Empatbelas

507 30 0
                                    


Setelah di rasa keadaan clava membaik akhirnya Rian mengantar clava pulang untuk istirahat. Selama di perjalanan pulang hanya senyap yang menghiasi suasana mobil.tak ada yang berkata karna sibuk dengan fikirannya masing-masing.

Setelah sampai di rumah Clava dan Rian mendudukkan dirinya di sofa depan tv.

Clava menaruh tas kecilnya di samping duduknya dan menyandarkan kepalanya yang masih pening di sandaran sofa dan berusaha membuat dirinya senyaman mungkin.

Clava menengok ke arah Rian . Pria itu sedari tadi hanya diam dan menampakkan raut wajahnya yang sedih. Clava tau suaminya itu sedang memikirkan sahabatnya Kevin. Ia pasti sedang merasa bersalah terhadap sahabatnya itu.

" Mas.."

Rian tidak menjawab panggilan dari Clava. Wajahnya malah semakin tertunduk. Bahunya bergetar seperti tengah menahan isakan tangis.

Clava yang melihat itupun kini berusaha mendekatkan dirinya ke Rian.

Tangan clava menyentuh kemudian meggenggam tangan Rian berusaha menguatkan Rian yang tengah bersedih.

" Mas Rian nangis aja nggak papa. Semua seseorang itu perlu menangis mas. Menangis itu bukan tandanya cengeng kok. Biar mas Rian lega nangis aja nggak papa, nggak usah malu ". Kata clava lembut.

Perlahan tangan clava mengelus punggung Rian dengan lembut. Rian yang semakin tak bisa meredam isaknya kemudian memeluk clava dan menumpahkan semua tangisnya di pelukan clava.

Clava sedikit terkejut karna di peluk oleh Rian. Namun melihat keadaan yang seperti ini clava pun memahaminya dan mulai membalas pelukan dari Rian.

" Keluarin semuanya mas, biar mas Rian lega". Kemudian tangan clava mengelus pelan kepala Rian dan mengusap-usap punggung Rian yang bergetar. Tak lama suara isakan yang Rian tahan akhirnya keluar juga.

" Hiks..hikss...semua ini salah aku clav..hiks...hiks..karna..hiks....aku...kevin jadi kayak....hiks gini...".

" Ssssstttt ini semua bukan salah mas rian. Mas Rian denger aku ya, semua ini sudah takdir".

" Hiks....aku...harus gimana...hiks....
Hikss..aku...hiks...nggak mau Kevin....
Hiks...hiks... kenapa-kenapa..hiks....
Clav.."

Kemudian clava perlahan melepaskan pelukannya lalu tangannya menagkap
Kedua pipi rian.

Dengan penuh kelembutan clava menatap mata Rian yang sembab sebab menangis.

" Mas Rian harus percaya sama Allah.
Allah pasti akan memberikan yang terbaik. Jangan meragukan kekuatan Allah mas".

Tangan clava bergerak mengusap pelan air mata Rian.

" Yang bisa mas Rian lakukan sekarang adalah mendoa kan kak Kevin, supaya kak Kevin di beri kesembuhan". Lalu clava menarik Rian kembali dalam pelukannya.

Kenapa rasanya begitu tenang berada dalam pelukan clava ya Allah. Batin Rian.











Jam delapan pagi Rian sudah berada di ruangan Kevin. Bersama clava Rian duduk di samping ranjang Kevin.
Rian seperti akan menangis melihat sahabatnya kini terbaring tak berdaya.

Clava yang melihat raut wajah Rian seperti itu hanya bisa terdiam. Pasalnya ia tak pernah melihat Rian serapuh ini.

" Mas Rian aku keluar dulu sebentar ya". Ucap clava kepada Rian yang hanya di beri anggukan oleh Rian.



Clava melangkahkan kakinya ke kantin untuk membeli makan. Karna sedari pagi Rian belum makan.

Setelah clava membeli makanan tersebut clava memutuskan segera kembali ke ruangan Kevin.

Namun di tengah perjalanan clava di panggil oleh seseorang yang ia yakini merupakan partner dari suaminya yaitu fajar. Fajar tidak sendiri melainkan bersama Jojo, Ginting dan juga Ihsan.

" Clava".

" Iya kak fajar".

" Kamu mau ke Kevin kan?".

" Iya kak, ".

" Ya udah bareng aja".

Mereka berjalan bersama ke ruangan Kevin.

" Rian gimana clav?". Tanya Ginting tiba-tiba.

" Kak Rian masih seperti kemarin kak, dia masih menganggap kalau apa yang terjadi sama kak Kevin itu akibat kesalahannya".

" Tapi Rian nggak berbuat nekat kan".

" Alhamdulilah enggak kak, hanya saja dari kemarin mas Rian susah makan".

Semuanya menghela nafas kasar.



Rian POV

Gue lihat mata Kevin yang masih tertutup. Walaupun masih dalam keadaan tertutup gue bisa liat kesedihan dalam diri Kevin.

Gue merasa nggak berguna aja sebagai sahabat. Gue nggak bisa jagain Kevin. Apalagi semua masalah ini timbul karna gue.

" Vin, gue minta maaf ya sama Lo, plis Lo bangun. Gue nggak mau liat Lo kayak gini".

Rian menatap Kevin sejenak.

" Gue nggak bisa liat Lo diem gini terus. Jawab gue Vin. Gue kangen Lo yang jail, Lo yang tengil. Nanti kalau Lo bangun gue nggak bakalan marah lagi deh kalau Lo tengil".

Gue sedikit mengguncangkan badan Kevin berharap bisa membangunkan Kevin.

Gue mulai menangis.gue tak tahan lagi melihat Kevin yang tak berdaya. Namun setelah melihat wajah kevin, ternyata dari sudut mata Kevin keluar air mata.

" Vin Lo bisa denger gue kan Vin".

Gue mengguncang pelan bahu Kevin.

" Vin, bangun Vin gue tau Lo bisa denger gue".

Namun Kevin tak kunjung bangun. Tiba-tiba terdengar suara dari alat pendeteksi detak jantung dan gambar garisnya pun yang tadinya naik turun kini lurus seirama dengan suara uang muncul.

Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttttt

Rian  POV End

why??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang