan," jawab Andra dengan santai seraya kembali melahap makannya.
Ania memutar bola matanya, "Ck! Maksudku bisa seyakin ini untuk mengambil langkah yang bisa dikatakan sangat serius. Kita belum lama mengenal, bahkan sebelum itu sikapmu sangat anti pada kehadiranku ini. Kenapa?"
Andra menyeruput minumannya, lalu menatap Ania dengan serius. "Kamu ingin tahu alasannya?"
Ania mengangguk cepat. Hal itu membuat Andra mengembuskan nafas pelan, "Saya akan memberitahukan alasan itu, tapi ketika saya bisa mengucapkan ijab qabul atas namamu."
Entah mengapa seketika jantung Ania berdetak tak terkendali, sehingga membuat gadis itu mengigit bibir bawahnya.
"Kamu begitu amat yakin untuk menjadi suamiku. Padahal baru kemarin menerima penolakan," seloroh Ania sempontan.
Andra terkekeh, pembicaraan kali ini sangat menarik, sehingga membuat pria itu ataupun Ania melupakan makanan yang terhidang.
"Penolakan bukan berarti akhir dari perjuangan, betul 'kan?" cetus Andra membuat Ania tak mau kalah mengeluarkan argumennya.
"Setidaknya kamu menyatakan niat itu pada anak nya langsung terlebih dahulu, meriset segala tentang keluarganya. Sebelum akhirnya melamar ke rumah," kata Ania seraya menyenderkan tubuhnya ke bagian belakang kursi.
Andra kembali tertawa, "Memang saya ini mau melamar pekerjaan, jadi mesti riset dahulu?"
Gadis di hadapannya malah membulatkan bibirnya dengan perasaan gondok. Ia lalu meraih minumannya dan menyeruput penuh kekesalan.
Beberapa detik kemudian Ania seketika menghentikan kegiataan meminumnya, gadis itu kembali menatap serius pria di hadapannya. "Apa kamu tahu prinsip yang dimaksud ibuku kemarin?"
Andra menggeleng, "Saya tidak tahu pasti. Tapi mungkin wajar setiap ibu menginginkan pria terbaik dari segi apapun untuk putrinya."
"Benar juga, tetapi jika mengenai hal lain bagaimana?"
"Hal lain apa?" Andra menautkan alisnya.
Ania menghela nafas sejenak, lalu berbicara, "Ibu tidak mau jika aku menikah dengan seorang abdi negara."
Tiba-tiba suasana menjadi lebih serius. Andra yang sejak tadi menanggapi dengan santai, kini berubah menjadi penuh penasaran. "Kenapa?"
"Sejak dulu, ibu seolah trauma dengan keadaan para kerabat-kerabatnya. Beberapa kakak sepupuku sangat bernasib tidak baik mengenai pernikahannya, terutama yang menikah dengan seorang abdi negara. Mereka itu harus ditinggalkan suaminya karena resiko dari tugas mereka sebagai abdi negara." Ania mulai bercerita. Tapi sesekali dijeda dengan mengembuskan nafas ataupun melirik ke arah lawan bicara.
"Ya, mungkin ibu gak mau nantinya aku terus merasa khawatir setiap saat, dan lainnya. Aku sudah berusaha meyakinkan beliau sejak dulu, tapi ibu tak mau merubah prinsipnya," jelas Ania sebagai pengakhir dari ceritanya. Ia harap Andra paham.
"Apa kamu akan memberikan kesempatan buat saya meyakinkan ibumu?" tanya Andra dengan penuh keseriusan.
Ania menatap sekilas seraya mengelum bibirnya yang mengering. "Jika kamu mampu, silahkan saja. Namun, aku tak mau nantinya ada luka setelah itu."
Andra tersenyum, "Tak mengapa ada luka, setidaknya hal itu menjadi penanda bahwa saya sudah pernah memperjuangkanmu. Terima kasih, ya, sudah mau memberikan saya jalan untuk kembali berjuang."
Seketika hati Ania menghangat, bagai dipeluk oleh selimut sutra dan dihujani embun di pagi hari. Perasan lega menyelimutinya dengan perlahan. Setidaknya semua mulai jelas, dan Andra tak akan salah jalan untuk mencapai keinginannya.
"Kenapa harus aku? Banyak wanita lain yang lebih dariku?" Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar begitu saja dari bibir Ania.
"Saya tidak bisa mengatakan ini sudah takdir. Tapi jika saja saya hanya main-main, untuk apa saya menjatuhkan hati meski sudah tahu akhirnya akan terluka?" kata Andra dengan begitu lembut.
"Bagi saya, hati hanya mampu jatuh untuk sekali saja. Dan itu pada ruang yang memang seharusnya," sambung Andra.
Lagi-lagi Ania merasakan hal berbeda pada dirinya, ia terpesona dengan perkataan Andra, dan ada rasa panas di pipi nya. Apa Ania mulai akan mempercayai sosok Andra? Jika memang Allah sendiri yang merancangnya, maka ia akan mengikuti alur ini. Termasuk menanti bahagia yang dijanjikan pria bernama Aliandra Maher Abqari.
🍓🍓🍓
Omo omo😭
Andra kesambet apa ini teh😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan, Ndra (END)
RomanceJudul sebelumnya=> AniaNdra "Aku adalah korban dari tindak kejahatanmu yang telah mencuri perhatianku sejak awal, dan dari muslihatmu dalam membuat sebuah hati nyaman untuk menetap pada ruangmu," ungkap laki-laki itu seraya menyodorkan tangan kanann...