Bagian Duapuluh Delapan

12.6K 964 21
                                    

Di dunia ini semua manusia sempurna. Ada sebagian yang segi fisiknya memang terlihat baik-baik saja. Tetapi, kita tidak pernah tahu apakah kondisi batin seseorang baik-baik saja atau tidak.

-Asma Cinta, Fathur-

NrAida

——————————————

Nggak mau di ramaiin?

Koreksi Typo

Happy Reading

Bismillah




Perasaan Arumi tidak tenang setelah mendapat kabar apa yang terjadi kepada Fathur dan Ria selepas mengantarnya pulang. Arumi meremas kuat gelas di tangannya, sungguh ini yang sangat Arumi takutkan.

Dulu, hal ini pun pernah terjadi di saat dirinya akan menikah dengan Satria. Dan sekarang hal yang sama kembali terulang. Apa yang harus Arumi lakukan sekarang? Arumi bingung dan ia juga takut.

Tentu Arumi takut sesuatu yang buruk menimpa Fathur serta keluarganya. Arumi tidak mau apa yang di alami Satria kembali terulang kepada Fathur. Sungguh ini sangat menyesakkan, Arumi memukul-mukul pelan dadanya.

Apa Fathur akan membatalkan pernikahan mereka? Apa Fathur akan seperti Satria yang pergi meninggalkannya? Tidak, Fathur dan Satria berbeda. Ya, mereka berbeda. Satria mungkin mengambil keputusan sepihak lalu menghilang. Tetapi, tidak menapik jika Fathur pun bisa berbuat hal yang sama.

Bisa saja Fathur sama seperti Satria. Entahlah, semakin Arumi memikirkan semua yang terjadi semakin membuatnya sesak. Arumi mengusap kasar sudut matanya, Arumi tidak suka dirinya yang selalu memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi. Namun, pikiran-pikiran negatif terus berputar di kepalanya.

"Arumi!"

Lilis berjalan cepat ke arah Arumi, lalu tangannya langsung menarik gelas yang berada di genggaman Arumi.

Arumi terkejut, ia lantas melepaskan gelas di genggamannya yang kini sudah berpindah ke tangan Lilis.

"Kamu kenapa sih, Rumi? Kalau aku enggak datang cepat ke sini pasti tangan kamu udah luka! Jangan nyakitin diri!"

Lilis meletakkan gelas ke atas meja, lalu ia meraih bahu Arumi. "Arumi," Lilis menatap dalam bola mata Arumi.

"Kamu tahu kekurangan kamu, hm?"

Arumi diam, pikirannya kalut akan ketakutan-ketakutan yang ia ciptakan di dalam pikirannya sendiri.

"Kamu selalu mikirin hal-hal negatif. Arumi, kamu nggak perlu mikirin itu." kata Lilis tegas seraya mengguncang pelan bahu sahabatnya.

"Tapi, Lilis. Aku takut, pernikahan tinggal beberapa hari lagi. Dan ... dan, Mas Fathur dan Ria ... mereka hampir celaka karena aku, Lis!"

"Enggak, Arumi! Jangan menyalahkan diri sendiri." Lilis menarik nafasnya dalam. Arumi selalu saja berpikiran jauh. Ya, Lilis mengerti apa yang membuat Arumi terus berpikir negatif. Tetapi, Lilis juga khawatir apa yang ada di pikiran Arumi suatu saat nanti akan memperburuk kondisi dirinya sendiri.

"Lilis, aku ... kalau, kalau pernikahannya dibatalkan lagi gimana, Lis?" Suara Arumi melemah, Arumi menunduk dalam. Arumi trauma pernikahannya gagal untuk kedua kalinya.

"Arumi," Lilis menumpukan kedua lututnya ke lantai, lalu meraih tangan Arumi.

"Kalau pun pernikahannya batal kamu enggak salah. Arumi, enggak baik buat kita terutama buat kamu berprasangka buruk terhadap sesuatu yang belum tentu terjadi. Jika pun kalian nggak jadi menikah itu sudah menjadi ketetapan dari Allah."

Asma Cinta, Fathur (SELESAI) REPUBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang