5. Rundung

288 39 2
                                    

Rundung
─────
Seorang yang mengganggu terus-menerus.

Playlist kamu: Take me down~The Rose

.

•·················•·················•

❛❛Jika manusia dapat memilih takdirnya sendiri, tentu tidak ada seorang pun yang menginginkan perpisahan menyakitkan. Entah, apakah ini akan menjadi jatuh cinta atau hanya permulaan dari kehilangan-kehilangan lainnya?

•·················•·················•
.

Pulang sekolah adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh semua siswa. Selain dapat keluar dari kesumpekan kelas, kita juga dapat saling bertukar cerita tentang apa saja yang dialami didalam kelas pada teman-teman akrab baik di kelas yang sama ataupun tidak.

Semua siswa-siswi berlari-lari kecil dari area kelas menuju gerbang sekolah, termasuk aku, tapi dengan berjalan lesu dan sialnya menuju perpustakaan. Ya, disaat semua orang bersuka-ria menuju rumah masing-masing. Aku malah harus menghabiskan waktu sore berhargaku dengan kerja kelompok di perpustakaan terlebih dahulu. Jika kalian tanya dimana Jaemin dam Haechan, mereka sudah asyik pulang duluan dengan menggodaku sebelum keluar kelas tadi. Mereka tidak satu kelompok denganku. Beruntunglah mereka yang tidak terpisah.

Aku mendapatkan kelompok dengan teman-teman yang sangat ambisius. Itu sebabnya kelompok milikku langsung mengajak kerja kelompok, tidak tanggung-tanggung perpustakaan menjadi spot pilihan mereka padahal aku lebih mengharapkan kantin.  Padahal tugasnya masih dikumpulkan seminggu lagi. Coba itu, masih seminggu lagi. Andaikan kelompoknya tidak ditentukan oleh guru, aku pasti memilih berkelompok bersama temanku yang satu frekuensi denganku. Walaupun akhirnya malah mendapat hukuman karena lupa mengerjakan.

Sekali lagi aku menarik napas panjang. Menikmati hembusan angin sore yang masih hangat karena terik matahari. Aku menatap sendu seisi sekolah. Lapangan sudah sepi, mereka semua benar-bener pulang ke habitatnya masing-masing. Mungkin teman-teman satu kelompok milikku sudah berkumpul di perpus dan aku yang terakhir sampai.

"Hai Chenle ... Ingat aku kan?" Seketika tubuhku menegang. "Aku Jisung kalau dipanggil, nengok" Jakam itu tiba-tiba berbisik ditelingaku dari belakang.

Sontak aku langsung menoleh. "Kamu?!" Jakam itu sudah ada dibelakangku dengan tas Jansport putih namun penun noda. Aku bingung, kenapa dia harus memilih warna putih jika akhirnya menjadi abu-abu warnanya.

"lya, ini aku!" Jisung memamerkan gigi-gigi rapihnya. "Aku orangnya gak mau sombong."

"Terserah." Aku membuang pandanganku dari Jisung, meneruskan langkah beratku menuju gudang ilmu. Tidak lain dan tidak bukan adalah perpustakaan.

"Le tebak deh hari ini aku mau ketemu siapa hayo?"

"Tuhan" Aku menjawab asal pertanyaan Jisung. Sejujurnya aku malas menanggapi anak nakal itu. Tapi dia malah mengikutiku terus.

"Eh sembarangan. Aku kan masih mau hidup bareng kamu"

Aku kembali menghentikan langkahku menoleh tajam pada Jisung. "Aku tidak suka anak nakal!" Sedetik kemudian aku melanjutkan langkahku.

Aku bingung, sebenarnya aku dan Jisung itu sudah berpacaran atau belum. Aku sama sekali tidak menganggap dia sebagai pacarku tapi dia terus menerus mengatakan hal konyol padaku. Aku ingin mengakhiri ini tapi aku takut jika nasibku menjadi buruk nantinya.

"Senakal-nakalnya aku, kalo denger suara adzan tetep musiknya aku pause dulu walaupun gak sholat ehee"
Aku membalas omongan Jisung dengan sebuah dehaman tanpa menoleh kearahnya. Berharap anak nakal itu lekas pergi karena merasa diacuhkan dan membiarkan aku jalan sendiri. Karena sungguh suasana hatiku sedang buruk. Jadi, bukan karena aku jahat. Ya walaupun aku merasa tidak enak sudah memperlakukannya seperti itu.

Jisung tiba-tiba saja mengusak kepalaku lembut, merapihkan rambut-rambutku yang tertiup angin dan aku membiarkannya saja walaupun agak tidak nyaman. "Le tau gak? Dulu aku pernah nemu orang yang lebih baik dari kamu, tapi sengaja aku tolak"

"Lah kenapa?" Aku melirik Jisung yang lebih tinggi dariku. Tangannya masih merapikan rambutku.

Langkah Jisung terhenti membuatku otomatis menghentikan kakiku juga. Jisung memegang kedua pundakku. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. "Soalnya itu bukan kamu." Bisiknya tepat dihadapan wajahku. Aku mengerjap dua kali. Jisung kembali mengusak rambutku. Kali ini dengan sebuah cengiran gemas.

"Ish ngapain sih ngelus kepala mulu. Risih tau!" Hardikku menghempaskan tangan Jisung dari kepalaku. A, aku aku jadi salah tingkah. Kenapa pria nakal itu jadi tampak mengagumkan seperti ini. Aku menundukan kepalaku lalu kembali berjalan cepat menuju perpus. Oh iya, letak perpusku itu di gedung baru yang ada di dekat gerbang utama. Jadi, aku harus berjalan cukup jauh dari letak gedung kelasku.

"Kamu diem terus. Aku cuma mastiin di kepala kamu gak ada pakunya...hehe masa aku pacaran sama Kuntilanak, kan serem walaupun aku sayang"

Aku refleks memukul dada Jisung setelah dia berucap. Menyebalkan anak itu, baru saja dia membuatku terpesona lalu...... Akhh apa itu, masa aku di samain dengan huntu, padahalkan aku lebih cantik. Sedikit.

Jisung mengusap dada bidangnya pelan. Kekehan halus keluar dari bibirnya. Aku menghindarinya untuk melanjutkan perjalananku menuju perpus, tapi Jisung merentangkam tangannya. "Aku salah mulu perasaan dimata kamu, oke...mulai sekarang aku pindah kehati kamu. Titik!" Dia berjalan mundur, wajah dibuat serius menghadap kearahku dengan telunjuk yang menunjuk tepat pada dadaku.

"ih jangan tunjuk-tunjuk." Pekikku nyaring menutup area dada.

"Eh! Bu, buk itu maksudnya." Aku mendelik sinis kearah Jisung dan dia terlihat mengusak rambutanya salah tingkah.

"Pulang sana, jangan ganggu! Hush hush"

"Tapi nanti aku sendirian." Wajah Jisung berubah sedih.

"Masa jakam takut sendirian. Gak ke--ren!"

"Iya emang. Hem kata bunda juga gitu. Aku gak bisa hidup mandiri, awalnya aku gak percaya Le. Tapi sekarang aku percaya. Soalnya aku butuh kamu"

"Aish..." Aku menghentakkan kakiku cukup kencang pada bumi. Aku sudah bilang kan jika sedang dalam suasana emosional dan Jisung malah menggodaku. Aku memutar bola mataku. "ADA LEBIH DARI 7 MILYAR ORANG DI DUNIA INI DAN KAMU MILIH AKU JADI ORANG YANG KAMU SUKA?!" Aku kelepasan berteriak dihadapan wajah Jisung. Walau wajah dia lebih tinggi dariku.

Jisung masih tidak paham jika aku marah dan dia malah tampak berpikir, tangannya diletakan pada dagu. "Iya ya, aku juga heran, bumi seluas ini tapi aku maunya cuma sama kamu doang." Sautnya dengan suara dan wajah setenang mungkin.

"Aish!!!" Aku mendengus kesal pada Jisung. Lalu sedikit berlari masuk ke dalam perpustakaan dan menutup pintu untuk menghindarinya.

"CHENLE TENANG SAJA, KAMU SUDAH AKU ANGGAP PACAR KOK!" Jisung berteriak. Langkahnya berhenti tepat dihadapan pintu perpus.

Tidak ada kesan seram sama sekali dari diri Jisung, yang katanya jakam sekolahku. Bahkan setelah aku membentaknya. Dan.. dan.. aku tersenyum dibalik pintu. Dadaku berdegup kencang dengan napas tak beraturan. Hampir saja kakiku tak menapak pada bumi karena melambung tinggi oleh ucapan gombal jakam itu. Aku terkesan dengannya dan itu tidak boleh sampai terlihat olehnya.

Tidak boleh! Misi ku adalah membuatnya berhenti dan mencari gadis lain.

.

♧⌞⌝⌟⌜⌞⌝⌟⌜⌞⌝⌟⌜⌞♧

.

❛❛Denganmu. Aku adalah kekacauan yang indah.❞

Midnight Memories (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang