Buhul
─────
Sebuah ikatan..
•·················•·················•
❛❛Hanya berada didekatnya, menjadi pengagum rahasia dan tidak menginginkan lebih.❞
⚘•·················•·················•
.Perlahan, aku membuka mataku yang masih terasa sangat berat. Aku mengamati sekelilingku, pemandangan yang sama di setiap paginya.
Aku terbangun, senin pagi...
Dengan segala rasa malas aku merapikan sprei kasurku yang berantakan dan menyelipkan bedcover pada sela-sela kasur. Aku terduduk menatap langit-langit putih kamarku dengan lampu yang sudah padam. Kepalaku terasa pening, entah karena apa. Seketika sekelilingku berputar hebat, apakah vertigoku kambuh. Entahlah tapi rasanya pusing sekali.
Aku beranjak dari ranjang dengan berpegangan beberapa benda yang dapat aku raih untuk membantuku tetap berdiri menuju kamar mandi. Aku berpapasan dengan ibuku yang sedang memasak di dapur. Tapi aku pura-pura tegak agar tidak ketahuan jika aku sakit, bukan menyepelekam hanya saja aku lebih baik pergi sekolah dibanding harus dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan pidato panjang dari beliau. Membuatku semakin pusing.
Aku menatap diriku di cermin ada dua diriku didalam sana. Sontak aku memukul kepalaku agar bayangan itu menjadi satu lagi dan benar saja sehabis aku pukul penglihatanku kembali normal. Cantik, pikirku lalu berjalan menuju garasi untuk selanjuynya diantar ke sekolah dengan ayahku.
Ah! Hari ini akan menjadi hari yang sangat berat. Pikiran itulah yang sedari tadi aku tanam dalam otakku. Ditambah kejadian dua hari yang lalu. Akhirnya jisung berhasil berkenalan denganku secara resmi.
Seperti dugaanku baru aku keluar kelas, Jisung dari jauh sudah mengisyaratkan sebuah sapaan padaku dengan menggoyangkan tangannya diudara. Aku membalasnya hanya dengan sebuah senyum simpul lalu meraih lengan temanku untuk membantuku berjalan ketengah lapangan karena hari ini adalah hari senin. Waktunya upacara.
Barisanku terpisah 3 barisan lainnya dari kelas Jisung, jadi aku bisa melihat dia dengan jelas. Ah ataukah dia memang sengaja agar terlihat olehku. Aku melihat Jisung senyum-senyum gak jelas disana. Ugh membuatku agak malas meresponnya.
Dengan sedikit semangat aku melepaskan tautan lenganku dari teman disampingku, Haechan, dan mulai berdiri sendiri saat upacara ingin dimulai.
"Le, lebih baik ke UKS yuk. Kau seperti jelly kelebihan air"
Sontak aku memandang Haechan "maksudmu?"
"Letoy" balasnya diselingi tawa darinya dan beberapa temanku yang lain disekitar kami.
Aku menggeram tidak senang lalu memukul jidat Haechan agar dia berhenti tertawa. Teman kesusahan malah jadi bahan bercanda.
Masa bodo dengan Haechan aku mengembalikan titik fokusku kedepan menatap manusia-manusia yang akan memimpin upacara bendera, senin itu. Semua sudah siap di tempatnya hanya tinggal para muridnya saja yang sejak tadi masih konser masing-masing.Aku melirik Jisung, ugh anak itu masih saja menatapku membuat setiap pergerakanku menjadi salah tingkah. Masalahnya, dia sangat tampan. Aku tidak bisa menangani gejolak jantungku yang tiba-tiba saja terpacu cepat. Membuat nafasku seketika sesak. Ah tunggu, apakah ini efek dari vertigo atau hormon endorfinku yang sudah menyentuk otak.
"Le! Jisung menatapmu terus-menerus"
Aku meraih lengan Haechan saat merasakan detak jantungku makin terpacu cepat dengan tangan satunya memegang perutku. Efek dari semua yang aku alami membuatku ingin muntah. Rasa mual memenuhi kerongkonganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Memories (End)
Teen FictionSuka cerita ini? you can follow me for more stories♡ Kenangan itu datang ketika aku tidak meminta kehadirannya. *** Aku, Wong Chenle akan menceritakan tentang dia, pria yang tiba-tiba saja hadir disetiap lembaran hari-hariku. Sosoknya seperti noda...