"Geser dong. Geser geser," Nungga datang membuat keributan, menggeser tubuh Ubay dan Ical membuat space di tengah-tengah keduanya. Lalu dengan santai ia duduk tempat tersebut."Perlu banget ditengah-tengah segala," Protes Radea masih terdengar kesal. Keputusan Nungga bergabung dengan mereka sepertinya akan membuat suasana ini menjadi tidak tenang.
"Ehh! Ada Radea ternyata." Nungga menengok kearah Radea, menyapa perempuan itu dengan senyuman ramah khasnya. "Perlu dong Rade biar anget dihimpit dua beruang gini, kan." Nungga kini menggosok-gosokkan tangannya seolah dirinya kedinginan.
Nungga mendapatkan geplakan di bahu kiri dan kanannya. "Beruang dari mana coba, orang gue kere gini." Ical dan Ubay protes dengan ucapan Nungga barusan. Meskipun konteks beruang yang mereka maksud berbeda.
Kekehan terdengar dari mereka yang melihat tingkah lucu alumni itu. Bahkan kini Bina dan Jessa ikutan takjub melihat tingkah Nungga. Benar sih, jika Nungga sosok lelaki yang begitu friendly.
"Ehhh ini gue masih perlu perkenalan lagi nggak?" Ucapnya tiba-tiba merasa dirinya telah disambut dengan tangan terbuka oleh semua orang di sana.
"Nggak usah!" Tolak Ical dengan cepat, mematahkan niat baik dari Nungga.
"Iya nggak usah, soalnya kalian pasti udah kenal dong dengan lelaki yang tampan dan rupawan ini?" Narsis Nungga dengan percaya dirinya membuat Shana ingin memuntahkan isi perutnya saat itu juga.
"Bercanda," Nungga mengibaskan tangannya dengan maksud bahwa dirinya hanya bergurau dengan ucapannya tadi, "Tapi kalo kata kalian beneran tampan juga nggak masalah." Lanjutnya meluruskan ucapannya.
"Nunggara Aditya. Pada masih inget kan?" Meskipun Ical sudah melarang lelaki itu untuk memperkenalkan diripun bukan menjadi suatu penghalang bagi Nungga.
"Ingetttt," Jawab mereka kompak. Tidak dengan suara Shana. Bahkan Shana saja baru tau nama lengkap lelaki itu.
"Bagus deh kalo gitu, emang sih nama Nungga itu langka dan unik." Sepertinya Nungga memang diberi jatah kepedean yang overdosis oleh Tuhan.
"Dihh, ada yang namanya lebih unik aja nggak sombong." Ubay menimpali, memori otaknya kembali teringat dengan nama Shana tadi.
"Eh, perkenalan nama kita tadi belum selesai, btw." Ucapan Ical mengembalikan suasana mereka menjadi serius.
"Tadi Duari di panggil siapa namanya?" Ubay menyebut nama akhir Shana karena nama itu terus terngiang-ngiang di kepalanya.
Panggilan Duari itu membuat kekehan kecil dari teman-teman Shana. Merasa asing dengan panggilan nama itu.
"Shana, kak." Shana mengoreksi. Merasa tidak nyaman dengan panggilan duari itu.
"Siapa?" Nungga yang baru mendengar menatap Shana meminta diulangi namanya. Tentu dirinya penasaran mengapa Ubay memanggil duari jika namanya adalah Shana.
"Dishana Mahira Duari, kak." Putus Shana dengan cepat.
Sejujurnya dia malas berbicara dengan Nungga jika mengingat kejadian tadi. Namun ia harus tetap berusaha biasa saja seolah menganggap kejadian tersebut tidak pernah terjadi.
"Dishana???" Nungga menatap serius kearah Shana, raut wajahnya tampak berpikir, alisnya naik sebelah, dahinya berkerut.
Semua ikut tegang dengan ekspresi Nungga, mengingat kejadian tadi yang sempat membuat heboh. Mereka was was apalagi yang ingin dilakukan Nungga. Bukan tidak mungkin Nungga melakukan hal-hal yang tidak terduga, mengingat sifat lelaki itu sungguhlah diluar nalar.
Tidak beda dengan Dishana. Dirinya ikut menegang, tubuhnya kembali gemetar sepertinya dirinya sedang berada dalam ancaman. Otaknya terus berpikir apa sebenarnya tujuan dan maksud dari tatapan Nungga itu. Apalagi ketika mengingat dirinya dipermalukan di tempat ramai tadi. Tatapan orang yang menertawai kembali mengusik kepala Shana. Cemoohan yang mengatakan hal-hal tidak enak terus berputar. Jangan sampai penyakit kepanikan dirinya dahulu kembali muncul. Dirinya sudah sembuh. Shana meyakinkan dirinya berulang-ulang kali. Mengapa emosi Shana berubah menjadi ketakutan, ini tidak wajar. Seharusnya rasa kesal dan amarah seperti tadi yang timbul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dishana
Teen FictionIni tentang Dishana, perempuan yang memiliki nama ambigu sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman. Ini juga tentang di sana, dimana yang terlihat tertawa belum tentu bahagia, menangis belum tentu menderita. Dishana, di sana? Terdengar sama, namun...