bagian enam

1.5K 227 565
                                    


Dishana merasa puas dan lega dengan pilihannya. Ia rasa sudah sangat tepat. Senyumannya mengembang sempurna. Bangga bisa duduk dengan manis pada posisinya saat ini. Bukan tentang apa-apa hanya saja kesehatan hati dan mentalnya tentulah sangat penting.

Shana kembali teringat dengan ucapan Alumni tadi. Menyuruh mereka untuk mencari tempat untuk saling sharing bertukar pikiran dengan mereka para alumni. Dibebaskan memilih tempat atau memilih alumni dengan tujuan kampus yang mereka inginkan.

Hal itulah yang membuat Shana dengan hati-hati dan cermat mengamati para alumni tersebut. Sedikit was-was takut tempat yang ia pilih, sama dengan tempat milik Nungga. Pilihannya jatuh kepada dua senior laki-laki dan satu senior perempuan, dilihatnya almamater yang dipakai mereka sama dengan yang Nungga pakai, dan berarti hal tersebut sama juga dengan Asha. Mengingat tentang Asha, apakah lelaki itu tersadar ada dirinya diantara orang-orang ini? Tentu lelaki itu tidak akan perduli. Sejak kapan ia perduli dengan kehidupan Shana.

Pikiran Shana bekerja keras memilih tempat, satu kemungkinan demi kemungkinan ia sambungkan. Hingga berhasil pada titik penghujung ini. Mengapa ia tetap memilih almamater yang sama dengan Nungga jika ia memang begitu tidak menyukai lelaki itu? Tentu jawabannya bukan karena berharap bisa sharing bersama lelaki itu.

Pertama tujuan Shana memang masih tertuju sama dengan universitas itu, bukan impiannya namun tujuannya. Rasanya Shana tidak mempunyai mimpi yang benar-benar ia inginkan dari hati, namun ia memang sudah memiliki tujuan yang ia rencanakan. Bukankah mimpi dan tujuan itu sama? Menurut Shana jelas berbeda. Jika mimpi memang tersusun dari hati, hal yang begitu direncanakan ingin tercapai. Tentu didalamnya sudah diiringi tujuan yang jelas dan mati-matian ingin mencapai mimpi tersebut. Sedangkan tujuan menurut Shana hanya sebatas rencana yang dimiliki untuk kedepan. Tujuan tidak selalu diiringi dengan mimpi, tetapi mimpi selalu diiringi dengan tujuan. Karena setiap tujuan belum tentu keinginan mereka sedangkan mimpi sudah jelas harapan dari hati. Tidak apa jika kalian tidak menyetujui akan hal itu. Setiap orang mempunyai persepsi sendiri.

Kembali lagi mengenai masalah tempat sharing. Hal itu diharapkan Shana dengan pikirin bahwa jika setiap kampus telah dibagi dengan kampus masing-masing, sudah jelas bukan tempat ini tidak mungkin ditempati oleh Nungga apalagi lelaki itu telah duduk bersama kelompoknya diujung pojok sana.
Terpaut sangat jauh dengan posisi Shana saat ini, itupun merupakan salah satu alasannya.

Sekitar tiga orang alumni telah bergabung dengan Shana dan rekannya lain. Mereka terdiri dari enam siswa, Bina dan Jessa jelas ikut mengekorinya, dan tiga lainnya Shana hanya sebatas kenal tahu nama. Mengobrol pun rasanya hanya sekedar senyum sapa basa-basi. Mereka tidak sekelas dengan Shana, berbeda dua jarak dari kelasnya.

"Sebelum mulai, kita kayaknya perlu perkenalan dulu, nih." Awalan dari seorang lelaki membuka obrolan. Terlihat tidak terlalu kaku, lebih menuju santai. Senyumannya tersimpul lebar lebih ke pecicilan.

"Iya nih! Kita tuh perlu kenalan. Tak kenal maka tak?" Nah kan! Sudah Shana bilang dua lelaki didepannya ini manusia tidak ada wibawa-wibawanya.

"Sayang." Kompak mereka pelan, masih terdengar kaku. Berusaha beradaptasi dengan kelakuan mereka.

"Hehehe iya sayang-sayangku." Kekehnya pura-pura tersipu malu. "Jadi seneng gue punya banyak ayang-ayang gini." Kedipan matanya pun keluar memberi kode kepada teman disebelahnya.

Shana sedikit bergedik melihat kelakuan mereka. Asik sih, sepertinya. tapi ya begitulah.

"Ini mau kita duluan yang perkenalan, atau kalian?" Si alumni perempuan yang nampaknya paling waras diantara kedua lelaki itu. Wajahnya masih menggeleng-gelengkan kepala, tidak habis pikir dengan kelakuan temannya itu.

DishanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang