"Akashi sae." Sae berdecak melihat pandangan kagum dari wajah bodoh teman-teman sekelasnya. "Salam kenal."
Mereka bertepuk tangan hebat entah untuk apa, karena marga atau bocah-bocah itu mengagumi penampilannya.
Sudah sejak beberapa saat tadi sae merasakan pandangan intens dari mereka dan itu sungguh menganggu. Namun... karena tidak ingin berbuat onar di hari pertama dan membuat momy khawatir sae urungkan saja niat ingin memukuli itu.
Membosankan... membosankan...
Sae beberapa kali menghela nafas, ia tidak butuh pelajaran 1 + 1 = 2, yang benar saja! Ia bahkan mempelajari saat ia masih sangatlah kecil. Pertambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dasar-dasar seperti ini SUDAH IA KUASAI!!!
Guru yang mengajar di kelas itu tentu saja memperhatikan gerak-gerik sae yang sama sekali tidak tertarik dengan apa yang ia katakan.
Agak merasa tersinggung sebenarnya, karena eksprsi bosan dan meremehkan dari bocah itu memang ketara sekali.
"Akashi sae bisa kau kerjakan yang ini?"
Sae hampir tertawa, "ah sensei! Kau mengolokku?"
Guru itu memberikan pandangan tidak mengerti. Tapi tentu ia sangat tidak suka sifat membangkang sae.
"Kenapa? Kau tidak bisa"
Sae menghela nafas, bersandar di kursi dan menaikkan kakinya ke atas meja.
"Turunkan kakimu sae!" Seru guru kelas mereka murka.
Sae mengernyit, mengusap-ngusap hidungnya yang gatal. "Berikan aku soal yang lebih sulit dari 3 + 4."
Urat imajiner sang guru rasanya berdenyut-denyut, sombong sekali anak ini. Apakah karena ia anak kaya? Karena didikan orang tuanya yang terlalu memanjakannya?
Andai saja ia menyinggung soal 'didikan orang tua' itu di hadapan sae, mungkin ia akan melihat seorang akashi mengamuk saat ini juga.
"Baiklah, selesaikan ini." Guru ini menulis perkalian 56 × 35 di papan tulis dengan cepat.
Sementara murid yang lain merasa terintimidasi dengan ketegangan di dalam kelas itu.
"1960." Ucap sae spontan. "Lagi." Perintahnya.
Guru itu membelak, ia cukup merasa shock akan itu, dengan ragu-ragu ia berusaha menghitung sendiri secara manual dan benar saja.
Sekarang... ia merasa ngeri.
"459 ÷67 " ucap guru itu dengan nafas tertahan, ia sendiri mengambil ponsel dari sakunya ingin membuktikan sendiri apakah jawaban sae benar atau tidak.
"6,85..mmm...ya 6,8507462687." Sae menjentikkan jari, "periksalah sendiri."
"...benar..." guru itu terduduk di tempat, apa ini... ini bukan tempatnya sae lagi... di harusnya loncat kelas... tidak...melainkan berada di jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Sae beranjak dari kursinya dan berdiri di hadapan guru itu, "karena itu jangan menghalangiku." Ia tersenyum meremehkan, lalu melenggang pergi.
Tanpa memperdulikan suasana kelas yang masih tegang, sae bersiul-siul ke luar kelas.
"Aah lapar." Katanya santai, sama sekali tidak memikirkan apapun.
Guru itu benar-benar merasa jengkel luar biasa di saat bersamaan tidak bisa melakukan apapun, beberapa hari kemudian guru itu mengundurkan diri. Ia hanya berkeluh kesah tentang muaknya ia berada di sekeliling akashi sae, namun mereka tidak dapat berbuat apapun karena nama AKASHI.
Poor that teacher :"
.....