Jimin sudah kehilangan seluruh pakaian yang dikenakannya, tubuh itu juga kini lembab oleh keringat hingga beberapa bunga menempel padanya, membuat Jimin terlihat makin panas dengan beberapa kali bergerak gelisah oleh sentuhan-sentuhan yang dilakukan Seulgi sekarang.
Sentuhan-sentuhan kecil yang membuat Jimin menggelinjang antara geli dan nikmat, Seulgi mengetahui betul permainan apa yang tengah ia lakukan, menyiksa si manis dengan permainan lambat.
Titik-titik sensitif Jimin ia sentuh dengan lihai, menekan puting dada yang berwarna merah muda itu kemudian menarik sembari memelintirkannya. Berulang kali, ia melakukan itu pada kedua puting Jimin."S-seulgih." Desahan Jimin tertahan, oleh rasa dingin dan geli yang tak memberinya sedikitpun untuk bernapas dengan lancar.
Tangan dengan jari-jari mungil itu bergerak liar, meremas sprei disamping tubuhnya bersamaan dengan bunga-bunga di atasnya.Begitu penurut, Seulgi menyukai Jimin yang terlihat pasrah seperti ini.
Satu tangan Jimin dengan kencang mencengkram kaos panjang yang dipakai oleh Seulgi, entah apa yang dia inginkan.
Meminta Seulgi untuk berhenti atau mungkin...meminta Seulgi untuk lebih cepat bermain dengan tubuhnya?
Seulgi menaikan ujung bibirnya, ia merasa yakin bahwa Jimin ingin ia mempercepat permainan ini.
Jari-jari dengan kuku berwarna merah menyala itu kini berada di wajah Jimin, mengelusnya sebentar lalu tak lama kemudian dua jari itu masuk ke dalam mulut Jimin yang sedikit terbuka."Uhuk...uhuk."
Jimin tersedak, jari-jari Seulgi masuk terlalu dalam dimana di saat bersamaan Seulgi juga menggenggam penis mungil Jimin dibawah sana, mencengkeramnya cukup kuat disaat ia menekan jarinya di mulut Jimin.
"Kau menyukai ini?" Tanya Seulgi, suaranya merendah, menjilati telinga Jimin yang sudah memerah.
Jimin hanya mengangguk dengan lemah, kedua matanya tertutup rapat sama seperti kedua pahanya kini, gerak refleks yang manis saat Seulgi secara perjalanan menaik-turunkan tangannya di penis Jimin yang hampir tenggelam dalam genggamannya, terlalu kecil.
Jimin terus mengeluh dengan sesekali terbatuk, Seulgi masih enggan mengeluarkan jari-jarinya dari dalam mulut Jimin, ia dengan sengaja terus mendorong jarinya untuk semakin masuk ke dalam tenggorokan Jimin, ia senang mendengar lenguhan Jimin yang sesekali terganggu oleh suara batuk yang terdengar menyakitkan dari si manis.----
Yoongi baru saja selesai dengan acara mandinya, rencananya ia akan memasak untuk makan malam, tentu saja hanya untuk dirinya. Seulgi tak mungkin memakan masakannya, dan Jimin yang sudah ia ketahui akan tinggal disini juga tidak akan memakannya, Seulgi sudah pasti melarangnya.
Sedang sibuk-sibuknya memilih bahan masakan di dapur, terdengar suara bell.
Yoongi tetap diam, ia berpikir mungkin Seulgi atau Jimin juga akan mendengar itu."Apa mereka keluar?" Dengan sedikit malas, Yoongi akhirnya berjalan keluar dari dapur dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana pajama yang dipakainya.
Ternyata itu adalah paket milik Seulgi, Yoongi kembali menutup pintu setelah memberikan tanda terima pada kurir.
Yoongi berpikir mungkin Seulgi sangat membutuhkan paket itu, jadi ia memilih untuk pergi menuju kamar Seulgi terlebih dahulu, sebuah kamar yang sebenarnya tak cukup jauh dari pintu apartemen, itulah kenapa Yoongi tetap diam di dapur karena Seulgi tidak mungkin tidak mendengar suara bell."Seulgi-"
Yoongi membeku, dia merasa dunia berhenti saat itu juga.
Jimin, terlihat begitu pasrah di atas ranjang yang penuh oleh bunga dengan kedua kaki mengangkang dan penis kecilnya mengacung, terlihat sebuah vibrator berukuran cukup besar bergetar di anus Jimin, sayang sekali si manis tak bisa melihat kedatangan Yoongi karena dasi yang tadi ia pakai untuk menghadiri pernikahan Seulgi dan Yoongi kini menutupi kedua matanya.