Perjalanan diisi dengan celotehan panjang lebar dari Nungga. Setiap melewati jalanan atau tempat yang dianggapnya menarik selalu ia ceritakan dan memberi penjelasan mengenai tempat tersebut. Seakan dia sangat paham mengenai perjalanan dan tujuan mereka saat ini.
Sebenarnya tentu lelaki itu paham, Nungga sendiri yang merekomendasikan tempat tujuan mereka saat ini. Dilihat dari cara Nungga yang bercerita terlihat jelas bahwasanya lelaki tersebut telah sering pergi ke sana.
"Lo sering ke sini?" Tanya Asha yang duduk di samping pengemudi. Dimana posisi pengemudi saat ini dikemudikan oleh Nungga.
"Iyaa, dong!!!" Semangat Nungga berapi-api. "Tempatnya bagusss banget, percaya sama gue. Rekomendasi tempat dari gue nggak akan pernah mengecewakan. Iya nggak, Dishana?" Goda Nungga sambil melirik Dishana yang duduk di bangku tengah.
Shana mendelik tajam penuh peringatan kepada Nungga. Merasa was-was takut kepada Asha.
"Abis bawa Shana kemana Lo?" Pertanyaan penuh tuntutan terdengar tajam menusuk telinga.
Seakan baru paham keadaan, Nungga melirik ke Asha sambil menyengir tanpa dosa. Sontak hal tersebut memicu mendidihnya emosi Asha. Apalagi melihat wajah Nungga, rasanya Asha ingin menonjok mulut itu hingga giginya rontok agar tidak bisa lagi menunjukkan cengiran konyol tak berdosa itu. Sungguh menyebalkan dilihat.
"Abis kemana, Shana?" Hanya mendapat cengiran dari lelaki disampingnya. Asha beralih menatap belakang kearah sang adik. Meskipun nada bicara tidak setajam ketika bertanya kepada Nungga, ini malah terlampau lembut. Namun tetap saja terdengar ditelinga Shana penuh ancaman.
"Itu, kakk—" Bingung ingin menjelaskan seperti apa. Shana meminta bantuan kepada Nungga melalui kaca spion.
"Itu loh, Ashh. Ahhh! Lo kepo amat deh urusan anak muda." Nungga malah menggodai Asha, alih-alih menentramkan suasana. Memang keputusan Shana untuk mempercayakan jawaban kepada Nungga adalah salah.
Terlihat Shana memijat pelipisnya dengan jari telunjuk. Pening dirinya siap-siap mendengar adu mulut lelaki didepannya. Semakin ke sini, ternyata Asha sangat cerewet dan protektif jika menyangkut dirinya. Ada perasaan membuncah terharu yang berusaha keras Shana sembunyikan di hati. Takut jika terlihat jelas, Asha akan merasa risih dan tidak menunjukkan sikap itu lagi. Padahal Shana sangat senang, merasakan kehadiran sosok kakak sebenarnya. Merasa disayang dan teranggap kehadirannya.
"Wajar dong gue kepo, gue sebagai kakak berhak tahu kehidupan adek gue." Balas Asha kesal. Meskipun Asha sedar betul ucapan akan kepeduliannya tersebut sangat telat untuk ia ucapkan. Tetap saja perasaan yang saat ini keluar akan melindungi sang adik sangat kuat. Dirinya kini bisa bebas mengeluarkan kepedulian seutuhnya tanpa sembunyi-sembunyi.
"Wahh.. Asha dah jadi sosok kakak yang sangat baik. Gue suka gue suka." Nungga semakin menggoda. Bertepuk kecil meniru nada berbicara kartun botak Upin dan Ipin.
"Lo bisa nggak sih, hidup normal biasa aja gitu barang sedikit aja. Mulut Lo itu nggak capek apa ngoceh melulu. Telinga gue yang dengarnya aja udah sakit." Terlanjur kesal Asha kembali mengomentari kelakuan Nungga.
Diam-diam Shana terkekeh kecil di bangku belakang. Melihat sosok Asha yang seperti ini terlihat sangat menyenangkan dan menggemaskan. Tidak heran Nungga tidak hentinya menggoda lelaki itu. Asha yang terlihat emosi itu menjadi hiburan tersendiri bagi orang-orang yang melihatnya. Kapan lagi Asha si manusia kaku bisa seperti ini. Ntahlah, jika nanti bergabung kembali bersama teman-temannya yang lain apa masih Asha tunjukkan sifatnya ini.
"Gue diem ntah kalian kesepian." Pede Nungga. Dibalas decakan lelah oleh Asha.
Kini Nungga fokus melihat jalan. Sudah memasuki jalanan sempit yang kebanyakan menanjak lalu menurun. Kiri kanan banyak pepohonan bahkan jurang pun beberapa kali terlihat. Tikungan tajam di jalan sempit apalagi setelah itu jalan kembali menanjak membuat Nungga menghentikan ocehannya untuk sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dishana
Teen FictionIni tentang Dishana, perempuan yang memiliki nama ambigu sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman. Ini juga tentang di sana, dimana yang terlihat tertawa belum tentu bahagia, menangis belum tentu menderita. Dishana, di sana? Terdengar sama, namun...