Kirmizi
─────
Cahaya kemerahan saat senja.•·················•·················•
❛❛Hari ini aku melepasmu,
Mari kita berdamai dengan masa lalu.
Kamu dan masa laluku,
Aku dan masa lalumu.❞
⚘
•·················•·················•Cukup sulit menghindari jakam sekolahku itu, dimana saja sosoknya selalu saja muncul. Apa dia sengaja agar aku selalu ingat padanya.
Sore itu, sehabis pelajaran terakhir selesai, aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku mampir dulu ke alun-alun untuk membeli takoyaki langgananku. Tempat itu sangat terkenal diantara stand tako yang lainnya. Penjualnya sudah turun-menurun mewarisi resepnya. Sebenarnya ada toko tetapnya tapi terlalu jauh jika ditempuh dari sekolahku. Jadi aku harus menunggu seminggu sekali untuk mencicipi takoyaki kesukaanku itu. Jarak alun-alun dari sekolahku hanya sekitar setengah kilometer saja.Saat ini mungkin baru tepat jam empat sore, atau kurang, atau lebih. Aku pikir tidak terlalu penting jam berapa sekarang toh aku pulang dengan Renjun, tidak perlu cemas akan berhimpitan di bis jika pulang terlalu malam. Aku dapat bernapas lega Renjun membawa motornya. Aku masih tidak boleh membawa motor sendiri, itu karena aku pernah menabrak tiang listrik dan setang motornya sampai masuk diantara sela-sela tiang listrik beton dan besi yang sangat sempit itu. Aku juga masih bingung bagaimana caranya setang itu bisa masuk. Tapi setelah itu tangan kiriku tidak bisa digunakan selama seminggu lebih karena tulangnya bergeser. Aku rasa itu menjadi alasan terkuat diriku tidak boleh membawa motor sendiri.
Aku mendongak menatap langit sore. Matahari sudah mulai bercampur warna diawan antara orange dan biru tua menjadi pantulan kemerahan. Warnanya tidak seperti biasanya, ini baru jam empat tapi langit nampak lebih cepat menggelap, mungkin efek mendung tadi siang namun tidak hujan. Itu menyenangkan, melihat keindahan warna kemerahan pada senja hari. Hal yang jarang terjadi di daerah perkotaan bukan.
"Le bukannya itu Jisung ya?" Renjun berbisik.
"Hah mana?"
"Itu yang lagi nyanyi di tengah alun-alun." Jelasnya menunjuk satu spot yang sedang ramai oleh orang-orang yang ikut bernyanyi.
Aku menggeleng. "Salah orang kali, mana mungkin jakam itu bisa nyanyi dan buat apa juga bernyanyi ditengah alun-alun." Sosok penyanyi berada ditengah-tengah jadi aku tidak tahu pasti itu Jisung atau bukan. Dan aku tidak terlalu peduli jika seandainya itu benar Jisung.
"Coba lihat lebih dekat dulu." Kekeh Renjun menarik tanganku, untuk membuktikan bahwa yang diucapkannya benar. Renjun itu tidak pernah salah, ingat! Jikapun salah, itu pasti aku yang salah. Begitulah prinsip Renjun.
Suara petikan gitar mengiringi suara bass dari si penyanyi sudah terdengar dari posisiku yang lumayan jauh. Aku sengaja mengambil tempat terjauh agar jika itu benar Jisung, aku tidak akan malu dan salah tingkah, karena aku tidak bisa mengkoordinir tubuhku sendiri jika sudah gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Memories (End)
Teen FictionSuka cerita ini? you can follow me for more stories♡ Kenangan itu datang ketika aku tidak meminta kehadirannya. *** Aku, Wong Chenle akan menceritakan tentang dia, pria yang tiba-tiba saja hadir disetiap lembaran hari-hariku. Sosoknya seperti noda...