Daisy menimang kartu nama di tangannya. Melirik jaket dan kartu tersebut secara bergantian. Sejak insiden di halte bus dua hari yang lalu, dia tidak bisa tidur dengan tenang. Bagaimana pun, dia harus mengembalikan jaket seharga rumah yang lelaki itu pinjamkan untuknya. Dia tidak ingin sesak napas lebih lama karena menyimpan benda dengan harga selangit.
Daisy menghela napas pelan. Jemarinya mengetik sesuatu di layar, kemudian meletakkan benda pipih tersebut di telinga. "Halo."
"Akhirnya kau menelepon juga. Aku sudah menunggu dari tadi."
Daisy bungkam, tidak membalas perkataan di seberang untuk beberapa saat. "Saya ingin mengembalikan barang milik anda."
"Oh, kalau begitu datang saja ke kantorku. Alamatnya sesuai di kartu nama."
"Terima kasih."
Ditutupnya sambungan telepon tersebut secara sepihak. Daisy menarik napas panjang dan menghembuskan secara kasar. Tangan kanannya terulur menyentuh jantungnya yang berdetak cepat. Ya ampun, dia berdebar.
Daisy berdiri mematung, wajahnya mendongak menatap gedung tinggi yang menjulang di depan. Dia menarik napas, lagi. Untuk yang kesekian kalinya. Entah kenapa hari ini napasnya terasa sangat berat.
Kakinya melangkah pelan, masuk ke dalam gedung dan menemui resepsionis. "Permisi, saya ingin bertemu dengan Mr. Afandra."
"Maaf, apa sudah membuat janji dengan beliau?"
Daisy mengernyit lantas menggeleng pelan. Ah, dia lupa soal itu.
"Kalau begitu, silakan buat janji lebih dulu dengan beliau."
Resepsionis itu kembali sibuk dengan pekerjaannya. Daisy mundur beberapa langkah, matanya menatap sekeliling. Menggigit bibir bawah seraya berdecak gusar.
"Lea, kenapa tamuku dibiarkan begitu saja?"
Daisy seketika menoleh, napasnya berhembus lega. Disimpannya kembali benda pipih ditangannya. Urung untuk menelepon lelaki itu.
"Maaf, Pak. Beliau belum membuat janji dengan bapak. Jadi ...."
Laki-laki itu menggeleng pelan. "Lain kali, dia enggak perlu buat janji kalau ingin bertemu dengan saya. Paham?"
"Baik, Pak."
"Ayo, kita ngobrol di ruangan ku saja."
Daisy bergeming, melepaskan genggaman tangan Andra di pergelangan tangannya. "Maaf, tapi saya hanya ingin mengembalikan ini." Dengan cepat tangannya menyodorkan sebuah paper bag pada Andra.
Dia buru-buru berbalik, meninggalkan Andra yang sedang mematung. Urusannya di sini sudah selesai. Tidak ada lagi kata lain kali.
Daisy membuka pintu taksi yang dia pesan. Dia tidak membawa mobil. Karena sedang diservis.
"Tunggu!"
Daisy terhuyung ke belakang ketika tangannya ditarik tiba-tiba. Hampir jatuh terjerembab kalau saja Andra tidak menahannya.
"Kumohon jangan pergi dulu." Kedua tangannya terkatup dengan wajah memelas. Terlihat kasihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Family (REVISI)
Ficción GeneralKeluarga itu terbentuk dari beberapa hal. Hubungan darah, pernikahan, atau takdir yang saling mengikat. Seperti yang dialami oleh Daisy, Jihan, Sora, Zain, Ranesha, dan Riri. Hubungan mereka terjalin dari takdir yang saling mengikat hubungan mereka...