Seorang lelaki dengan masa depan cemerlang dan juga pendirian tegas yang membuat terpana taktala ia berbicara. Bahkan kehadirannya di sekitarmu membuat mu berpikir bahwa pria ini berasal dari dunia fantasi.
Hal yang dia lakukan setiap gerak-geriknya serasa misterius, aku tak bisa mengalihkan pandang.
Beruntung bagiku, ia tidak akan pernah menyadariku, jadi aku dapat memantau setiap pergerakannya tanpa ada yang tahu.
Tapi hari itu... ketika untuk pertama kalinya ia memandangku tepat di mata dan berbicara padaku, aku merasa adrenalin yang berbeda, perasaan berdebar yang memompa jantungku untuk terus berdiri didekatnya.
Aneh... namun menyenangkan, antusias ku menggelora seiring dengan berjalannya waktu, kami pun saling mengenal.
"Kuroko-kun."
Aku menatapnya, walaupun wajahku seperti ini, sebenarnya aku sekarat di dalam.
"Ya akashi-kun?"
Akashi.. akashi.. sungguh nama marga yang begitu indah, ada kemegahan dan keunikan disana.
"Kau benar-benar manis." Katanya, senyum yang tipis bersemayam di bibirnya.
Tapi itu sungguh indah.. membuatku pangling dengan jantung yang semakin liar bedegup kencang.
Namun...mengapa dia memujiku?
".... aku ini cowo, harusnya kau memujiku tampan." Jawabku datar, padahal aku sedang menahan kesadaranku sekuat tenaga. Jangan tunjukkan ketertarikan itu...jangan
pernah.Dia terkekeh, keringatnya masih mengalir , nafasnya juga masih agak kurang teratur. Tapi, semua itu malah membuatnya semakin mempesona!
"Cukup aku yang tampan, kau yang manis."
Blusshh
Apakah aku harus apa di saat seperti ini? Tunggu dulu... bukankah... kata-kata itu merendahkanku atau malah memujiku?
Jadi akashi lebih ganteng dari pada aku? Ya jelas lah.
Aku tanpa sadar tersenyum, menundukkan kepala dan memeluk lututku.
Teman-teman yang lain masih asik latihan jadi hanya kami berdua yang istirahat.
Aku menegang saat merasakan tanganku dipegang, ia membawa tanganku dalam kehangatannya. Menggengamnya tanpa malu dan mengeratkannya dengan keyakinan.
Akashi begitu... gantle..
"Apa kau tidak suka?" Tanyanya.
Tatapanku menyendu, justru sebaliknya, aku merasa sangat nyaman dan menyukainya.
"Tidak..." aku tersenyum kecil. "Ini sangat nyaman..."
Benar-benar nyaman, hangatnya... ia seakan-akan memberiku harapan dan membuatku ingin menyerahkan diri untuk bergantung padanya.
Itulah yang kurasakan... dulu sekali, saat kami masih SMP, bisa ku lihat dari jendela masa lalu ku. Aroma musim panas... dan juga harumnya parfum yang akashi kenakan.
Masa muda terlihat begitu menjanjikan dari sekarang.
"MOMY!!! DADDY BAWA-BAWA ULAT BULU!!!" jerit sae histeris, kelemahan sae, dia takut pada ulat bulu.
Dan mengetahui hal itu hanya membuat seijuro kegirangan. Ada bahan candaan yang ia lakukan hal yang membuatnya bersemangat.
Sae berlari kencang menubruk tubuhku, melihatnya seperti ini... waktu cepat sekali berlalu padahal... dulu masih sangatlah kecil. Sekarang ia sudah cukup umur untuk masuk sekolah dasar.
"Apa sih ngadu huuu~" seijuro membawa plastik bening berisikan berbagai macam ulat bulu disana. Bertumpuk menjadi satu dan menggeliat-geliat.
Jangankan sae, orang dewasa sepertiku saja merasa merinding.
"Seijuro umur kamu berapa sih? SAYANG?!"
Seijuro tersenyum, mengalihkan pandang ke segala arah kecuali aku. Sementara sae bersembunyi dari balik tubuhku.
"32?" Jawabnya kurang yakin.
Aku menghela nafas, padahal dulu pria ini keren sekali. Tambah umur jadi tambah gila, stress kali ya?
"apa ituu??" Tanya sentaro, berjalan digandeng akane, mendekati kami dengan antusias.
"Lucu gak sayang?" Tanya seijuro pada putranya.
Sentaro mengangguk antusias, memandang takjub ulat-ulat bulu itu. Aku sendiri mengalihkan pandang, demi apa... menjijikan!!!
"Sentaro kesini!" Seru ku tegas.
Sentaro memandangku kaget karena tingginya nada biaraku, maklum, sentaro pada dasarnya anak yang baik. Beda dengan sae dia tidak pernah melakukan hal yang aneh, tapi... aku merasakan sesuatu darinya.
Semacam entahlah... hawa buruk yang terkubur di dalam dirinya.
"hehehe... sayang... baby... cuma bercandaan doank kok." Seijuro mundur teratur ketika aku perlahan mendekatinya.
"Jangan bergerak sialan!"
Otomatis langkah kakinya berhenti, seijuro menunduk dengan wajah yang gugup, menanti apa yang akan datang padanya dengan was-was.
Aku memukul dadanya sekali, gemas. Bisa-bisanya bertingkah seperti itu! Padahal dia adalah seorang ayah!
Cup~
"Kau beruntung hari ini aku mengingatmu sebagai akashi yang membuatku jatuh cinta saat smp." Aku menghela nafas, mengelus-elus pipinya lembut.
Mata seijuro berkaca-kaca, "aku mencintaimu kamu baby!" Ujarnya, sekantung ulat bulu itu entah kemana ia lempar.
Membuat ulah agar asisten rumah tangga gak semata-mata makan gaji buta gaes.
"Mommyyy~!" Seru sae, "hukum daddy donk!!"
"Cih baperan!"
"Kaa-chan sama tou-chan ciuman!!" Sentaro meneriaki kami gembira dengan suara cadelnya.
Aku tersenyum, "hayo sini, momy juga mau cium anak-anak momy yang manis ini."
Meskipun masih dengan wajah yang cemberut, sae maju bersama sentaro, mengandeng tangan adiknya erat.
Cepat sekali waktu berlalu, aku memeluk mereka dan memberikan masing-masing ciuman di dahi.
"Sentaro mau laggiii!!"
"Gak! Jatah anak-anak cuma sekali tauk! Kalo mau sering ciuman gih cari istri sendiri!" Ucap seijuro ketus yang berakhir dengan sikutan di perut, hadiah dariku.
"Daddy mulutnya bar-bar banget." Gerutu sae, "sentaro lihat nee-chan! Nikahi nee-chan ajaaa~"
Sentaro terlihat tidak menyukai ide kakaknya, ia memalingkan wajah dengan angkuhnya sementara sae mental breakdance. Benar-benar karma.
"Gak boleh!" Ucapku, merangkul keduanya erat. "Anak momy selamanya akan jadi anak momy!"
Rasanya agak gak ikhlas gitu... menyadari suatu saat mereka akan menikah dengan pasangan masing-masing.
Sentaro mengecup pipiku, "sentaro akan selalu jadi anak momy!"
"Sae jugakk!!"
Aku terkekeh, haah...ku harap mereka tidak akan pernah dewasa.
"Cih... anak momy doank? Daddy gak punya anak nih?"
"Gak!" Jawab keduanya serempak.
Dan kembali lagi... suasana ricuh keluarga ini, aku menopang dagu memandang mereka saling beradu argumen.
"Aku sangat beruntung menikahinya..." bisikku.
.....