5. Resmi?

17 4 0
                                        

"Logika dan hati harus tetap selaras. Karena jika hatimu patah, kamu akan tetap bisa berpikir dengan baik."

__Daisyra Annastasya__

Dating with me

Dating with me

Dating with me

Jihan mengusap wajah gusar. Kalimat itu masih terus terngiang-ngiang di pikirannya. Ini sudah terhitung tiga hari berlalu setelah insiden pembajakan taksi. Jihan belum memberi jawaban apa pun pada Saga. Bahkan, dia kerap kali menghindar ketika bertemu dengan joenathan maupun Saga. Dia masih shock.

"Sekarang gua harus gimana, Kak?" Jihan menempelkan pipi kirinya di atas meja. Dia bingung bagaimana harus bersikap. Di satu sisi, dia senang karena Saga termasuk dalam tipe idealnya. Namun di sisi lain, Jihan was-was jika perempuan bernama Xena itu tidak akan membiarkannya hidup tenang. Ya Tuhan, kenapa semuanya serumit ini.

Daisy meletakkan cangkir coklatnya. Daisy menegakkan tubuh hingga condong pada Jihan. "Sekarang, gua tanya! Apa motif dia ngajak lu dating?"

Jihan mendongak, kembali menegakkan tubuh. "Supaya dia jauh dari salah satu cewek yang ngejar-ngejar dia," ujar Jihan seraya menghela napas pelan.

"Cuma itu? Enggak ada alasan istimewa?"

Jihan menggeleng. Dia benar kan? Baik Joenathan mau pun Saga, keduanya tidak menyinggung hal istimewa mengenai dating ini. kecuali menghindari Xena.

"Jadi, cuma untuk saling menguntungkan? Dia untung karena bisa bebas, dan lu punya pacar dengan tipe ideal yang selama ini lu idam idamkan?"

"Mungkin, tapi, Kak, gua belum kasih jawaban apapun ke dia. Gua masih bingung." Jihan kembali menunduk. Menenggelamkan kepalanya di antara lipatan tangan.

"Bingung kenapa? Kalau lu emang mau sama dia, ya, silakan! Lu terima ajakan dia buat dating. Tapi ingat satu hal! Jangan terlalu mengedepankan perasaan. Kalau pun lu jatuh cinta sama dia, gua harap lu masih bisa gunain akal sehatlu. logika dan perasaanlu harus tetep selaras. Gua cuma nggak mau kejadian setahun lalu terulang lagi. Dan kalau sampai itu terjadi. Gua nggak bisa jamin apa yang bakalan terjadi sama dia."

Jihan mendongak, kembali menegakkan tubuh. Sesaat Jihan bergeming tapa membalas sepatah kata pun, perlaha bibirnya tersenyum membentuk garis tipis. Dia tahu yang dimaksud oleh Daisy. Tahun itu, adalah tahun di mana Jihan merasa seluruh dunianya hancur. Bahkan dia berfikir, hidupnya berakhir begitu saja.

Senyum di bibirnya kian mengembang. Jihan mengangguk semangat. "Lu tenang aja. Gua pasti bakal selalu pake logika gua."

Daisy mengangguk dengan senyum tipis. "Gua harap lu selalu pegang omongan lu barusan." Daisy melirik jam di pergelangan tangannya, "Jam makan siang gua hampir habis. Lu nggak balik ke kampus?" Daisy bangkit dari duduknya. Daisy menatap Jihan yang juga ikut berdiri.

"Setengah jam lagi gua ada kelas. Thanks, Kak. Udah mau nyempetin waktu buat gua."

"Sama-sama. Gua duluan! Take care ya," ucap Daisy menepuk pundak Jihan beberapa kali.

Daisy berjalan menjauh. Meninggalkan cafetaria dan Jihan yang menyusul beberapa menit kemudian.


***

"Kau kemana saja? Kenapa tidak pernah menemuiku lagi?"

"Untuk apa?"

"Untuk apa kau bilang?" Laki-laki dengan kemeja putih itu menegakkan tubuhnya. Menatap lawan bicaranya tak percaya. "Oh, ayolah, Daisy. Ini sudah hampir setengah tahun kau tidak menemui ku. Kau pikir tindakanmu ini lucu, huh?"

Secret Family (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang