Satu.
Dua.
Tiga.
Empat.
Lima.
Zen mendengus melihat ke dua temannya menghabiskan empat mangkuk mie ayam, ditambah satu mangkuk milik Sora. Masalahnya bukan seberapa banyak mereka menghabiskan makanan yang mereka makan. Tapi, seberapa banyak uang yang harus dia kuras akibat ulah kakaknya ini. Ini masih pertengahan bulan, dan dia sudah hampir menghabiskan uang saku yang diberikan oleh Daisy. kalau dia minta lagi, yang ada malah kena jitakan maut.
''Sering-sering ya, Zen. Kalau gini terus kan gua jadi seneng temenan sama lu.''
"Enak di lu nggak enak di gua," balas Zen seraya memutar mata. Pandangannya beralih pada Sora yang juga sedang menatap dirinya.
"Apa lu, lihat-lihat?!"
Zen menarik napas dalam-dalam, mengelus dada sembari berucap sabar untuk dirinya. Andai saja waktu itu dia tidak menjahili Sora. Pasti akhirnya tidak akan seperti ini. Tetapi, apalah daya nasi sudah menjadi bubur, dan Zen bersumpah tidak akan melakukan hal seperti itu lagi pada Sora.
Pada akhirnya, Zen harus merelakan dua lembar uang merah meninggalkan dompetnya. Dan itu semua berkat upaya teman-teman dan kakaknya dalam memilih pesanan.
****
Ranesha menopang dagu, fokusnya tertuju pada Riri yang sedang menikmati dua box pudding tiramisu. Mereka baru saja istirahat sepuluh menit yang lalu.
"Kak Rane, mau?" Riri menyodorkan sepotong puding ke arah Ranesha.
Ranesha menggeleng, menjauhkan puding tersebut dari hadapannya. "Lu habisin aja, gua pesan yang lain."
Riri lantas mengangguk, kembali menyuap puding ke dalam mulut.
Kursi-kursi di seberang mereka berderit. Tiga orang siswi duduk di sana dengan posisi membelakangi Ranesha.
"Eh, ngomong-ngomong. Sekolah kita bakal ada pertukaran pelajar?"
"Menurut info yang gua dapat sih gitu."
"Sama sekolah dari negara mana?"
"Tahun ini katanya dari salah satu SMA di Korea."
Ranesha mengubah posisi tubuhnya menjadi tegak. Satu porsi bakso dan segelas es lemon pesannya tiba. Ranesha tersenyum simpul seraya mengucapkan terima kasih. Ranesha memasang baik-baik pendengarannya, berita yang baru saja dia dapat bagai angin segar di pagi hari. Kapan lagi 'kan? Dia bertemu orang korea secara langsung. Untung-untung kalau cowok tampannya seperti Chanyeol. Dan kalau cewek cantiknya seperti mba IU.
Brakkk!
Ranesha yang sedang menikmati bakso tersedak. Dia menatap jengkel si pembuat onar. Oh, tunggu, mereka tiga siswi yang dia perhatikan sedari tadi. Berdiri di sisi meja dengan tatapan tak bersahabat. Sementara Riri, anak itu hanya mengerjap dengan sendok puding di dalam mulut.
"Jangan pikir karena kita ngebelakangin lu, kita enggak tahu lu merhatiin kita. Mau lu apa? Mau cari masalah hah?!"
Ranesha bangkit dari duduknya, diikuti Riri yang juga ikut bangkit. Ranesha mengangkat sebelah tangannya, memanggil ibu penjaga kantin. "Bu, esnya boleh tolong bungkus in. Saya mau masuk kelas."
Bu lasri selaku penjaga kantin itu mengangguk. Walau agak bingung, dia tetap berlalu sambil membawa es lemon milik Ranesha.
"Ini, Neng. Minumannya."
Ranesha menganguk, menerima pesanannya. Memberikan sejumlah uang seraya mengucapkan terima kasih.
"Yok, Ri. Balik ke kelas." Ranesha menarik pergelangan tangan Riri. Sementara tangannya yang lain di cekal salah satu siswi yang dia perhatikan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Family (REVISI)
Aktuelle LiteraturKeluarga itu terbentuk dari beberapa hal. Hubungan darah, pernikahan, atau takdir yang saling mengikat. Seperti yang dialami oleh Daisy, Jihan, Sora, Zain, Ranesha, dan Riri. Hubungan mereka terjalin dari takdir yang saling mengikat hubungan mereka...