Suasana kelas di penghujung masa-masa berakhirnya kehidupan sekolah menjadi suatu yang sangat berarti bagi mereka para siswa. Merekam segala jenis kegiatan agar menjadi moment untuk terabadikan kelak ketika telah beranjak meninggalkan masa-masa terindah ini. Tidak hanya mengenai moment yang harus diabadikan kedalam memori otak agar selalu teringat kelak, namun tentunya otak dipaksa untuk bekerja lebih keras dari porsi biasanya. Memaknai segala kerumitan akan masa depan, memahami buku tebal yang berisi ribuan kata rumit yang mau tak mau harus dimengerti. Kata-kata dibuat banyak kiasan agar kita mencari makna dibalik kata tersebut."Jess!!" Lirih seorang siswi yang duduk dengan gelisah, terlihat juga tangannya memijit pelan bagian depan kepalanya.
Tidak tau lirihan syarat akan kekhawatiran itu memaknai lelahnya pendengarannya akan penjelasan seorang wanita berkacamata dengan list merah ketuaan di bagian gagang ujungnya itu, yang terlihat tak henti-hentinya mengulangi kata perkata mengenai materi sinonim dan antoni. Papan yang semulanya putih bersih hingga kini terpenuhi banyak coretan-coretan panjang, satu panah terhubung ke panah lainnya. Banyak kata-kata yang dilingkari, lalu panah penjelasan menyusul menjabarkan sederetan makna mengenai kata yang dilingkari tersebut. Atau sebenarnya terdapat makna tersembunyi lain yang belum diketahui akan maksud panggilan lirih tersebut?
Atensi siswi lain yang duduk tepat di bangku sebelahnya teralihkan. Pandangan yang semula fokus menghadap depan kini berganti menuju arah samping sepenuhnya.
"Hmmm?" Gumanannya sebagai jawaban akan panggilan sebelumnya. Alisnya terangkat menandakan kebingungan yang kentara.
"Pandangan gua gelap," Suara lirih yang kembali keluar dari mulut siswi yang semula sibuk memijat ujung kepalanya itu menandakan jika keadaannya sedang tidak baik.
Tentu saja kepanikan merayapi siswi lain yang diajaknya bicara tersebut.
"Mata gue kenapa?" Pertanyaan yang syarat akan kefrustasian itu semakin membuat suasana kurang kondusif di bangku belakang, terpojok tepat di barisan paling pinggir kiri kelas 12 IPA 2.
Barisan pojok itu berisikan dua perempuan, satu duduk di pojok jendala perawakannya tergolong tinggi untuk ukuran perempuan seusianya. 165 cm, termasuk tinggi bagi remaja Asia, meskipun tidak terlalu tinggi-tinggi sekali, standar. Kulitnya putih cerah, dengan kedua bola mata yang berukuran bulat lebih besar dari manusia biasa, ditambah tahi lalat yang menumpang tumbuh tepat di samping antara bulu mata bagian kiri atas dan bawahnya yang terlihat menukik lentik tertarik keatas, menambah kesan girly dan manis diwajahnya. Jessa namanya. Nama itulah yang keluar dari mulut temen-temennya jika memanggil dirinya. Sama halnya dengan perempuan disampingnya yang tadi memanggil dirinya dengan panggilan itu.
Perempuan yang sejak tadi terlihat kurang menikmati masa akhir pembelajaran, dikarenakan kondisinya yang kurang baik. Perawakannya berbeda dengan perempuan sebelumnya, ia terlihat lebih pendek. Kulitnya pun tidak putih, tergolong sawo matang. bulu matanya pun tidak cantik seperti wanita sebelumnya yang lentik tertarik keatas. Dirinya mempunyai bulu mata yang turun malu-malu untuk menampakkan kecantikannya. Tingginya tidak sampai 160. meskipun hampir saja mendekati angka tersebut, 159 cm. Shana. Dishana namanya, nama yang terkadang menjerumuskan dirinya sendiri kedalam malapetaka.
"Lo pusing dengerin penjelasan Bu Asih yang nggak kelar-kelar itu, kaliikk!" Seloroh Jessa berusaha memberikan sugesti. Namun, gelengan lemah terlihat. Pertanda jika ucapan itu tidaklah benar.
"Coba Lo liat kedepan." Perintah Jessa kembali memastikan.
Tampilan depan, dimana papan tulis yang berisi coretan kata-kata menjadi fokus Shana saat ini. Namun, penglihatannya buram, seperti hasil jepretan photo yang tidak High Definition. Bahkan, Bu Asih yang telah kembali duduk ketempat singgasana kebanggaannya sulit ditemukannya. Padahal tatapan tajam dibalik kacamata persegi yang dapat menghunus siapa saja yang bersikap tidak sesuai keinginannya, pun sulit dilihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dishana
Teen FictionIni tentang Dishana, perempuan yang memiliki nama ambigu sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman. Ini juga tentang di sana, dimana yang terlihat tertawa belum tentu bahagia, menangis belum tentu menderita. Dishana, di sana? Terdengar sama, namun...