5. Tipe Calon

1.9K 143 4
                                    

Boleh gak request calon imam pada takdir?

🍓🍓🍓

"Eneng!!"

Kedua kelopak mata yang awalnya terpejam dengan damai lantas saja seketika tersentak terbuka. Mata dengan bola berwarna hitam legam itu terlihat menyipit, karena cahaya matahari yang menerobos masuk melalu jendela kamar.

Ini adalah hari libur, tapi mengapa panggilan sang ibu negara terdengar begitu kencang. Ania bangkit dari tidurnya, terlihat sesaat ia meregangkan otot-otot yang semalam terasa mati rasa. Ania bersyukur ia bisa tidur nyenyak dan sangat cukup, karena tidurnya tidak terpotong oleh sholat subuh. Si bulan, datang di waktu yang tepat.

"Eneng, bangun! Sini ke luar!"

Teriakan ibu negara mulai terdengar lagi. Ania harus cepat-cepat menghampiri sebelum ada teriakan ketiga kalinya. Ia memasang kerudung instan, dan berlari keluar rumah.

"Ada apa, Bu? Jangan teriak-teriak ih, malu sama tetangga." Ania berucap seraya mengucak matanya yang masih terasa berat.

"Lihat ke depan!" Wanita paruh baya itu tampak bertolak pinggang. Segera mata Ania memperjelas pandangannya. Terlihat mobil miliknya yang semalam jadi korban kecelakaan. Namun, mengapa ada di sini? Dan terlihat bagian depan mobil sudah mulus.

"Bu, siapa yang–"

"Tadi ada pria berseragam polisi yang nganter mobilmu. Kamu ada masalah apa sama polisi? Kenapa mobilmu bisa dianter sama polisi? Semalem kamu habis ngapain? Apa kamu–"

"Bu ...," lirih Ania. Kepalanya tiba-tiba terasa sakit mendengar pertanyaan sang ibu yang beruntun. Bukan bermaksud ingin memotong ucapan ibu kandungnya itu, tapi jika diteruskan kepala Ania akan semakin pening. Baru bangun tidur sudah dihadangkan pertanyaan, bagaimana rasanya?

"Jawab," titah sang ibu yang masih bertolak pinggang. Ibu Ania memang seperti ini, beliau tak ingin ada sesuatu yang disembunyikan darinya.

"Apa Ann boleh makan dulu? Laper euy." Ania mengalihkan pembiacaraan. Sungguh jika harus menceritakan semuanya sekarang, ia tak sanggup. Kepalanya semakin pusing, mungkin efek benturan keras semalam.

"Uluh-uluh, anak ibu lapar? Ayo atuh makan dulu. Nanti aja jawabnya." Sang ibu berjalan terlebih dahulu, lalu diikuti Ania yang bernafas lega. Mana tega seorang ibu melihat anaknya kelaparan.

🍓🍓🍓

Satu jam yang lalu Ania baru saja usai menyantap sarapan dan juga membersihkan badannya. Kini, tubuh itu telah segar dan harum. Seperti biasa, aktivitas hari minggu Ania adalah menulis lanjutan projek buku ataupun menyelesaikan menyelesaikan tugas kulihanya. Ya, gadis itu belum genap satu tahun sudah menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Malang. Gelar S1 masih panjang untuk dia raih.

Membangun sebuah bisnis di masa kuliah sangat menantang Ania. Karena, Ania sendiri mengambil fakultas Ekonomi dengan prodi pendidikan bisnis dan manajemen. Bisnis penerbitan dan pendidikannya masih dalam satu zona 'kan?

Seperti biasa, sebelum berhadapan layar monitor, tentunya harus ada teh hangat dan cemilan. Sengaja, sebelum zuhur Ania melaksanakan kewajibannya membantu sang ibu berberes rumah dan lain-lain, maka setelah itu selesai Ania jadi bebas menatau layar monitor laptop.

"Kamu belum jawab pertanyaan ibu, loh." Tiba-tiba saja suara sang ibu terdengar. Ania yang sedang mengaduk teh racikannya seketika terhenti. Ia meringis.

Komandan, Ndra (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang