Wiyata
─────
Pelajaran..
•·················•·················•
❛❛jika kita tak mungkin bertahan. Izinkan aku merangkai rindu menjadi karangan bunga sebagai ucapan sebuah perpisahan.❞
⚘•·················•·················•
Sore ini,
Aku, dalam ingatan redup. Semua terputar kembali. Mengapa terasa semakin sulit lagi? Apakah pria itu sungguh menyesal? Ataukan hanya merasa kesepian?Kenapa begitu mudah baginya? Sore itu seperti biasanya aku hanya berjalan pulang sendirian, menyusuri jalan yang setiap jengkalnya membuatku teringat pada satu nama. Terlalu banyak kenangan di jalan ini, tapi aku pun enggan melewati jalan lainnya.
Aku tidak tahu. Kenapa setelah semuanya, pria itu kembali mendekat?
Dia ada disana. Ditempat yang sama. Dibawah lampu jalan berpendar redup dekat gubuk bekas penyulingan minyak. Tempat ketika aku berteduh tiap kali hujan datang.
Ini sudah hari ke-7 nya hanya diam menungguku. Tidak ada niat mendekat atau sekedar menahanku untuk berbicara. Aku berdiam diri menatapnya dari jarak yang lumayan jauh. Pria itu masih memakai pakaian sekolahnya sama sepertiku. Kemeja putih dengan dasi dan kerah yang semakin terlihat berantakan ditiap harinya ketika aku melihat dia berdiri disana namun kali ini dengan wajah yang babak belur.
Jisung
Ada apa dengannya?
Lelaki itu berlari dengan merentangkan tangannya. Matanya sedikit merah dan berair. Sebuah senyum tipis dengan tatapan cemas dia berikan. Jika dihari-hari sebelummya aku selalu menekankan pada hatiku untuk berlari sekuat tenaga menghindarinya, kali ini aku putuskan tidak. Aku akan mendengarnya.
"Maafkan aku." Bisik pria itu memeluk tubuhku yang baru datang mendekatinya. Aku sedikit terkejut tapi aku membiarkannya saja. "Beri aku kesempatan... Semua ini membunuhku." Lanjutnya semakin mengeratkan perlukannya.
"Untuk apa? Aku hanya akan melihatmu sore ini. Untuk memastikan bahwa kamu baik-baik saja." Aku menelan liurku yang terasa menumpuk ketika tidak sengaja memcium aroma maskulin dari tubuh Jisung persis aroma ketika aku berdekatan dengannya pertama kali ketika di bis. Aku merindukan pria ini. "Kau terlihat kacau, ada apa?" Tanyaku, perasaanku sudah sangat baik sekarang. Aku menerima segalanya dan membiarkan hatiku merelakannya.
"Aku mohon. Maafkan aku"
"Untuk apa Jisung? Aku sudah tidak memilikimu. Kamu tidak perlu meminta maafku. Kamu bebas sekarang, Jisung." Jawabku masih mencermati situasi dan belum membalas pelukan pria bernama Jisung itu. Hanya berdiri mematung.
"Aku tidak menyadari betapa beratnya perpisahan.... Aku benar-benar egois karena mengabaikan air matamu...
Aku pikir, aku tidak peduli dengan perpisahan tapi ternyata tidak mudah meninggalkan kebiasaan. Aku berpikir di tiap malamku tapi kenangan itu, semua terasa nyata. Mengapa semakin tajam lagi?" Pria itu mengeratkan pelukannya. Air matanya mulai jatuh tak tertahan oleh kelopak matanya. Ini pertama kalinya aku melihat jakam itu menangis.
"Aku jatuh, aku kehilangan, aku sendirian... Ini aneh, penyesalan itu selalu ada meski aku melupakannya setengah mati. Apa Tuhan sedang menghukumku?"
"Tapi aku melihatmu baik-baik saja dengan semua temanmu. Bahkan dengan Jena."
"Di balik kebebasan dan status hubungan baru aku merasa tetap kosong. Aku mencari hiburan kesana-kemari untuk membuatku lupa pada dirimu. Tapi aku sadar, kamu merupakan bagian terbesar dari duniaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Memories (End)
Teen FictionSuka cerita ini? you can follow me for more stories♡ Kenangan itu datang ketika aku tidak meminta kehadirannya. *** Aku, Wong Chenle akan menceritakan tentang dia, pria yang tiba-tiba saja hadir disetiap lembaran hari-hariku. Sosoknya seperti noda...