Bagian tiga puluh empat

869 111 10
                                    

"Lo siap-siap, Shan." Perintah Asha ketika lelaki itu membuka pintu kamar yang ditempati Shana.

Melihat Shana yang masih terduduk dengan pandangan bengong membuat idenya muncul untuk mengajak Shana keluar. Menjernihkan kepala yang sudah sangat keruh ini.

"Gue belum siap pulang ke rumah, kak." Shana terlihat panik. Wajahnya terlihat seperti ketakutan.

"Yang mau ngajak Lo pulang ke rumah siapa?" Asha berkata dengan lembut. Berjalan masuk ke dalam kamar menghampiri sang adik.

"Kata kak Asha tadi?" Shana terlihat masih kaku berada di dekat Asha. mengingat kondisi mereka selama ini. Wajar akan respon Shana. Asha masih berusaha menghapus segala jarak itu.

"Gue mau ngajak Lo luar, jalan-jalan. Refreshing otak biar nggak pusing." Jelas Asha dengan lembut. Terlihat begitu sabar menyikapi Shana. "Lo nggak ada kuliah, kan?"

Shana menggeleng sebagai jawaban.

"Good!! Lo siap-siap, kita siap untuk healing!" Semangat Asha. Terlihat lebih ekspresif. Hal itu baru pertama kali Shana lihat. Sepertinya ini adalah Asha yang sebenarnya. Dingin itu hanya kamuflasenya selama ini. Sejauh itu mereka sebagai kakak adik hingga tidak tahu segala kenyataannya.

"Kita mau kemana?" Tanya Shana. Masih merasa was-was. Bukan dirinya tidak percaya dengan ucapan sang kakak. Namun otaknya terlanjur panik jika mengingat rumah. Takut, malu, merasa bersalah semua bercampur satu. Rasanya untuk bertemu keluarga sangat belum siap.

"Kemana aja pokoknya. Yang penting healing. Penat juga kepala gue ini." Raut wajah Asha berubah. Kini terlihat seperti kelelahan. Hal itu tentu kembali membaut Shana menjadi tidak enak.

"Kak Asha pasti capek ya. Banyak masalah timbul karena gue." Lirihnya. Melihat kearah Asha dengan pandangan yang penuh rasa bersalah. Tidak tahu harus membalas Asha bagaimana.

"Ngomong apa sih, Lo!!! Nggak ada yang terbebani di sini!! Semua ini udah tanggung jawab gue sebagai kakak Lo. Makanya Lo happy terus, biar gue juga senang dan nggak merasa gagal menjadi kakak." Ucap Asha dengan tegas. Menatap Shana dengan penuh kasih.

"Gue jadi sedih." Shana kembali melow. Ingin rasanya menangis kembali. Namun, ia sadar hal tersebut hanya membuat Asha kembali khawatir.

"Ahhh!! Kenapa jadi sedih-sedih lagi. Gue kan mau ngajak Lo senang senang. Healing!!" Jawab Asha pura-pura kesal.

"Healing?? Healing apa nih?" Seruan tiba-tiba membuat Asha dan Shana mengalihkan perhatian kearah lelaki yang baru saja turun dari tangga lantai atas. Terlihat jelas muka bantalnya, bangun tidur. Sepertinya cuci muka pun belum ia lakukan.

"Cuci muka dulu kenapa, Nung!!" Protes Asha risih melihat penampilan lelaki itu. Berbanding dengan Shana yang menampilkan raut terpesonanya. Nungga dengan penampilan seperti ini sungguh berkali-kali lipat lebih mempesona.

Okee!! Meskipun tidak ingin mengakuinya tapi fakta tersebut tidaklah bisa dipungkiri. Pesona Nungga. Kata-kata narsis yang sering diucapkan lelaki itu, nyatanya itu hal benar. Bukan hanya narsis belaka. Apalagi jika melihat wajah lelaki itu ketika bangun tidur seperti ini. Rambut yang acak-acakan dengan celana kolor yang hanya sepaha dan baju yang lusuh. Bukannya membuat lelaki itu tidak enak dipandang, ini malah sebaliknya. Menggoda imam. Mungkin, meskipun ada Iler dan belek di wajah Nungga pesona itu tetap tidak akan luntur.

Yapss!! Ini sungguh berlebihan, sepertinya Shana sudah terjerat sepenuhnya akan pesona lelaki itu. Atau sebenarnya di rumah ini ada jin yang bertugas untuk mempelet Shana hingga bisa sebegini terjeratnya dengan pesona Nungga. Shana harus lebih berhati-hati dan menjaga diri.

DishanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang