25. Taklif

176 27 6
                                    

Taklif
────
Penyerahan beban.

.

•·················•·················•

❛❛Aku, seseorang yang menyukai kesendirian tapi bukan kesepian dan menyukai kebersamaan tapi bukan keramaian.❞

•·················•·················•

Playlist kamu: Rewrite the stars~James Arthur, Anne Marie

Siang ini satu jam sebelum bel pulang menjerit, suasana sekolah jadi terasa menegangkan. Bukan karena nilai ujian, yang akan diumumkan besok tapi karena tadi siang setelah ujian kimia selesai aku ditarik oleh Jeno yang memberitahuku jika bunda Jisung datang kesekolah hari ini. Anak itu memang masih sekolah seperti biasanya. Tapi seolah tidak kenal, Jisung sama sekali tidak mengabariku bahkan sekedar menunggu digerbang depan sekolab. Dia dijemput ayahnya. Alias bocah itu diawasi ketat oleh keluarganya pun pihak sekolah. Sekolah memang memberi kesempatan untuk bocah nakal itu mengikuti ujian. Tapi setelahnya dia akan mendapat skorsing. Begitu kata Jeno.

Aku membawa Haechan ikut denganku, karena hanya anak itu yang setia duduk disampingku setelah ujian selesai sedangkan Jaemin dan Yangyang, aku rasa mereka menemui guru fisika karena nilai mereka dibawah KKM. Untungnya aku tidak hehehe. Tapi nilai Kimia ku yang jelek.

"Ingat jangan mengeluarkan suara sedikitpun!" Titahku pada Haechan, karena anak itu sangat susah menahan suaranya barang sedetik. Aku menempelkan kupingku pada tembok luar ruangan BK.

"Emang kedengeran?"

Aku menatap Haechan dan menggeleng. "Tidak Chan."

"Bodoh! Tembok ini terlalu tebal." Haechan menarik tanganku pada area depan dimana pintu kayu ruang BK itu berada. "Nih dari sini."

Aku nelotot. "Ishh.. Nanti ketahuannn!"

"Tidak akan. Aku yang jamin." Celetuknya menaikkan sebelah alisnya.

Aku menatap Haechan geli. Ekspresinya menggelitik perutku ingin muntah. "Cih sok sekali anda."

"Serius."

Aku tidak menggubris dan lebih memilih menempelkan telingaku pada daun pintu. "Masih tidak terdengar Chan."

Haechan meragukanku dan ikut membungkuk menempelkan sebelah kupingnya pada pintu. Tepat setelah pergerakan Haechan itu, suara Jisung barulah terdengar. Aku yakin itu suara Jisung.

"Tidak bun, ini bukan salah bunda." Suara Jisung dari dalam ruang BK. Dia terdengar sedikit marah. Aku rasa. Haechan menekan kepalaku lebih menempel pada daun pintu. "Bunda sudah membesarkan anak yang baik. Hanya saja dunia membuatnya menjadi brengsek."

"JISUNG!!"

Lalu setelahnya terdengar suara gebrakan meja. Membuat aku dan Haechan ikut kaget. Suasana didalam agaknya sangat menegangkan.

Midnight Memories (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang