Bagian Duapuluh Satu

12.7K 1K 33
                                    

Jangan merasa jika kamu sendirian, kamu tidaklah sendiri. Ada kami juga Allah bersamamu. Bersandarlah dan keluarkan keluh kesahmu.

-Asma Cinta, Fathur-

NrAida

—————————————

Koreksi Typo

Happy Reading

Bismillah



Fathur berlari di belakang Arumi, berulang kali Fathur memperingati Arumi agar tidak berlari cepat. Namun, Arumi tidak mendengarkannya. Bahkan Fathur tidak bisa menyamakan langkah kaki Arumi yang begitu cepat.

Fathur tahu Arumi sedang tidak baik-baik saja, Fathur tahu apa yang dirasakan Arumi. Sebelumnya, Fathur mendapat panggilan dari Wira yang mengabarkan kondisi Wulan. Dan saat Fathur hendak memberitahukan Arumi, sepertinya Wira juga sudah memberitahu Arumi karena Fathur melihat perempuan itu menangis.

Langkah kaki Arumi memelan saat melihat keberadaan Wira di depan pintu ruangan sang ibu. Arumi langsung mendekati Wira dan memeluknya dengan erat.

"Papa, Ibu kenapa?" tanya Arumi dengan suaranya yang terdengar bergetar.

Wira mengusap punggung Arumi, menyalurkan ketenangan kepada Arumi. "Sekarang Ibu sudah baik-baik saja, Arumi. Jangan menangis lagi, ya. Ibu baik-baik saja," bisik Wira yang di balas anggukan oleh Arumi.

"Kenapa? Kenapa Ibu bisa sampai seperti ini, Pa?"

"Uussstt, Arumi tidak boleh seperti ya? Kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi kesehatan kita. Bisa jadi sekarang kita sehat tapi kita tidak tahu bagaimana kedepannya."

Arumi mengangguk, ia mengusap pipinya yang basah. "Arumi mau lihat Ibu, bolehkan?" Wira mengangguk sembari telunjuknya mengusap air mata di wajah Arumi. "Iya, boleh."

Arumi menoleh kebelakang, melihat Fathur. Setelahnya, Arumi menarik gagang pintu, masuk ke dalam ruangan sang ibu.

Arumi melangkah pelan memasuki ruangan ibunya—bertepatan saat pintu terbuka, Rudi menoleh melihat siapa yang masuk. Arumi berhenti berjalan saat matanya menangkap orang lain duduk di kursi samping brankar ibunya. Aliran darah Arumi berpacu cepat melihat orang tersebut, sekeras mungkin Arumi bersikap biasa saja dan kembali melangkah ke brankar sang ibu.

"Ibu." ucap Arumi lirih, Arumi meraih tangan ibunya. Mengusapnya pelan, rasanya Arumi tidak sanggup menahan sesak di dadanya. Arumi mengabaikan tatapan dari orang yang kini berdiri dari duduknya.

"Ibu kenapa? Ibu bangun, ya?" ujar Arumi namun tidak ada sahutan dari ibunya yang matanya masih terpejam.

Rudi berdiri tegang, menatap lekat perempuan yang tengah menggenggam tangan Wulan. Rudi tidak salah mendengar saat perempuan itu memanggil Wulan dengan sebutan ibu.

Rudi menatap Wulan dan perempuan itu bergantian. Wajahnya bahkan nyaris sangat mirip dengan Wulan. Rudi ingat, perempuan ini adalah perempuan yang sama saat dia bertemu dengan Wira. Dan, Wira mengatakan bahwa perempuan itu adalah putrinya.

Rudi ingin menapik apa yang ada di pikiran tapi Rudi tidak bisa. Asumsinya mengatakan bahwa Wulan mempunyai anak dengan Wira.

"Ka-kamu putrinya Wulan?" Rudi bertanya, ia tidak sanggup menahan keingintahuan ini.

Arumi menggenggam erat tangan sang ibu mendengar suara itu. Arumi ingin  menangis, namun ia menahannya sekuat mungkin agar genangan di pelupuk matanya tidak luruh.

Asma Cinta, Fathur (SELESAI) REPUBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang