4. Bajak Taksi

14 4 4
                                        

Seperti hal biasa yang dilakukan sebuah keluarga. Kumpul di atas karpet sambil duduk bersila. Mengelilingi camilan yang sengaja di letakkan di tengah-tengah karpet. Sora, Zen, Ranesha, dan Riri duduk saling bercengkrama.

"Jadi, bang Zen kesasar?" Ranesha menatap Sora dan Zen bergantian. Matanya menyipit dengan tubuh sedikit condong.

"Ho'oh, nggak tau nih anak. Bisa bisanya salah masuk gedung fakultas."

Zen menggaruk tengkuk kaku. "Ya, kan. Gua sebagai adik yang baik harus jagain kakaknya. Kurang baik apa lagi coba gua?"

"Halah, sok-sokan mau ngejagain. Bilang aja lu nyasar." Sora melempar kulit kacang ke arah Zen. Membuat yang dilempari mendengus pasrah.

"Uwtwung ajwa bwang Zwuen gwa-"

"-telen dulu itu makanan di mulut!" Sora menoyor Riri gemas. Bisa bisanya anak itu bicara dengan mulut penuh muffin.

Riri menyengir, lantas menelan muffin dalam mulut. "Untung bang Zen nggak sampai masuk kelas."

"Kalau sampai masuk kelas kenapa?" Ranesha mengulum geli. Sedari tadi dia berusaha menahan diri untuk tidak tertawa.

"Ish, Rane kok Lola sih. Kasihan pak dosennya dong. Udah capek-capek neranging, eh, bang zennya nggak paham."

"Lah, anjir, gua kira mau belain gua." Zen mendengus. Tangannya sibuk mencomot kacang dlm toples. Zen kesal sekaligus malu dalam waktu bersamaan. Punya kakak dan adik hobi gibah memang harus punya stok ekstra sabar.

"Bener dong, kalau bang Zen masuk kelas kak Sora pasti cuma bisa planga-plongo. Kasian kan pak dosennya, dia sia-sia keluarin suaranya. Hiks." Riri mengusap air mata keringnya dramatis. Antara terharu, atau meledek Zen.

"Itu sih masih mending." Sora menggigit kookies di tangannya. Matanya menatap Ranesha dan Riri bergantian. "Lu berdua tau nggak, Zen punya fans Chili-chilian di kampus."

"Hah! Serius?" Serempak Ranesha dan Riri bersamaan.

Sora menganguk "hooh. Mana pake ngelabrak gua segala lagi, kan bego."

"Wah, gimana ceritanya?"

"Jadi ...," Sora menerawang, mengingat kembali insiden di kampus beberapa jam lalu.

Wah, lu apain anak orang?"

Sora menoleh, mendapati Zen di sebelahnya, Sora kembali memutar bola mata malas. "Nggak gua apa-apain," jawab Sora tak acuh.

"Lah, terus kenapa bisa jatuh gitu?" Zen mengernyit bingung. Menatap Sora dan perempuan asing yang sedang melantai secara bergantian.

"Reumatik, asam uratnya kambuh kali."

Syella menatap interaksi Zen dan Sora dengan kesal, apaan? Jelas jelas dia lebih cantik dari pada perempuan itu.

"Hiks, tolong. Kakiku sakit. Dia tadi dorong aku," rintih Syella dengan air mata yang entah muncul dari mana. Jarinya menunjuk Sora.

Zen menggeleng, tangannya terulur hendak membantu. 'Kasian banget, pasti bentar lagi kena mental break down ni cewek' batin Zen. "Sini gua ban-"

"- Zen, jangan sentuh dia!" Sora berteriak heboh, tangannya menarik kerah belakang baju Zen agar menjauh dari Syella. Sora menatap seluruh tubuh Zen, mengibas baju Zen dengan tangannya berkali-kali. Takut jika ada virus lengket di pakaian Zen. "Lu jangan deket-deket dia. Nanti lu ketularan virus."

"Gua nggak punya virus!" Bantah syella lantang. Enak saja dia dituduh memiliki virus.

"Gua nggak percaya. Buktinya lu bisa tiba-tiba ngelantai nggak ada angin nggak ada hujan. Kalau bukan virus nenek-nenek, apa coba? Atau jangan jangan-jangan lu nenek nenek yang habis oplas total?"

Secret Family (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang