32. Lassitude

173 24 18
                                    

Lassitude
─────
Kelelahan mental.

.

•·················•·················•

❛❛Terkadang, aku ingin pergi jauh darimu tetapi kamu terus berada di pikiranku dan pada akhirnya itu membuatku kembali lagi.❞

•·················•·················•

Aku keluar dari ruangan bu yoona dengan keadaan lesu. Ruangan kecil, yang menjadi saksi dari kenakalan-kenakalan yang di buat oleh murid-murid SMA Neo.

Berkali-kali aku membuang napas pelan didalam ruangan sempit itu membarikan jawaban-jawaban yang aku tahu dari pertanyaan yang diajukan oleh bu Yoona. Semua pertanyaan tidak jauh dari Jisung. Ya, memang alasanku dipanggil masih karena jakam itu. Ini seperti sebuah tombol otomatis sehingga namaku lah yang selalu ada jika jakam itu terlibat masalah.

Padahal kenyataannya aku sudah putus. Rasanya aku ingin mendeklarasikan lewat radio sekolah jika aku dan Jisung sudah putus dan aku tidak pernah melakukan sesuatu melebihi batas wajar diriku, lalu masalah-masalah yang dibuat selanjutnya tidak ada sangkut pautnya denganku.

Saat melewati ruang vocal, Jeje menarikku masuk ke dalam ruangan. Aku celingukan mencari bu Taeyeon, namun tidak ada. Aman pikirku.

Jeje menarikku pada satu meja yang sudah penuh dengan beberapa anak vocal, ada Felly, Daehwi, dan 2 teman mereka yang lain, tapi aku tidak mengenalnya. Entah aku yang terlalu kuper atau kah mereka yang tidak pernah keluar kelas. Karena selama hampir 3 tahun aku bersekolah, wajah mereka masih terlihat asing bagiku.

Aku mendudukkan bokongku pada satu kursi yang Jeje tarik, "Le sudah dengar berita?" Jeje bertanya lebih dulu, tatapan matanya menyiratkan sebuah kekhawatiran.

"Berita apa?"

"Jisung." Dugaanku benar. Pasti tidak jauh dari Jisung. Aku sedikit menyesal memutuskan dekat dengannya karena namaku mulai dikenali banyak orang dan juga tercemar oleh berita-berita buruk yang berkaitan dengan Jisung.

Aku mendesah, lelah rasanya, "Iya sudah."

"Kau sudah putus dengannya, kan?" Kali ini Felly yang bertanya untuk memastikan. Aku dan Felly memang agak dekat dibanding dengan Jeje sebenarnya tapi Jeje memang yang paling sering mengkhawatirkan seseorang. Dia anak yang sangat baik, hatinya tulus layaknya anak kecil. Walaupun jiwanya seorang petualang.

"Le jangan mau kalau diajak kembali." Jeje mengingatkan. Aku melirik dua orang lain didalam ruangan itu yang hanya diam mendengarkan pembicaraan kami. Dari yang aku rasakan, mereka terlihat mengasihani diriku yang masih saja terlibat oleh kasus perbuatan Jisung.

"Iya sudah lama Je, ly dan aku juga berpikir dua kali jika harus menerimanya kembali."

"Kau terlalu berharga untuk anak nakal seperti dia." Felly menepuk-nepuk bahuku, seolah tangannya membantu diriku untuk lebih kuat menghadapi semuanya.

Aku mengangguk sebagai jawaban. Aku pun tahu itu, aku pasti bisa menghadapi semua ini. Aku punya Jaemin, Renjun, Yayang dan Haechan lalu sekarang aku juga punya Felly dan Jeje. Aku tidak perlu takut jika seisi sekolah memandangku dengan tatapan aneh karena menganggap diriku buruk, hanya karena mantan kekasih dari seorang jakam sekolah. Itu hanya praduga mereka, aku sendiri yang harus mematahkan pandangan buruk mereka semua. Tidak ada gunanya jika aku hanya bergalau ria, yang ada malah aku menjadi terpuruk nantinya. Itu lebih menyeramkan.

"Tapi Fel, sekarang yang menjadi masalah. Namaku terlanjur buruk, mereka berpikir jika Jisung melakukan hal yang sama denganku. Padahal aku sama sekali tidak pernah melakukan hal begitu. Aku memang pernah menjadi pacarnya tapi aku masih tahu hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan."

Midnight Memories (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang