"Teşekkürler." Fathur mengucap terima kasih pada seorang waiters yang mengantarkan makanan pesanannya.
Waiters tersebut mengangguk, lalu berjalan keluar sembari mendorong troli. Fathur mengikuti dari belakang, kemudian menutup pintu setelah waiters itu keluar dari kamarnya.
Fathur berbalik, seulas senyum manis terukir di bibirnya—menampilkan lesung dalam di pipinya. Lantas, mengayun kakinya ke arah ranjang.
Fathur naik ke atas ranjang, menarik selimut tebal yang menutup kepala Arumi hingga batas bahu.
"Aru."
Punggung jari telunjuk Fathur menyingkirkan helai anak rambut yang menutup wajah Arumi. Maniknya meneliti wajah damai sang istri, lalu kecupan-kecupan ringan ia berikan di kelopak mata, hidung dan bibir Arumi.
Empat jam lalu, Fathur dan Arumi tiba di Istanbul-Turki. Sejak di dalam pesawat Arumi mengeluhkan kepalanya pusing dan perutnya terasa mual. Setelah tiba di İstanbul Atatürk Havalimanı—Bandar Udara Internasional Ataturk Istanbul, Arumi merasa sangat lega. Selama perjalanan menuju ke Shangri-la bosphorus, Istanbul—Hotel yang berjarak dua puluh menit dari Banda Udara Attaturk, Arumi tertidur di bahu Fathur.
"Euggh .... "
Kelopak mata Arumi bergetar pelan, Fathur mengelus pipi Arumi dengan ibu jarinya menunggu Arumi yang terlihat akan terbangun.
Mata Arumi mengerjap beberapa kali, menguasai pencahayaan yang masuk ke maniknya.
"Mas."
"Masih pusing, hm?"
Arumi memejamkan matanya sejenak ketika Fathur mencium keningnya, lalu kepalanya mengangguk pelan.
"Perutnya masih terasa mual?"
Fathur memerhatikan wajah Arumi, saat Arumi hendak bangun lantas Fathur mengatur bantalan di belakang panggung Arumi agar istrinya bersandar dengan nyaman.
"Masih, tapi udah mendingan kok. Mas aku tidurnya lama banget, ya?"
"Tidak. kamu lapar? Mas sudah pesan makanan."
Arumi menoleh ke arah meja yang berada tidak jauh dari ranjang, ada begitu banyak makanan yang tersusun rapi di atas meja. Arumi tersenyum, lalu menatap Fathur.
"Mas pesannya banyak banget."
"Mas enggak tahu kamu suka yang mana, Sayang." Fathur tersenyum, meraih tangan Arumi lalu menempelkan telapak tangannya di pipinya. "Kamu bersih-bersih dulu atau mau langsung makan, hm?"
"Aku bersih-bersih dulu, nanti setelah itu baru makan."
Fathur mengangguk, ia mencium telapak tangan Arumi. Kemudian beranjak turun dari ranjang. Fathur menarik selimut, ia menunduk seraya menurunkan kaki Arumi.
Arumi menahan tangan Fathur, "Mas jangan, aku bisa turun sendiri kok." ucapnya, namun Fathur tidak mendengarkan. Pria itu menyelipkan tangannya di bawah lutut dan punggung Arumi.
"Kamu masih pusing, jadi biar Mas gendong ke kamar mandi." kata Fathur seraya berjalan ke arah kamar mandi dengan Arumi di gendongannya.
Arumi memukul pelan lengan Fathur, ia menyembunyikan wajahnya yang bersemu di dada Fathur. Arumi tidak menyangka Fathur akan melakukan ini, padahal dirinya masih sanggup berjalan.
Arumi kembali teringat ketika pesawat mendarat di Bandara, Fathur mendudukkan dirinya di atas tumpukan koper di troli dan Fathur mendorongnya di belakang.
"Kalau sudah selesai panggil Mas, ya."
"Kenapa aku harus panggil Mas?"
Fathur mengusap kepala Arumi setelah menurunkan Arumi di lantai kamar mandi. Fathur merendahkan tubuhnya—sejajar dengan tinggi Arumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asma Cinta, Fathur (SELESAI) REPUBLIS
EspiritualSpiritual-romance Sequel: ILHAM UNTUK MELLY Muhammad Fathur Al-Kausar-seorang dokter muda sekaligus juga bekerja di perusahaan keluarga. Fathur-sosoknya ini di kenal sangat rendah hati, sopan, dewasa namun pendiam. Banyak yang mengagumi Fathur kare...