3. Kesasar

14 4 1
                                    

Semilir angin berhembus ria, membuat dedaunan ikut terseret arusnya. Bulan bintang bersembunyi di balik awan hitam. Malam pekat dengan hiasan petir menyambar di sekitarnya. Senyum tipis itu terbit dari bibir mungilnya. Pandangannya yang sayu menatap ke atas langit. Sebelah tangannya terulur, berusaha menggapai langit. Seolah ingin menggenggam awan, dan mematahkan kilat petir yang masih terus menyambar. Namun mustahil, semuanya terlalu jauh.

Dia menunduk, lalu terkekeh pelan. Benar, dia harus berusaha lagi agar sampai di awan. Usaha yang terakhir kalinya. Menghela napas, dia kembali menatap langit.

"Tuhan, aku ingin bertemu denganmu. Tapi sebelum itu, aku ingin berterima kasih untuk orang yang sudah bersedia menyayangiku."

Untuk yang terakhir kali, dia tersenyum begitu lebar. Dengan mata terpejam, menikmati hembusan angin yang semakin menusuk kulitanya. Dia ... bebas.

Brakk.

Jihan menepuk kedua tangan pelan. Dengan senyum puas, dia menatap loker miliknya. Semua sudah tersusun rapi. Jihan berbalik, setengah jam lagi dia ada kelas. Menurut informasi yang dia dapat, dosen satu ini kelewat killer.

"Dari pada gua mati di hari pertama masuk. Mending gua cari kelasnya sekarang deh."

Jihan berdecap kesal, koridor yang seharusnya lengang. Kini penuh sesak dengan segerombol maha siswi. Membuat jalanan terhambat.

"Permisi, permisi." Jihan menyelinap kerumunan, dia tidak peduli kalau-kalau dirinya menyenggol mahasiswi yang ikut berkerumun.

"Hati-hati dong."

"Kalau mau ikut foto antri, woy!"

"Duh, rusuh banget sih."

"Woy, anjir! Lihat-lihat dong kalau jalan."

Jihan menarik napas panjang mendengar segala macam umpatan tersebut. Jihan berbalik, menatap kerumunan orang yang juga menapatapnya bengis. "Sorry, gua cuma mau numpang lewat. " Setelahnya, dia kembali berbalik. Meninggalkan kerumunan tersebut.

Jihan menggeleng, dia tidak habis pikir dengan pikiran mereka. Minta foto? Yang benar saja. Dari pada minta foto dengan salah satu dari mereka, akan lebih baik kalau jihan berfoto dengan Min Yoongi. Masa bodoh dengan orang-orang itu. Sekarang, prioritas utamanya adalah kelas dosen killer. Jangan sampai terlambat walau hanya satu menit. Ugh, memikirkannya saja sudah membuat bulu kuduknya meremang.

Jihan mempercepat langkahnya, tidak ingin hari pertamanya menjadi sial.

***

Di sisi lain, Daisy mengetuk setir mobil. Matanya menatap kaca spion. Dia menghela napas pelan. Ini sudah hampir sepuluh menit dia menunggu dua adik bungsunya itu dari ketermenungan mereka.

"Kalian enggak mau turun?"

Ranesha dan Riri yang sejak tadi diam bak patung menoleh. Menatap Daisy dengan mata mengerjap.

"Kak, ini beneran sekolah kita?" Riri mengerjap polos. Binar ceria di matanya membuat Daisy terkekeh sejenak.

"Iya, ini sekolah kalian mulai hari ini. Suka?"

Dengan semangat, Riri mengangguk girang. Riri membuka pintu mobil. Berlari riang menuju aula sekolah barunya.

Sementara Ranesha masih bergeming di tempatnya, mengernyit dengan tatapan tak percaya.

Secret Family (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang