Bagian Duabelas

13.9K 1K 12
                                    

Sampai kapanpun orang yang merebut kebahagiaan orang lain dengan paksa tidak akan pernah bahagia.

-Asma Cinta, Fathur-

NrAida

———————————

Koreksi Typo

Happy Reading

Bismillah

Arumi mengangkat kepalanya ketika Fathur berhenti berjalan karena seseorang menghampiri pria itu. Dan Arumi pun ikut berhenti di belakang Fathur.

"Nak Fathur."

Fathur mengangguk saat seorang pria baya menghampiri dan menyapanya. "Pak Rudi." Fathur menyapa balik pria baya itu.

"Saya tidak menyangka kita akan bertemu di sini. Bagaimana kabar Pak Bagas?"

"Alhamdulillah Papa baik. Ada keperluan apa Pak Rudi di sini?"

Arumi mengenggam erat paper bag di tangannya. Ia menggigit bibir dalamnya. Arumi ingin segera pergi, ia ingin menemui ibunya. Tapi bagaimana caranya Arumi pergi? Sebenarnya bisa saja Arumi pergi begitu saja meninggalkan Fathur, tetapi Fathur mengatakan juga ingin kembali mengantarnya ke ruang cuci darah ibunya.

"Maura putri saya sakit."

"Oh, begitu. Semoga putri Pak Rudi lekas membaik."

"Aamiin, terima kasih atas doanya nak Fathur."

Pak Rudi melirik ke belakang Fathur, melihat seorang perempuan berdiri di belakang Fathur. Fathur yang menyadari itu, ia langsung menggeser posisi berdirinya menjadi di samping Arumi membuat Arumi dan Pak Rudi saling bertatapan.

Arumi mengalihkan pandangannya kearah lain, "Eum, Pak dokter saya duluan. Ibu pasti sudah lama menunggu apalagi ini sebentar lagi jam makan siang. Saya permisi, assalamualaikum." Arumi bergegas pergi dari hadapan kedua pria berbeda usia itu.

"Aru ...."

Tangan Arumi berkeringat dingin dan Arumi tidak suka ini, bahkan Arumi mengabaikan Fathur yang memanggilnya.

Fathur menjawab salam Arumi di dalam hati, ia memandangi punggung Arumi yang sudah berlari cepat. Fathur kembali menatap Pak Rudi yang juga melihat kepergiannya Arumi.

"Maaf Pak Rudi saya masih ada keperluan. Saya tinggal tidak apa-apa?"

"Oh, iya tidak apa-apa nak Fathur, saya juga harus kembali ke ruangan Maura. Putri saya itu tidak suka di tinggal sendirian."

"Kalau begitu saya permisi."

Pak Rudi mengangguk dan Fathur pun melangkah pergi dari hadapan Pak Rudi.

Pak Rudi menggeleng pelan, perempuan yang bersama Fathur tadi seperti mengingatkan dirinya dengan seseorang. Wajahnya sangat mirip, tetapi... sepertinya itu hanya kemiripan, bukankah di dunia ini banyak sekali orang-orang yang serupa meski ternyata tidak memiliki ikatan darah sekalipun.

"Aru."

Arumi berhenti, ia berbalik dan menemukan Fathur yang ternyata menyusulnya.

"Kenapa terburu-buru?" tanya Fathur.

Arumi menunduk, ia kembali berbalik dan berjalan. "Ibu sendirian. Pembicaraan kita juga sudah selesai," jawab Arumi dengan suara pelan.

"Saya tahu itu, kamu tiba-tiba pergi begitu saja. Saya sudah bilang akan mengantarkan kamu kembali ke ruangan Bu Wulan."

Asma Cinta, Fathur (SELESAI) REPUBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang