Dersik
─────
Desiran angin.Playlist kamu: It's you ~Ali Gatie
.
•·················•·················•
❛❛Saat-saat mengenalmu adalah sebuah tidur nyenyak.
Mengetahui dirimu lebih dalam mungkin menjadi mimpi buruk ketika bersamamu adalah hal yang menyakitkan.❞
⚘
•·················•·················•.
Tepat saat sampai keluar dari gang sekolahku Jisung menahan tanganku untuk berjalan kearah halte bis. Pandangan pria itu mengarah pada tebe disebelah kanan dari gang. Jika dari posisi kami, harus menyebrang dulu kalau mau kesana. Aku tau dia pasti melihat suasana tebe. Masih terdapat banyak temannya atau tidak.
Aku ikut melihat arah pandang Jisung. "Kenapa?" Tanyaku sekedar basa-basi padanya.
"Sudah pada pulang ternyata." Jisung menjawab tanpa menoleh. Tangannya masih memegang tanganku erat-arat. Mungkin takut hilang.
"Emang kamu mau ngapain?"
"Mau nyapa aja biar gak disangka sombong." Jawabnya menoleh kearahku lalu berjalan kearah halte bis yang sudah sangat sepi.
Jelas juga sepi karena jam pulang sekolah sudah lewat 3 jam yang lalu. Aku kembali merutuki kelompok belajar milikku yang sangat ambisius. Harusnya sepulang sekolah aku masih dapat beristirahat sekitar 3-4 jam sebelum membuka buku lagi untuk mengerjakan PR atau sekedar mengulas pelajaran.
"Begitu?"
"Iya. Walaupun aku punya kamu sekarang, tapi tetap tidak boleh lupa sama temen."
"Emang mau ngapain juga bisa sampai lupa." Aku mendesis, sedikit sebal dengan ucapannya.
"Apaan?"
"Eh enggak Kamu laper gak?" Aku bertanya random karena takutnya Jisung bisa mendengar yang aku ucapkan secara spontan tadi. Sungguh itu diluar sadarku. Memang aku terlahir sedikit nyinyir jadi hampir tiap yang menurut pandanganku aneh maka bibirku secepat kilat mengomentarinya. Apapun itu.
"Kan aku udah-"
"Oiya kamu udah makan pempek ya. Baru mau aku tawarin lagi siapa tau kamu udah laper."
"Kan itu dari aku."
"Tapi kan udah punya aku. Terserah aku dong."
"Iya Le iya." Jisung sebisa mungkin menyunggingkan sebuah senyum tipis.
"Eh bisnya datang." Aku mengalihkan pembicaraan sangat tidak jelas itu. Semoga Jisung tidak menganggapku aneh dan akhirnya ilfeel denganku.
Eh atau biarkan saja Jisung ilfeel itu malah bagus. Aku tidak perlu repot-repot mencari cara lagi agar jakam itu tidak mengganguku. Tanpa sadar aku menyunggingkan senyum tipis. Ada desiran rasa senang dalam hati.
Pintu bis otomatis terbuka lebar. Semua mata yang sudah lelah, sangat lelah, hampir lelah, tidak lelah dan mata naif yang berusaha mengintimidasi agar aku dan Jisung tidak naik bis karena sudah penuh, menyambut kami. Aku sampai bergidik ngeri dibuatnya. Sorot mata mereka menjadikan kami seolah tersangka pembunuh berantai yang mayatnya dimutilasi lalu dibuang ke laut untuk menghilangkan jejak. Padahal ini perihal space bis dan waktu pulang. Mata-mata itu sangat jahat. Untung ada Jisung yang menyelamatkanku dari sorot mengerikan itu. Pria itu dengan wajah dinginnya tak mempedulikan pandangan jahat yang mengarah pada kami. Jika aku hanya sendiri, mungkin besok aku baru akan pulang karena takut masuk ke dalam bis. Lebih merasa tidak enak sih, karena aku yang membuat bis semakin penuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Memories (End)
Teen FictionSuka cerita ini? you can follow me for more stories♡ Kenangan itu datang ketika aku tidak meminta kehadirannya. *** Aku, Wong Chenle akan menceritakan tentang dia, pria yang tiba-tiba saja hadir disetiap lembaran hari-hariku. Sosoknya seperti noda...