bagian delapan belas

1.2K 202 37
                                    


Hari ini Shana dan kedua temannya—Bina dan Jessa baru saja menyelesaikan perkuliahan. Berencana mengunjungi acara pamaren dan stand bazar UKM. Terhitung awalan semester untuk mahasiswa baru banyak sekali kegiatan yang diselenggarakan untuk memudahkan para mahasiswa baru tersebut mengenal dunia perkuliahan sebenarnya.

"Rame juga, ya." Guman Jessa melihat berbagai stand dengan berbagai dekorasi kreatif setiap ukmnya.

"Gue kira jam-jam gini orang-orang pada lagi sibuk kuliah." Balas Shana ikut merasa takjub melihat banyaknya manusia. Mengingat sekarang sekitar pukul duaan.

"Gue sampe bingung kalo gini, gimana cara bedain kating sama temen seangkatan." Frustasi Bina.

"Lo liat aja deh, orang-orang yang make pdh tuh." Tunjuk Jessa kearah salah satu perempuan memakai baju pdh ukmnya. "Berarti dia kating."

"Yeay itumah gue juga tahu! Lo pikir gue bego-bego amat! Maksud gue emang semua kating make pdh, nggak kan? Nah itu, bedainnya gimana?"

"Lo liat aja muka si Shana. Atau jangan Shana deh, Lo ambil kaca liatin muka Lo. Pasti Lo ketemu jawabannya." Penjelasan Jessa tidak membuat Shana dan Bina paham. Otak mereka seakan bekerja dengan lamban untuk mencerna ucapan itu.

"Hah? apaan sih, nggak nyambung Lo!"

"Lo yang nggak ngerti, otaknya kecil sih makanya suka nggak nyambung sama omongan orang." Kesal Jessa.

Shana mendengar ucapan Jessa jadi teringat ucapan Asha ketika perdebatan mereka kemarin. Mengingat itu membuat Shana menegang, memikirkan keselamatan Abul yang semakin terancam, dan juga keselamatan hatinya yang belum sanggup untuk dipisahkan lagi dengan binatang tersebut. Sampai saat ini pun, Shana belum berniat menuruti ancaman sang kakak untuk mengeluarkan Abul dari rumah. Jika dihitung dari ucapan Asha yang memberi waktu sampai lusa, kemarin lah batas waktu tersebut. Shana harus mempersiapkan hati kapan saja Asha bisa mengucapkan fakta tersebut ke sang Mama. Mungkin saja sang kakak kemarin masih pusing dan lupa dengan kegiatan acara kampus.

"Lo kenapa, Shan? Muka Lo tegang banget! Ini nih maksud ucapan gue! Muka-muka mahasiswa baru itu ya gini, tegang, nggak leluasa bergerak. Walaupun kadang malah sumringah, excited ngeliat keadaan." Jessa menjelaskan seolah ia sudah sangat paham dengan hak tersebut.

"Lo aman-aman aja kan, kemaren?" Bina tiba-tiba mengeluarkan pertanyaan tersebut. Jauh sekali dari pembahasan mereka. Dirinya hanya mendadak terpikirkan hal tersebut ketika melihat muka Shana yang tidak seceria biasanya.

"Aman? Emang gue abis kenapa?" Shana menatap Bina seoalah tidak mengerti akan maksud ucapan itu.

"Kak Asha." Bina memperjelas.

"Ohhh itu! Aman udah biasa. Cuman kemaren tumben agak lebih berdebat." Jawab Shana. Sebenarnya malas untuk mengungkit kembali masalah tersebut.

"Debat soal apaan? Tumben banget kak Asha mau ngeluarin tenaganya untuk ngomong banyak." Bina yang sudah hafal sedikit demi sedikit permasalah dan sifat dari anggota keluarga Shana pun sedikit terkejut dengan kejadian yang diucapkan Shana barusan.

"Nah itu! Gue juga kaget. Nggak takut apa dia ilmunya gue serap banyak akibat ngeluarin suara kebanyakan." Tawa Shana. Berusaha membuat obrolan menjadi tidak terlalu serius. Mana mengibaratkan Asha mempunyai ilmu hitam lagi. Membuat Jessa dan Bina ikutan tertawa.

"HAHAHAH anjir Lo Shan! Kakak Lo sendiri itu! Ilmu hitam kali ya! Makanya auranya sedikit gelap!" Jessa ikutan mengejek objek yang sedang mereka bicarakan. "Mumpung orangnya nggak ada di sini. Kalo ada mah, mana gue berani. Udah mati berdiri gue."

"Gue bilangin lah keorangnya." Bina pura-pura ingin mengadu.

"Sok Lo, Bin. Ada orangnya juga mana berani ngajak ngomong. Yang ada malah kabur!"

DishanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang