bagian tiga

1.8K 243 111
                                    


"Shann, tadi gue lihat ada kak Asha juga." Ucap jessa. Kini mereka bertiga sedang duduk di teras depan kelas. Memandangi para lelaki yang mengisi jam kosongnya dengan bermain futsal di lapangan.

"Ohhh iya, ya?" Shana menanggapi kecil tak begitu antusias. Pandangannya masih tetap terfokus menuju lapangan. Meskipun tubuh itu sempat menegang sesaat.

"Heeehhh. Mau nyapa tapi nggak berani, mukanya gak ramah banget." Cerita Bina memperjelas. Ucapan itu membuat Shana mengalihkan fokusnya kepada kedua sahabatnya.

"Emang nggak perlu disapa." Ketus Shana syarat dengan kekesalan.

"Dendam banget kayaknya." Balas Bina tidak henti. Meskipun ia tahu keadaan sebenarnya. Namun tetap saja ia senang melihat raut kekesalan dari wajah Shana.

"Orang kayak gitu emang nggak perlu disapa! mukanya aja nggak ada ramah-ramahnya. Di sapa bukannya di jawab malah di cuekin, kiranya kita ngomong sama batu apa! ehh, sekalinya di jawab meledak itu percon cabe dari mulutnya." Omel Shana penuh emosi. Menjabarkan sosok yang sedang mereka bahas. Tentu dari jawaban tersebut terlihat ketidakakuran antara Shana dengan lelaki itu.

"Dia bareng temen-temennya. Sumpah ganteng-ganteng banget."

Wajah Shana perlahan sumringah. Bina pintar sekali membuat suasana hati Shana berubah. "Siapa namanya? Gue kenal, nggak?" Ekspresi Shana langsung sumringah.

"Nggak kenal kita, yakan mereka lulus, kita baru masuk SMA." Balas Bina dengan lesu. Perbedaan usia itu membuat mereka terpaut 3 tahun sehingga tidak bertemu di masa SMA.

"Tapi masa nggak kenal, sihh?" Shana mendesak masih belum merasa puas. Karena Shana yakin kedua sahabatnya itu paham arah pembicaraan mereka.

"Kata gue sih, emang nggak akan Lo kenal." Jessa menjawab penuh keyakinan. Membuat Shana semakin penasaran akan sosok yang sedang mereka bicarakan. "Kecuali kalo Lo nanti kenalan." Goda Jessa. Membuat Shana mendengus.

"Terus yaa, Shan. Masa satu temennya senyum ke guee. Langsung salting guee! Mana ganteng banget lagi!" Percaya diri Jessa timbul.

Sepertinya telah tertular dari Shana. Walaupun sebenarnya hal tersebut terbilang sangat wajar, mengingat wajah kedua sahabatnya itu sungguh tipe idaman para lelaki. Terkadang Shana sungguh merasa seperti butiran debu yang tidak terlihat jika sedang bersama mereka. 

"Lihatlah! Penyakit percaya dirinya udah mulai keluar." Balas Shana. Tentunya berupa candaan.

Iya percaya ucapan Jessa tersebut adalah nyata. Jika yang mengucapkan hal tersebut adalah dirinya, hal itulah sebenarnya yang patut dipertanyakan. Memang sejak kapan ada lelaki yang menggoda dirinya? bahkan milirik sekilas dirinya pun enggan.

Jika ingin mengeluh, banyak sekali hal bisa Shana keluhkan. Meratapi kehidupan tidak akan henti-hentinya. Setiap orang mempunyai masalah. Namun perbedaannya bukan terletak pada berat atau tidaknya masalah tersebut. Namun, terletak dari bagaimana orang tersebut menyikapi masalahnya.

Berteman dengan kedua sahabatnya yang mempunyai wajah bak sang Dewi menjadi ujian tersendiri baginya. Harus pintar menahan perasaan agar tidak mudah tersakiti dengan kenyataan. Bukan orang-orang secara langsung yang menyakitinya, namun hati dan dirinya sendiri yang menimbulkan perasaan itu. 

Seperti kejadian ini misalnya. Naren, lelaki tampan yang sudah terkenal akan dinginnya terhadap perempuan sedang bermain futsal tak jauh dari posisi mereka dan tidak sengaja menendang bola terarahkan mengenai Shana yang sedang duduk bersama kedua sahabatnya itu. Tak sengaja mengenai kepala Shana dengan keras.

"Lo ngapain duduk di situ, sih!" Ketus Naren emosi sambil menghampiri Shana yang sedang meringis kesakitan.

Ini dia tak salah mendengar, bukan? ini lelaki seenak jidat mengatakan seperti itu. Sedangkan Shana masih jelas teringat kejadian beberapa hari lalu yang hampir sama. Bola mengenai ujung kaki Bina. Yang bahkan Shana yakin sekali rasa sakitnya tidak sebanding dengan denyutan di kepalanya ini. Mangapa ketika Bina yang terkena, lelaki itu bahkan begitu panik, hingga hampir menggotong Bina ke UKS untuk mendapatkan penanganan. Shana pertegas lagi ya, bagian ujung kaki Bina yang terkena bola akibat tendangan Naren waktu itu.

DishanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang