Bagian dua puluh satu

1.3K 183 66
                                    


Setelah perdebatan yang sangat alot. Protesan Shana yang mengatakan tidak ingin dan tidak mau pulang bersama Nungga seperti tidak ada harganya. Bina yang ikutan menyetujui usulan para lelaki itu pun membujuk Shana dengan semangat.

Shana bingung dan sedikit risih duduk diboncengan seorang lelaki seperti ini. Dirinya tidak terbiasa.

Motor vespa dengan laju yang terbilang lambat. Benar ternyata kata Ubay, motor ini terlihat tua. Meskipun dari pengamatan Shana body motor ini bagus dan mengkilap bersih. Pasti pemiliknya sangat sayang dan telaten merawat kendaraan ini.

"Lo kayaknya tegang bener." Itu suara pertama dari Nungga setelah hampir lima menit mereka berada diatas kendaraan ini.

Shana hanya terdiam. Selain dirinya masih kesal dengan situasi tadi. Dirinya pun bingung ingin membalas ucapan itu apa. Sebenarnya jika dikatakan tegang, benar juga. Shana merasa tegang duduk diboncengan Nungga dengan jarak yang dekat seperti ini.

Apalagi sebelumnya tadi juga terdapat perdebatan sedikit ketika Asha mengusulkan untuk dirinya saja yang membawa Shana seperti rencana awal. Tentu saja Alev protes, mengingat lelaki itu sudah berjanji dengannya. Dan apa-apaan itu, untung saja jantung Shana tidak copot mendengar ucapan Asha tersebut. Sejak kapan pula lelaki itu sok perduli hingga sampai mau membonceng dirinya. Alhasil inilah keputusan akhir itu, Shana bersama Nungga.

"Oyy Dishana. Kok Lo diem aja sih. Ngomong kek. Lo lagi puasa ngomong apa gimana??" Rentetan pertanyaan Nungga membuat Shana pusing mendengarnya.

Shana lebih memilih diam. Pura-pura  tidak mendengar. Orang yang mengobrol diatas kendaraan kan suka tidak terdengar suara orang yang mengajak berbicara. Walaupun jika realistisnya saja bagaimana bisa suara Nungga tidak kedengaran jika motor Nungga ini melaju dengan kecepatan terbilang pelan.

Shana saja yang berada diatas kendaraan tersebut ikut merasa kelelahan mendengar suara motor tersebut. Apalagi jika menjadi motor tersebut, pasti ingin segera pensiun tidak kuat lagi bekerja. Andai motor tersebut bisa berbicara Shana sangat yakin motor tersebut pasti mengeluh dengan membawa beban tuannya yang besar di tambah lagi tuanya yang ngide membawa orang lagi dibelakang.

"DISHANA?" Nungga mengeraskan suaranya.

Mengira perempuan dibelakangnya itu tidak mendengar ucapannya sebelumnya.

"Apa?" Akhirnya karena tidak ingin kembali berdebat, Shana menjawab panggilan Nungga.

"Lo tau, nggak?" Ucapan Nungga yang lebih menuju ke pertanyaan itu kembali membuat Shana terdiam.

Lagian bagaimana mau tahu jika lelaki itu saja belum mengucapkan apa-apa.

"LO TAHU NGGAK??" Ulang Nungga merasa dirinya belum mendapat balasan. Kembali mengira Shana tidak mendengar suaranya, sehingga volume suara itu ia naikkan.

"Apaan?" Suara pelan syarat akan malas Shana akhirnya kembali keluar. Tangannya tadi sampai menutup telinga akibat suara keras Nungga.

Diam-diam Nungga melihat Shana dari spion dengan kekehan kecil. Dirinya tahu jika Shana diam bukan karena tidak mendengar, tetapi melihat Shana kesal dan menjawab ucapannya itu jauh lebih menyenangkan. Seru.

"Lo cewek pertama yang gue bawa naik momoy. Duduk di bangku belakang situ." Jelas Nungga lagi.

Tidak ketinggalan pula panggilan sayang Nungga untuk motor ini—Momoy. Terdengar menggelikan untuk perawakan sekelas Nungga memberi nama seperti itu. Namun, jika sudah tahu kelakuan lelaki itu tentu tidak akan heran lagi. Memang Agam seblek orangnya.

Kali ini Shana terdiam karena sebenarnya penasaran akan alasan lelaki itu tidak ingin membawa perempuan-perempuannya naik kendaraan ini.

Pasti sih Nungga gengsi! Bawa cewek kok naik motor butut!

DishanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang