Kenes
─────
Seseorang yang aktif.
Playlist kamu: Day 1 ~ Honne ♬
.
•·················•·················•
❛❛Tidak ada larangannya memilih mencintai seseorang yang tidak mencintaimu. Jika masih mau menunggu, itu hak-mu.❞
⚘
•·················•·················•Beberapa hari telah berlalu dan jisung benar berhenti. Dia sama sekali tidak mengirimkan pesan teksnya lagi padaku dan aku tidak peduli.
Siang ini cuaca tampaknya sedang bersahabat dengan para murid laki-laki di sekolahku. Matahari tertutup awan membuat udara sejuk tapi tidak hujan, hanya mendung saja dan sedikit berangin membuat sebagian siswa laki-laki bermain bola dilapangan. Padahal sudah dilarang tapi tetap saja mereka main. Pantang berhenti sebelum bola diambil, moto mereka.
Aku keluar kelas berniat mencari Haechan dan Jaemin yang sedari tadi pergi tanpa mengajakku dan aku tidak tau mereka kemana karena saat Haechan kembali dari ruang guru dia langsung menarik tangan Jaemin yang sedang mengobrol denganku dan aku hanya bisa memandang mereka pasrah. Agak susah memang berteman dengan tiga orang. Karena salah satunya sering terlupakan tanpa engaja.
Sampai diluar kelas aku tidak melihat siapapun hanya beberapa teman sekelasku yang sedang duduk di emperan kelas dan beberapa siswa nakal yang sedang bermain bola dibawah langit mendung itu. Aku bisa lihat si jakam itu sedang bermain bola juga, entahlah posisinya apa yang jelas dia sedang berlarian disana dengan cengiran bahagia menghiasi wajahnya dan itu sukses membuat diriku menghangat lalu ikut tersenyum.
Aku mendongakkan kepalaku berniat untuk kembali kekelas sampai aku menyadari jika sebuah bola mengarah kepadaku sangat cepat, bahkan rasanya aku tidak sempat menghindar, jadi aku hanya memejamkan mataku berharap dapat meringankan rasa sakit ditambah malunya.
Sedetik kemudian......
Seharusnya saat ini bola itu sudah mengenai wajahku. Tapi aku tidak merasakan apapun. Apakah aku pingsan ataukah ini yang dinamakan mati.....lucu, mati karena ke senter bola tepat diwajah.
Tapi apakah semudah ini mati? Bahkan aku tidak merasakan sakit sama sekali.
Aku membuka perlahan dua kelopak mataku yang sengaja aku pejamkan karena takut akan tamparan keras dari bola itu.
Dihadapanku terpampang sebuah punggung lebar itu artinya pria ini menjadi tamengku dari bola itu, pria itu terbongkok dengan satu tangan bertumpu pada lutut dan tangan lainnya sedang memegang dadanya dengan napas terengah. Sepertinya bola itu mengenai dadanya. Seketika rasa khawatir menyelimutiku, takut jika pria ini mengalami serangan jantung mendadak. Lalu mati, kan tidak lucu jika aku dituduh membunuh padahal aku memejamkan mata.
"K, kau baik-baik saja?" Tanyaku mensejajarkan wajahku dengannya.
Dia lagi, batinku saat wajahnya menoleh kearahku. Jisung yang menyelamatkanku, entah ini kebetulan yang disengaja ataukah sebuah takdir.
Pria bermarga Jung itu meraih tanganku lalu diletakan pada dadanya, aku bisa merasakan degupan jantungnya yang sangat keras dan juga cepat seolah jantung itu bisa saja keluar dari tempatnya karena degupannya yang begitu cepat. Aku sampai merinding.
"Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta." Cetusnya yang bagiku terdengar sangat asal bicara. Padahal aku sudah sangat khawatir karena degupan jantungnya itu tapi dia, ucapannya malah membuatku jadi jengkel.
Aku, wong chenle telah melewati 16 tahun hidupku sebagai manusia pada umumnya. Ya, setidaknya itulah yang aku rasakan. Hingga sosok dihadapanku ini datang dengan tujuan yang tidak jelas dan baru saja dia menolongku dari sebuah bola yang mengarah padaku.
Rasanya seperti mimpi buruk!
Aku memalingkan wajahku dan melangkahkan kakiku menuju kelas. Kalau para siswa itu terutama haechan dan jaemin menyadari ada yang tidak beres dengan hubunganku dan jisung gimana, ya? Pasti buruk. Aku menoleh untuk melihat lelaki bermarga jung itu, sebuah senyum manis menghiasi wajahnya sepanjang ia kembali berlari menuju tengah lapangan.
"Lelee, apa kau baik-baik saja?" Tanya jaemin membolak-balik tubuhku lalu membawaku duduk manis dikursinya.
"Na, aku tidak apa apa" protesku pada jaemin yang masih sibuk mencari bagian tubuhku yang luka. Padahal jika terlukapun seharusnya ada di wajah karena bola tadi mengarah ke wajahku.
"Serius?" Tanyanya langsung menghembuskan napas lega "maaf tadi aku meninggalkanmu ke toilet, haechan menariku." Gerutunya dengan wajah cemberut yang imut.
"Terus haechannya mana?"
"Aku tinggal saat dengar dari anak-anak jika kau kena bola"
"Hah gawat, kau tau kita dalam masalah!"
"Apa?"
"Dia akan mengomel 24/1"
"NANAAAAA!" Baru dibilang, haechan sudah muncul didepan pintu dengan dada yang naik turun, terlihat sekali anak itu menahan emosi.
Sontak aku langsung memasang tubuhku sebagai tameng agar Jaemin tidak mendapatkam semprotan hujan lokal dan juga pukulan-pukulan manja yang dilakukan Haechan secara membabi buta. Gadis itu jika sudah kesal memang tidak tanggung-tanggung. Dia akan melepaskan sekaligus amarahnya sampai habis.
"Chan, Chan ampun. Aku tadi buru-buru ingin melihat Lele. Kau tidak taukan dia hampir kena bola"
"Kok bisa? Gimana? Coba cerita!" Pinta haechan melupakan emosinya tadi. Ia lebih tertarik pada cerita dariku.
Plus minus untukku, plusnya haechan tidak jadi berceramah panjang lebar, minusnya aku harus menceritakan kejadian yang bahkan tidak bisa dibilang sebuah periatiwa menarik karena memang tidak penting. Hanya aku yang hampir kena bola, apa pentingnya? Jaemin saja yang terlalu mendrmatisir. Ah bahkan mereka berdua selalu mendramatisir jika peristiwa itu berhubungan denganku, itu karena aku yang termuda diantara mereka dan mereka selalu menganggapku anak kecil atau bayi mereka.
.
♧⌞⌝⌟⌜⌞⌝⌟⌜⌞⌝⌟⌜⌞♧
.
❛❛Pernahkah kamu hanya melihat seseorang dan hatimu menjadi hangat?❞
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Memories (End)
Teen FictionSuka cerita ini? you can follow me for more stories♡ Kenangan itu datang ketika aku tidak meminta kehadirannya. *** Aku, Wong Chenle akan menceritakan tentang dia, pria yang tiba-tiba saja hadir disetiap lembaran hari-hariku. Sosoknya seperti noda...