Haiiiii!!! Maaf ya kemalaman update nyaa. Soalnya aku tadi kelupaan aslinya, tapi untung inget 0as mau tidur 🤣🤣
Selamat membaca dan selamat malam dan selamat tidur:v
Jangan lupa vote dan comment sebanyak banyaknya yaa. Kasih masukan atau saran juga bisa. Yang penting, I love you gaiss. Byee tidur duluuu
"Arrghh!" Ringisan lirih dari gadis yang sejak tiga jam yang lalu hanya terbaring di ranjang rumah sakit itu membuat Zachary spontan menoleh dan mendapati Rea sudah menunjukkan tanda tanda akan sadar.
Ia yang semula duduk di sofa ruangan itu pun berdiri dan langsung mendekati ranjang rumah sakit yang ditempati Andrea. Pun dengan gadis itu yang refleks tangannya memegang kepalanya karena nyeri hebat yang melanda.
Tentu saja ringisan itu membuat Zachary tanpa pikir panjang langsung menekan tombol bantuan dengan tangan kirinya semantara tangan kanannya menahan tubuh Rea yang berusaha bangun dari posisinya.
"Jangan. Kepalamu masih pusing!" Perintah Zachary pada akhirnya karena Rea yang masih berusaha bangun. Yang pada akhirnya juga dipatuhi oleh gadis itu karena memang kepalanya terasa sangat berat dan berdenyut hebat.
Dan untuk mencegah Andrea dari kekeraskepalaannya untuk bangun dari ranjang, Zachary pun menekan remote yang ada di nakas untuk mengatur posisi ranjang rumah sakit itu supaya sesuai dengan keinginan.
Gadis itu hanya diam selama ia merasakan posisinya mulai berubah dan memberikan isyarat tangan ketika ia merasa kalau posisi saat ini sudah pas dan sesuai dengan keinginannya yang membuat Zachary menghentikan kegiatannya dan meletakkan kembali remote itu.
"Aku di mana?" Andrea mulai membuka mulut dengan suara seraknya. Tidak lain karena gadis itu yang baru saja sadarkan diri.
Zachary menyerahkan segelas air putih dengan sedotan dan mengarahkannya ke depan mulut Rea. "Minum dulu!" Ujar Zachary sembari menempelkan sedotan tepat di bibir Rea.
Merasakan adanya sedotan di mulutnya, walau ia masih belum membuka matanya dengan lebar karena nyeri yang melanda dan cahaya lampu terang yang menyorot langsung ke arah matanya, pun membuat Rea refleks menegak air itu dengan rakus karena ia memang tengah kehausan. Walaupun ia masih dalam posisi rebahan yang kali ini posisi kepalanya lebih tinggi karena pengaturan kasur oleh Zachary barusan.
"Pelan pelan!" Ujar Zachary lembut yang tidak di hiraukan oleh Rea.
Gadis itu terus meminum air tersebut dengan rakus sampai suara pintu menghentikan kegiatan minum Rea yang kebetulan memang sudah habis.
Ceklek....
"Ah, rupanya dia sudah sadarkan diri. Syukurlah Zachary." Ujar dokter paruh baya yang tidak lain adalah Samuel itu.
Rea mengerutkan keningnya kebingungan karena dokter itu terkesan sudah tahu dan paham mengenai mereka, terutama Zachary. Lain dengan Zachary yang mendengus tidak suka dengan wajahnya yang kembali datar karena kehadiran pria tua yang menyebalkan itu.
Samuel yang melihat kebingungan nyata di wajah Andrea pun hanya bisa menyunggingkan senyum tipisnya. Ia akhirnya mendekati ranjang rumah sakit itu dengan dua suster kepala yang membuntutinya di belakang dan dua suster junior yang mendorong beberapa alat untuk penunjang pemeriksaan.
"Hai!" Sapanya pada Andrea yang dibalas senyum canggung.
Samuel tersenyum maklum dengan respon Rea dan mulai meletakkan stetoskopnya pada tempatnya. "Masih pusing?" Tanyanya seraya mendengarkan denyut jantung Rea yang masih belum teratur dan di bawah rata rata manusia dewasa karena keadaannya yang baru bangun dari pingsan.
Suster kepala yang membuntuti Samuel pun turut mendekat bersama dengan suster junior yang membawakan alat pengukur tensi darah di tangannya. Sister kepala itu mulai memasangkan alat itu di tangan Rea dan mencatat beberapa hal setelahnya mengenai hasilnya dengan Samuel yang juga turut berucap beberapa kata yang langsung di catat dengan sigap.
"Lumayan pusing. Tapi lebih baik dari saat baru bangun tadi." Ujar Rea pada akhirnya yang membuat Samuel mengangguk paham.
Setelahnya, Samuel mengeluarkan oftalmoskop (senter kecil yang biasa digunakan untuk pemeriksaan oleh para dokter) lalu menyalakannya terlebih dahulu sebelum akhirnya mengarahkannya ke mata Rea.
"Kondisinya baik." Ujarnya yang membuat suster junior dengan sigap mencatat semua ucapan yang keluar dari mulut Samuel.
"Dia bisa pulang sekarang, Zachary. Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Aku akan memberikan resep untuk mengurangi benjol akibat benturan yang terjadi di kepalanya. Juga memberikan beberapa antibiotik serta pereda nyeri untuknya yang bisa kau tebus di mana saja."
Zachary memang terkesan acuh tak acuh terhadap Samuel baik itu kehadiran pria tua itu. Maupun ucapan pria itu.
Tapi sebenarnya pria itu mendengarkan ucapan dan berbagai jenis anjuran yang dikatakan Samuel. Tentu saja pria tua itu juga mengetahui kebiasaan buruk Zachary dan sudah terbiasa dengan tingkah menyebalkan pria itu. Mengingat ia adalah dokter pribadi Wincester bahkan sejak pria itu belum lahir.
Jadi kepribadian dingin seorang Zachary bukanlah hal baru baginya dan hidup di lingkungan yang keras sekaligus berbahaya tentunya membuat insting Samuel sangatlah tajam dan terasah karenanya.
"Terima kasih, Dokter." Tentu saja ucapan itu keluar dari bibir manis Rea dengan senyum canggung yang masih belum hilang dari wajahnya. Belum lagi sikap menyebalkan Zachary yang terkesan tidak sopan membuatnya merasa malu dan takut dokter itu akan tersinggung nantinya.
Samuel terkekeh melihat wajah canggung Rea. Tidak susah untuk menebak perihal apa yang tengah gadis itu khawatirkan. "Jangan hiraukan kekasihmu itu, Nona. Dia memang pria kaku yang menyebalkan. Jadi abaikan saja pria seperti itu. Lagi pula aku sudah biasa dengan tingkah menyebalkannya."
"Kalau begitu aku pergi. Dan kau, Nona Muda, jangan terlalu memaksakan dirimu, okay!" Ujar Samuel sebelum akhirnya pria paruh baya itu melangkah keluar diikuti oleh keempat suster yang senantiasa membuntutinya itu.
Sedangkan sepeninggalan Samuel, Rea melayangkan tatapan tajam pada Zachary karena tidak suka dengan sikap Zachary yang sangat tidak sopan menurutnya. "Kenapa bertingkah tidak sopan!" Serunya gemas.
Bukan gemas karena lucu. Melainkan gemas karena tingkah menyebalkannya. Lebih ke arah gemas karena terlalu menahan amarahnya dan ingin segera memberi pria itu pelajaran.
Zachary menghiraukan tatapan tidak suka Rea dan memeluk gadis itu. Lebih tepatnya mengukung Rea ke dalam tubuhnya yang seakan membungkus erat tubuh gadis itu. "Dia sudah biasa."
Rea mendelik mendengar jawaban santai Zachary. "Sudah biasa, sudah biasa, kepalamu! Yang namanya tidak sopan itu tidak bisa dijadikan kebiasaan bodoh!" Rutuknya sebal.
"Jangan marah marah. Ingat, kepalamu masih pusing. Marah marah hanya akan membuat pusing di kepalamu bertambah saja." Kalimat yang dikeluarkan oleh Zachary memang terdengar simple dengan nasehat di dalamnya.
Tapi itu malah membuat Rea menggerutu mendengarnya. "Memangnya kau pikir aku begini karena siapa? Apa aku yang mengemudi mobil dengan amarah sampai sampai hampir temu kangen dengan malaikat maut?!" Ucapan sarkasme Rea memang penuh sindiran yang telak menampar harga diri Zachary.
Tapi tetap saja. Ia merasa bersalah karena memang kecelakaan kecil ini adalah buntut dari amarahnya. Sehingga tanpa sadar pun ia mengeratkan pelukannya pada Rea dan mengubur wajahnya di ceruk leher gadis itu.
"Maaf."
○○○○○
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cute Supermodel
Romance"Kau itu milikku!!" desis seorang pria menatap geram gadis mungil dihadapannya ini. Gadis itu mengerutkan dahinya bingung. Dengan memiringkan kepalanya, dengan polos gadis itu bertanya pada pria didepannya itu. "Aku kan belum menikah, bagaimana bisa...