EPS 34. Jamu tradisional

48 11 0
                                    

  Emak masuk kedalam sebuah tenda yang berpenghuni beberapa orang. Tenda ini memang sebagai salah satu tempat penampungan bagi warga sipil yang berhasil diselamatkan oleh para tentara. Walau disini adalah tempat yang aman tapi Emak melihat kecemasan dan ketakutan disorot mata orang–orang yang Emak temui, mereka masih merasa takut akan ancaman dan serangan dari mayat hidup yang ganas dan berbahaya.

  Emak duduk termenung, rasa lelah dan penat tidak sebanding dengan capeknya Emak yang selalu memikirkan Yuna. Dalam kekalutan yang sedang menyelubungi pikiran, Emak terasa mendengar ada orang yang memanggil dirinya. "Emak!!"

  Emak melihat kemunculan tiga orang wanita salah satunya seorang gadis kecil diantara orang–orang yang ada disekeliling menghampiri Emak.

  "Mona?" Emak rasa tak percaya begitu mengetahui siapa orang yang kini ada di depan matanya.

  "Emak!" panggil Mona.

  Tak menunggu waktu lama, Emak dan Mona saling berpelukan menumpahkan kegembiraan satu sama lain atas pertemuan yang tidak pernah mereka bayangkan sama sekali.

  "Ya Tuhan, kamu masih hidup, Mon?" tanya Emak sembari membelai wajah Mona, seperti anaknya sendiri.

  "Iya, mak. Ini aku beneran Mona" ucap Mona dengan mata berkaca–kaca.

  "Syukurlah, kamu selamat" ucap Emak terharu bahagia.

  "Waktu itu aku ditolong sama tentara kemudian aku dibawa kesini" jelas Mona menceritakan bagaimana dia bisa selamat dari kota.

  "Apa kabar, bu?" ucap seorang gadis satunya lagi bersama dengan seorang anak kecil.

  "Kamu?" Emak memandangi kedua anak itu bergantian dan ternyata Emak mengenali mereka karena pernah bertemu sebelumnya di rumah nenek Angga.

  "Benar bu, saya Nina dan kakak" si gadis cilik tersenyum manis menyalami tangan Emak. Emak pun memeluk mereka, dua orang anak perempuan yang pernah ditolongnya.

  "Yuna sama Angga mana, Mak" tanya Mona. Sejenak Emak tertegun mendengar ucapan Mona yang menanyakan tentang Yuna dan Angga. Bagaimana cara memberitahunya pada Mona. Apakah Emak harus memberi tau yang sebenarnya tentang apa yang dialami. Pikiran Emak sangat berkecamuk.

  "Aku kangen sama mereka. Aku gak sabar mau ketemu mereka" seru Mona celingukan kesana–kemari.

  Emak menarik napas lalu menghembuskan, mencoba tenang. "Mereka sekarang tidak bersama Emak"

  "Apa maksud Emak, memangnya Yuna sama Angga pergi kemana" oceh Mona. Emak tertunduk sedih tidak menjawab pertanyaan Mona.

  "Apa mereka marah sama aku sehingga Yuna sama Angga gak mau bertemu denganku lagi" cetus Mona.

  "Tidak, Mon" Emak menggelengkan–gelengkan kepala. Emak pun menceritakan apa yang sudah terjadi dimulai dari pencarian Mona lalu tentang kepergian Angga untuk selama–lamanya sampai kini Yuna yang telah berubah menjadi zombie.

  Hujan air mata tak bisa dibendung, Mona yang cengeng menangis terisak. Mona begitu sedih dan merasa bersalah untuk apa yang telah menimpa kepada kedua orang sahabatnya.

  "Coba waktu itu aku gak terpisah dengan kalian, mungkin semua ini tidak bakalan terjadi. Gara–gara aku, Yuna dan Angga... Hikksss...hiksss.." lirih Mona.

  "Andaikan saja waktu itu kita juga ikut dengan Pak tentara mungkin kita semua akan baik–baik saja dan masih bersama–sama" sesal Emak teringat akan ajakan komandon Indra untuk pergi bersama ketempat ini.

  Begitulah Emak dan Mona berandai–andai. Penyesalan memang selalu datang belakangan tapi apa mau dikata nasi sudah menjadi bubur. Mana mungkin waktu bisa diputar balik, semua yang telah terjadi ini adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Siapa yang bisa menentang dan melawan takdir? Hidup dan mati merupakan rahasia Ilahi.

                          ••••••••••••

  Emak, Kolonel Bambang dan Dr. Sigit sedang berada di laboraturium untuk mengetahui hasil tes darah Emak yang telah selesai diteliti. Seorang profesor berbaju jubah putih dan memakai masker datang membawa map bertuliskan 'secret file' dan memberikan kepada Dr. Sigit. Setelah diterima Dr. Sigit membaca sebentar sebelum dia menjelaskan file tersebut.

  "Ini adalah berkas laporan mengenai pemeriksaan darahmu, Wi" ucap Dr. Sigit.

  "Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan hasilnya negatif. Kami melihat di dalam sel darahmu, virus itu memecah sendiri lalu melemah sehingga lambat laun virus mati dengan sendirinya. Ternyata di dalam darahmu banyak mengandung zat antibodi yang menyebabkan sistem kekebalan tubuhmu kuat" jelas Dr. Sigit.

  "Aneh. Sebenarnya tidak ada sesuatu yang khusus di dalam dirimu, Wi. Yang ada anti toksin, anti inflamasi, biasa seperti nutrisi yang kamu konsumsi sehari–hari bisa jadi itu yang berkhasiat pada imunitas tubuhmu"

  "Entahlah, Git. Aku memang jarang sakit, terakhir kali aku aja gak ingat kapan, habis udah lama banget. Apa lagi sejak aku membuat jamu" ujar Emak.

  "Jamu?" tanya Sigit dan Bambang serentak.

  "Iya, aku jualan jamu dari hasil racikanku sendiri. Sudah bertahun–tahun loh aku jualan jamu sejak mas Handoko meninggal. Lumayanlah bisa untuk tambah–tambahin uang belanja" ucap Emak. Entah kenapa Emak jadi kangen sama rutinitas yang selama ini dikerjakannya. Tak terasa udah satu bulan lebih, sejak ada virus zombie Emak jadi cuti dari bisnis jamu gendongan.

  "Tunggu, tunggu, jadi selama ini kamu bikin dan jual jamu dan setiap hari kamu minum jamu juga" tanya kolonel Bambang.

  "Pastilah" seru Emak penuh semangat. "Aku meracik bermacam–macam jamu tradisional, bahan–bahannya asli dan alami, seperti jahe, temulawak, temuireng, sereh, cengkeh, kunyit. Pokoknya komplit ada rempah–rempah atau empon–empon"

  "Apa mungkin gara–gara kamu rajin minum jamu setiap hari yang membuat jadi imun" tebak Bambang terlihat sedang memikirkan tentang cerita Emak.

  "Bisa jadi di dunia ini tidak ada yang mustahilkan, tapi kalau seandainya benar lalu bagaimana dengan orang–orang yang ikut juga mengkonsumsi jamu, toh mereka juga—"

  "Eits, itu mungkin jamu kemasan sudah tentu khasiatnya berbeda. Sekarang kan tuh banyak ditemukan jamu abal–abal bukannya sehat malah berefek samping, ada yang mengalami alergi, keracunan malah menyebabkan kematian. Padahal kan jamu itu minuman sehat bahkan bisa menjadi obat" jelas Emak panjang lebar.

  "Betul, Wi. Aku setuju sama kamu. Dari hasil penelitian pun sudah terbukti kalau jamu tradisional adalah ramuan minuman yang sangat menyehatkan bagi tubuh kita baik untuk anak–anak, kalangan muda maupun tua" ujar Dr. Sigit membenarkan penjelasan Emak.

  "Tapi, bagaimana dengan putrimu, Wi. Kok dia—"

  "Si Yuna itu malas, tiap hari dikasih jamu gak mau diminumnya. Kalau disuruh atau kupaksa minum jamu, ada saja alasannya, yang pahitlah, gak enaklah" sewot Emak mengingat Yuna memang tidak suka sama jamu apapun.

  "Oh gitu ya, Wi. Baiklah gak ada salahnya kalau kita lanjutkan lagi eksperimen ini. Gimana kita tunggu dan lihat hasilnya nanti" ucap Dr. Sigit mengakhiri pembicaraan diantara mereka bertiga.

  Emak, kolonel Bambang dan Dr. Sigit pergi meninggalkan laboratorium dengan secercah harapan akan keberhasilan eksperimen untuk mendapatkan penawar virus zombie.

       EPISODE SELANJUTNYA🤕🤕🤕

EMAK Is HEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang