Prolog

28.1K 1.6K 12
                                    

"Ya Maha menyembuhkan itu Allah, tetapi bila manusia sendiri tak ingin sembuh maka akan kecil kemungkinan untuk sembuh."

-Asma Cinta, Fathur-

NrAida

————————————

Koreksi Typo

Happy Reading

Bismillah

Satu persatu kancing kemeja sudah terkancing dengan rapi lalu dengan telatan memasang dasi di kerah kemejanya. Dua sudut bibirnya terangkat melengkung ke atas membentuk senyuman. Sekali lagi sosok pria gagah itu kembali memerhatikan penampilan dirinya pada pantulan cermin besar di depannya.

Hidung lancip dengan bentuk alis tebal nan tegas di tambah lagi dengan lesung di pipinya menambah kesan tampan serta manis bersamaan.

Tok tok tok

"Mas, Zahra masuk ya!"

Pria itu memutar tubuhnya saat seorang perempuan masuk dengan senyuman ceria di wajahnya dan langsung berjalan cepat mendekati dirinya yang masih berdiri di tempat.

"Zahra."

"Yang lain udah pada nungguin di ruang makan, Mas Fathur lama."

Fathur mengangkat tangannya mengusap sayang kepala sang adik. Seperti biasa, Zahra yang akan selalu datang memanggilnya di pagi hari untuk turun sarapan bersama.

"Mas Fathur cari istri gih biar nggak lama siap-siapnya. Terus juga aku yang selalu manggil Mas, Huffttt."

"Kamu juga nggak perlu manggil Mas, Zahra. Mas bisa turun sendiri."

Zahra mencebik, tangannya menepuk dada kakaknya yang bidang. "Ih, Mas Fathur nggak seru. Mama sama Papa, Ria sama Rio, aku sama Mas Fathur dong! Couple, hehehe." ujarnya di akhiri kekehan.

Muhammad Fathur Al-Kausar—seorang dokter spesialis bedah di sebuah rumah sakit besar Jakarta juga bekerja di perusahaan sang Papa jika mempunyai waktu luang dari dunia kedokteran. Fathur itu sosok yang baik, sangat peka terhadap sekitar, menyayangi adik-adiknya dan ramah namun dirinya tidak terlalu berbaur dengan orang-orang. Meski terlahir dari latar belakang keluarga atas tidak sedikit pun membuat Fathur sombong apa lagi merendahkan orang yang tingkat ekonominya berada di bawah keluarganya.

Sejak kecil Fathur memiliki pemikiran yang dewasa dan itu membuatnya disukai banyak orang. Banyak orang tua yang kagum melihat sikap dewasa Fathur.

"Mas Fathur nanti Zahra berangkat bareng sama Mas yah?"

Zahra mengangkat wajahnya melihat Fathur. Zahra bersama Fathur keluar dari kamar.

"Iya, tapi Mas mampir ke kantor dulu ya. Cuma sebentar, ada berkas yang harus Mas tandatangani."

Zahra mengangguk, ia mengeratkan pelukannya di lengan Fathur. Mereka menuruni satu persatu undakan tangga. Fathur tersenyum saat berpapasan dengan asisten rumah tangga di rumahnya ini.

"Pagi aden Fathur, non Zahra." sapa Bi Imah.

"Pagi, Bi Imah." balas mereka kompak.

Di ruang makan semua sudah menunggu, Fathur menarik kursi untuk Zahra lalu dirinya duduk di samping Zahra. Snelli yang ia bawa diambil oleh Bi Risa.

"Mas Fathur mau apa?" tanya sang Mama yang sudah siap mengambilkan sarapan untuk putra sulungnya.

"Roti aja, Ma."

Asma Cinta, Fathur (SELESAI) REPUBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang