31. Latihan Kesabaran

1.7K 133 6
                                    

Semakin malam suasana sekitar semakin hening. Sebagian bumi seolah beristirahat sejenak tanpa aktivitas manusia yang kadang merugikan alam. Saatnya hewan-hewan nokturnal berpesta dengan suara-suara khasnya, misal saja jangkrik. Meski tidak terlalu ramai seperti di hutan, suara jangkrik tetap akan terdengar pada tengah malam.

Adapun orang-orang tak ada kerjaan saja yang menghitung suara jangkrik. Seperti misalnya Ania sekarang. Dia menggerakan bibirnya pertanda sedang berhitung, meski tanpa suara. Karena Andra sudah tidur di sampingnya.

Sebenarnya ini adalah keisengan Ania saja karena dilanda insomnia. Padahal dirinya harus cukup beristirahat, agar bayi yang kini semakin tumbuh di perutnya sehat. Tapi apalah daya, Ania tak bisa memejamkan mata karena ada sesuatu hal yang mengganjal.

Ania berdesis kesal karena tingkah bodohnya menghitung suara jangkrik. Kemudian ia mengubah posisi tidur menjadi menghadap Andra. Ania tersenyum menatap sang suami yang tertidur tampak damai. Tapi sayang, jiwa-jiwa keisengan bumil Ania muncul. Perempuan itu mencolek-colek pipi Andra tanpa berdosa. Sehingga membuat Andra terganggu.

"Sayang, kamu belum tidur?" lirih Andra dengan hanya sekilas membuka mata. Tega sekali Ania menganggu ketenangan Andra.

Ania memajukan bibirnya, "Kok, kamu bangun, sih?"

Kini Andra membuka mata sempurna, lalu mengembuskan nafas sabar. Sungguh sifat Ania sangat begitu mengeselin selama hamil ini, tapi Andra tetap cinta.

"Ada apa? Dedek bayinya mau didongengin lagi?" Ya, ini lah permintaan yang hampir setiap malam Ania pinta. Seperti halnya anak kecil, bumil itu begitu manja.

Ania menggeleng, "Hanya tidak bisa tidur saja."

"Sini-sini peluk Mas biar bisa tidur." Andra merentangkan tangannya, tanpa protes Ania pun mendekat dan mencari posisi nyaman. "Tidur, ya," bisik Andra kemudian.

Keadaan kembali hening. Ania pun sudah merasa nyaman dengan posisi tidur dalam pelukan Andra, tapi mulutnya tak bisa berkompromi untuk tidak bicara.

"Mas."

"Hem?"

"Besok jadikan lihat pembangunan rumah baru kita?" Ania mendongak.

"Iya jadi. Seperti agak siang."

Ania tersenyum penuh arti sesuatu. "Nanti sekalian mampir ke tukang es buah di dekat taman kanak-kanak Adinda, ya?"

"Iya, Sayang. Sekarang tidur, ya. Dedek bayinya juga mau istirahat, dan ibunya juga harus istirahat," ujar Andra. Kali ini turuti oleh Ania. Perempuan itu kembali memeluk Andra dengan penuh kenyamanan. Hingga akhirnya berhasil terlelap dan menyelami mimpi.

🍓🍓🍓

Siang harinya ketika Andra usai melaksanakan apel harian dan patroli di sekitaran jalan alun-alun, sesuai janji Andra akan membawa Ania ke rumah baru mereka yang masuk tahap finishing. Rumah tersebut letaknya lumayan tak jauh dari batalyon, hanya dipisahkan satu RT saja.

Rumah yang dibangun kali ini berlantai dua dengan banyaknya tanaman hias di pekarangan, semua atas permintaan Ania. Ya, ia ingin semua sudut wilayah rumahnya ada sebuah keyamanan, sehingga ia tak bosan nantinya.

Selama melihat-lihat ruangan yang sudah mulai diisi funiture, Andra senantiasa menjaga Ania dari kelelahan. Pasalnya perut Ania kini sudah agak membesar, tapi istrinya itu masih saja sangat lincah.

"Haduh," lirih Ania ketika merasakan tendangan di perutnya. Andra yang melihat sang istri memegangi perut kesakitan, lantas pria itu menghampiri.

"Sayang kenapa? Sudah Mas bilang duduk saja, jangan lama berdiri," oceh Andra sembari menggigirng Ania duduk di shofa.

Ania mengerucutkan bibirnya, selalu saja mendapatkan teguran. Tapi Ania senang Andra perhatian seperti ini. "Mas, kita pulang ayo. Sebelum itu beli es buah yang kupinta semalam," rengek Ania.

"Iya, ayo."

Keduanya pun meninggalkan rumah yang 10% lagi akan selesai. Mobil milik Andra melaju menuju tempat es buah yang dimaksud Ania. Padahal di sekitaran Batalyon banyak tukang es buah, tapi entah mengapa Ania ingin membelinya hanya di dekat TK Adinda. Memang pada dasarnya wanita hamil selalu menguji kesabaran.

Sampai di tempat tujuan, Ania dengan tak sabar menghampiri sang penjual yang tengah melayani pembeli lainnya. Ia berseru, "Mang, mau es buah isinya kedondong semua, ya!"

Sontak saja permintaan Ania itu membuat sang penjual terbengong, begitu juga dengan pembali yang ada di sana dan Andra yang ada di samping Ania. Suasana menjadi hening, mereka tarheran-heran dengan permintaan aneh tersebut.

"Kenapa pada diam?" Ania melirik sang penjual, dan Andra, lalu ke pembeli lainnya.

Andra meringis dengan berusaha menahan rasa sabar, "Sayang, permintaanmu sungguh aneh."

"Aneh kenapa? Kedondong juga buah 'kan?"

"Iya, buah. Tapi bisanya kedondong dibuah manisan atau rujak, Mbak," sahut si penjual sembari terus meracik es buah.

Ania membulatkan bibirnya, merasa kesal, "Tapi saya maunya es buah bukan rujak ataupun manisan!"

Andra yang terlibat dalam perdebatan tersebut pun berusaha menjadi penengah. "Bisa dibuatkan es buahnya, Mang? Tak masalah bila harus membayar lebih."

"Bukan masalah uang, Pak. Tapi saya gak punya buah kedondongnya."

Wajah Ania semakin masam, ia merengek seperti halnya anak kecil pada Andra. Alhasil Andra harus mencari ide agar es buah kedondong yang diminta sang istri terpenuhi.

"Oke, gini aja, Mang. Saya akan beli buah kedondongnya di tokoh buh terdekat. Mamang bisa buatkan es nya 'kan?"

Si penjual mengangguk menyanggupi, hal itu membuat Andra sedikit lega. Lalu ia menatap Ania, "Kamu di sini dulu, ya. Mas beli buahnya dulu." Untung saja Ania mengangguk patuh kala itu.

Tanpa menunggu banyak waktu, Andra lantas pergi dengan mobilnya mencari toko buah. Sementara Ania duduk di kursi yang disediakan, sembari menendang-nendang udara penuh riang.

Hingga beberapa menit, Andra datang dan lantas memberikan buah tersebut ke si penjual es buah untuk langsung dibuatkan. Pria itu lalu duduk di samping sang istri dengan perasaan yang sangat lega.

"Terima kasih, suamiku!" Ania tersenyum sembari memberikan finger love. Seperti remaja alay yang dimabuk asmara, ya ampun. Tapi Andra tak malu dengan tingkah istrinya, ia malah senang.

Usai menunggu dibuatkan es buah spesial tersebut, akhirnya es buah sudah terhidang di hadapan Ania. Tapi bukannya langsung menyantap, Ania malah menggeser mangkuk tersebut ke sisi Andra.

"Kenapa?" tanya Andra.

"Kamu yang makan, ya?" Tanpa berdosa Ania tersenyum lebar.

Sementara Andra gelagapan, "Tapi, ini—"

"Aku 'kan lagi hamil, gak baik makan yang asam-asam. Lagian kedondongnya pasti asam," elak Ania, sepertinya banyak sekali alasan untuk perempuan itu membela diri.

Lagi-lagi Andra tak bisa menolak, apa yang dikatakan Ania benar. Sangat besar hati Andra menyantap es buah kedondong tersebut, lagi pun rasanya tidak terlalu aneh.

"Gimana rasanya?" Ania bertanya sembari menangkup dagunya dengan kedua tangan.

"Manis, tapi ada asamnya dari kedondong."

"Aku denger review kamu aja udah ngerasa seger," ujar Ania yang membuat Andra gemas dan lantas mengelus pelan kepala perempuan tersebut.

Memang ya, kalau cinta tak akan kalah dengan kelakuan aneh. Andra akan selalu menganggap kalau masa Ania mengidam adalah latihan kesabaran untuknya.

🍓🍓🍓

Selalu ngejek bumil lainnya, padahal dia sendiri ngeselin pas hamil😌

Komandan, Ndra (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang