bagian sebelas

1.3K 208 1K
                                    


Shana kini terjebak di dalam dapur. Tidak bisa kembali ke kamar dengan aman. Suara kakak dan teman-temannya tidak terdengar jelas. Mereka pindah posisi ke ruang dekat pintu kamar Shana.

Siall! Shana terkurung di dapur tidak bisa kemana-mana. Kekesalannya tentu timbul, apalagi mengingat ucapan dari sang kakak tadi. Ahh, apa masih layak memanggil lelaki itu dengan sebutan kakak, sedangkan ia saja enggan mengakui keberadaan Shana.

Sebenarnya ada pintu di ujung bagian dapur ini. Pintu belakang yang tidak dapat menolongnya sama sekali. Pintu menghubungkan rumahnya dengan taman belakang yang berisi kolam tidak terawat. Sudah lama tidak dibuka, Seingat Shana pun kolam itu terakhir ia gunakan ketika masih sekolah dasar. Kini tentunya tidak ada air yang tertampung di Shana. Ntah apa alasan Mana menjadikan itu tempat tidak terawat yang seolah tidak boleh dipijaki. Bukankah itu hanya membuat tempat itu ditempati oleh makhluk-makhluk lain yang senang dengan tempat seperti itu.

Oke! Pikiran horor yang Shana timbulkan abaikan saja. Ada hal yang lebih penting yang perlu ia tuntaskan. Tidak mungkin dirinya lewat depan dan tiba-tiba menunjukkan batang hidungnya di depan teman-teman Asha. Shana masih ingin hidupnya aman, apalagi mengingat ucapan Asha yang tiada hentinya terngiang dikepalanya. Asha tidak sudi mengakui dirinya sebagai adik, baiklah Shana akan mengikuti cara bermain lelaki itu. Cukup Jessa dan Bina saja yang mengetahui fakta itu.

Fokus dengan hal menyedihkan itu, Shana melupakan fakta lain akan tujuan awalnya ke dapur ini. Kabar si anabul yang tentunya sudah meronta-ronta ingin segera makan. Kekhawatiran Shana timbul, bagaimana jika kucing itu berisik dan sampai terdengar hingga rombongan yang sedang berkumpul itu. Hal itu sungguh membahayakan. Tidak terbayang akan respon Asha jika mengetahui ada kucing di dalam kamar itu. Satu hal yang selalu Shana doakan agar tidak sampai terjadi.

"Gimana Abul, ya? Semoga nggak berisik karena kelaparan, deh. Kan bahaya kalau sampai di denger kak Asha ada suara kucing dari dalem kamar gue, Arghhh." Frustasinya.

Hingga membuat dirinya bermonolog berusaha meyakinkan bahwa kemungkinan buruk itu tidak akan terjadi. "Please Abul, semoga Lo bisa diajak kerja sama. Ini demi kebaikan Lo juga kok."

Shana mengintip pelan ke arah tempat kakaknya berada. Hal lain yang membuat kekesalan Shana timbul adalah mengapa posisi mereka berkumpul kini telah berganti menuju ruang depan, dimana itu posisinya lebih dekat dengan pintu menuju kamar Shana. Bukankah itu menambah bahaya, bahkan dirinya tidak bisa berkutik dari sini untuk bisa meloloskan diri masuk ke sana tanpa melewati segerombolan orang itu.

"Isss! Nyebelin banget sih! Kenapa harus nongkrong di sana? Kenapa enggak di ruang atas aja, cobaa!" Maki Shana.

Biasanya juga jika Asha membawa teman, ruang atas menjadi tempat markas mereka. Hal yang lebih mengherankan lagi mengapa jika Asha tidak ingin keberadaan dirinya diketahui oleh teman-temannya. Mengapa malah berkumpul di ruang depan dekat kamarnya. Aneh memang. Hobi sekali membuat dirinya menderita.

Shana mengambil bungkus makanan untuk si abul yang hampir ketahuan sang kakak tadi. Ingin nekat diam-diam masuk ke kamar. Berjalan pelan kearah luar dapur menuju ruang tengah.

"Arghh! Nggak mungkin banget bisa masuk kamar tanpa ketahuan," teriaknya kesal ketika mengamati posisi teman-teman kakaknya.

Akhirnya Shana memutuskan kembali ke dapur. Berdoa mendapatkan keajaiban, semoga kegiatan mereka tidaklah lama.

"Emosi gini, buat mules perut juga ternyata. Untung di dapur ada wc. Nggak kebayang gue kalo harus nahan buang hajat berjam-jam," Shana bergidik membayangkannya jika posisi dapur ini jauh dari kamar mandi.

DishanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang