Langit biru dengan awan cerah telah menghilang beberapa jam lalu. Digantikan langit malam berselimut awan pekat dengan kilatan petir menyambar. Angin bertiup kencang, membuat gorden abu-abu tersebut ikut berkibar. Cuaca menjadi lebih dingin dari hari-hari sebelumnya. Musim penghujan telah tiba.
Di salah satu jendela, seorang perempuan sedang menatap gelapnya malam. Petir-petir yang menyambar tidak dihiraukannya. Seolah tidak mengusik resah dalam hati.
"Riri!"
Merasa namanya dipanggil, Riri menoleh. Sebuah senyuman terpatri di bibirnya.
"Ya ampun, lu ngapain sih berdiri di situ? Udah tau mau hujan. Angin kencang. Jendela bukannya ditutup malah dibiarin," Ranesha menggerutu sambil menutup jendela dan gorden.
Ranesha benar-benar tidak mengerti dengan tingkah Riri akhir-akhir ini. Sering kali dia mendapati Riri melamun. Ketika ditanya ada apa, jawabannya selalu sama. Gelengan kepala.
"Lu lagi ada yang dipikirin?"
Ranesha duduk di sebelah Riri. Beberapa hari ini, rumah begitu kacau. Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Terlebih lagi, pertikaian besar antara Jihan dan Daisy. Hal itu membuat Ranesha khawatir tentang keadaan psikis adiknya ini. Walau tidak bisa dipungkiri, dirinya pun juga merasa tertekan.
"Kalau ada sesuatu yang mengganjal, cerita. Jangan maksa nampung beban sendirian."
Riri akhirnya menoleh, cengiran khas di bibirnya muncul seketika. "Nggak ada, kok. Cuma lagi ngehaluin Na Jae Min aja. Hehe ...."
Ranesha berdecak ketika mendengar jawaban dari Riri. Perempuan itu beranjak dari tempat tidur Riri, menghempaskan tubuh di ranjangnya sendiri. "Yaudah, gua juga mau ngehaluin Chanyeol," balas Ranesha tak mau kalah. Ranesha berbalik, memeluk guling menghadap tembok. Bola matanya terpejam.
Melihat itu, Riri diam-diam menelan ludah. Cengiran di bibirnya memudar. Raut sendu begitu kentara menghiasi wajahnya. Menghela napas pelan, Riri beranjak menuju pintu kamar.
"Mau kemana, lu?"
Gerakan tangannya memutar gagang pintu terhenti. Di belakangnya, Ranesha tengah menatap Riri dengan kening berlipat.
"Mau cari angin," jawab Riri tanpa menoleh.
Ranesha mengernyit, lipatan di keningnya makin terlihat jelas. "Cari angin? Angin apa coba yang mau dia cari? Ini kan anginnya udah gede."
Sesaat kemudian, Ranesha tersentak ketika menyadari sesuatu. Perempuan itu buru-buru beranjak dari tempat tidur. Ranesha tidak menemukan Riri di mana pun. Sudah seluruh penjuru rumah dia datangi. Namun, tak kunjung menemukan adik bungsunya itu.
Di luar, hujan masih mengguyur bumi begitu deras. Angin serta petir yang mengiringi
, menambah resah dalam hati. Mungkin kah--Ranesha cepat-cepat menggeleng. Menyangkal pikiran buruk yang terus berkelana di kepalanya.
Di sisi lain, Riri tengah melangkah tanpa arah. Suara-suara asing itu kembali lagi. Mengisi seluruh isi kepalanya hingga terasa ingin pecah. Tatapan matanya begitu kosong. Bibirnya terus bergumam tidak jelas.
Tadinya, dia benar-benar hanya ingin mencari ketenangan sejenak sembari membeli soto di sebrang jalan depan rumah. Siapa sangka, dia bertemu dengan seseorang yang mengatakan begitu banyak hal. Orang itu mengetahui segalanya tentang Riri. Tentang dirinya yang selalu dia sembunyikan.
Riri menggeleng, mencengkram rambutnya. "Diam!" teriakan pilu begitu menyayat. Bola mata yang biasa berbinar kini menyorot pedih.
Riri berkali-kali menggeleng, mengenyahkan semua kalimat-kalimat yang terus menghujam isi kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Family (REVISI)
General FictionKeluarga itu terbentuk dari beberapa hal. Hubungan darah, pernikahan, atau takdir yang saling mengikat. Seperti yang dialami oleh Daisy, Jihan, Sora, Zain, Ranesha, dan Riri. Hubungan mereka terjalin dari takdir yang saling mengikat hubungan mereka...