Hanya bertemu, bukan berjodoh.
🍓🍓🍓
Suara mesin pembuat kopi memecah keheningan di ruangan yang kini terlihat penuh dengan lembaran berkas. Ania berdesis seraya memijat pelipisnnya, hari adalah hari tersibuk, entah harus mengurus projek baru bersama penulis ataupun rencana pembangunan gedung baru penerbitan BWC.
Ania membuang nafas dengan cepat seraya meletakan cangkir yang telah ia ambil untuk menampung kopi yang sudah jadi. Kopi itu mengalir memenuhi cangkir, lalu Ania mematikan mesinnya. Ia berjalan mendekati Jennifer yang masih asik dengan layar monitor. Padahal ini adalah jam istirahat, dan bahkan karyawan lain sedang asik menikmati makan siangnya di warung dekat kantor.
"Minumlah kopinya ka Jen, nanti dingin loh," ujar Ania seraya menduduki kursi di hadapan Jennifer.
"Hari ini aku begitu tak bisa lepas dari layar monitor." Jennifer melepas kacamatanya, lalu menyandarkan tubuh ke kursi.
"Aku tahu. Aku pun begitu. Tapi sekarang waktunya istirahat, jangan gunakan waktu itu buat menyiksa diri," ucap Ania diakhiri kekehan.
Jennifer pun tertawa ringan, ia menyesap kopinya yang sudah dingin. Lalu setelah meletakan cangkir, Jennifer berdeham pertanda ia ingin berbicara serius. "Mengenai surat izin pembangunan gedung baru kita itu, nanti akan ada perwakilan yang dikirimkan pemerintah daerah untuk mengecek lokasi serta membicarakan progresnya," jelas wanita itu.
"Bagus itu! Semakin cepat semakin baik. Aku tak sabar memboyong BWC ke tempat baru." Ania tersenyum bangga. Dia bangga terhadap segala proses dan hasil yang telah dirancang Allah untuknya.
"Aku juga."
"Hem, kira-kira perwakilannya itu siapa?" Entah mengapa Ania bertanya hal yang sangat tidak penting. Sebab tak masalah siapa dia. Ania menjadi cangguh sendiri, alhasil dia menggak kopinya lagi.
"Komisaris, wakil kepala daerah dan mungkin seorang polisi."
Uhuk!
Tenggorokan Ania serasa perih karena tersedak oleh kopi yang lumayan panas. Dia dengan cepat meminum air putih yang diberikan Jennifer.
"Kamu kenapa sih, Ann?" tanya Jennifer heran.
"Gak apa-apa, cuma kaget." Bukan hanya itu, Ania merasa trauma mendengar kata 'polisi' ia menjadi bergidik ngeri membayangkan kalau pria itu yang menjadi perwakilannya. Tak mungkin!
"Ko, ka Jen tahu kalau perwakilannya ada seorang polisi?" tanya Ania mengalihkan pikiran anehnya.
Jennifer memutar bola matanya malas. "Hah? Kenapa kamu jadi menanyakan hal yang tidak penting, Ann?"
Ania meringis atas kebodohannya. Sungguh ia pun merasa aneh dengan dirinya sendiri untuk saat ini.
🍓🍓🍓
"Astagfirullah!"
Jennifer terhenyak karena seruan gadis di sampingnya, ia menatap bingung. "Kenapa, Ania?"
Ania meringis pelan, kemudian berusaha menetralkan raut wajah kagetnya karena apa yang ia lihat di parkiran. Bagaimana tidak kagat, ada seseorang yang sangat tidak ingin ia temui lagi. Siapa lagi kalau bukan polisi bernama Andra. Pria berseragam coklat itu tampak sudah berjalan ke arah kantor penerbitan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan, Ndra (END)
RomantikJudul sebelumnya=> AniaNdra "Aku adalah korban dari tindak kejahatanmu yang telah mencuri perhatianku sejak awal, dan dari muslihatmu dalam membuat sebuah hati nyaman untuk menetap pada ruangmu," ungkap laki-laki itu seraya menyodorkan tangan kanann...