Sepuluh tahun lalu ....
"Bagaimana ini, Pak? Karyawan sudah mulai demo di depan gedung perusahaan. Para investor juga mencabut seluruh dana. Dan, saham perusahaan mulai anjlok. Kalau seperti ini terus perusahaan akan benar-benar hancur."
Endrico menarik simpul dasinya yang terasa mencekik. Dia memerintahkan karyawannya keluar setelah menerima informasi. Punggungnya bersandar pada kursi kerja. Dalam kurun waktu kurang dari satu Minggu, perusahaan yang dia kelola selama bertahun-tahun terancam bangkrut akibat bocornya data perusahaan. Sampai saat ini pun, orang-orang—Nya masih menyelidiki siapa pelakunya.
"Endrico!"
Endrico membuka mata ketika mendengar namanya dipanggil. Tubuhnya yang tadi bersandar, dia tegakkan kembali.
"Di depan ada banyak sekali orang demo. Apa yang terjadi?"
"Ada yang membocorkan data perusahaan."
Laki-laki di hadapannya tersentak. "Kau sudah menemukan pelakunya?"
"Belum." Endrico menggeleng pelan. "Cukup sulit untuk mendeteksi pelaku. Aku sudah memeriksa beberapa orang yang ku curigai, tapi hasilnya nihil."
"Kau sudah memeriksa orang terdekatmu?"
"Maksudmu?"
"Aku hanya memberi saran. Kalau kau tidak menemukan jejak dari orang-orang yang kau curigai, mulailah dari orang terdekatmu. Tangan kananmu, contohnya."
Endrico melotot mendengarnya. " Kau gila! Dia tidak mungkin melakukan hal kotor seperti ini!"
Laki-laki itu mengendik tak acuh. "Yah, aku kan hanya memberi saran," ujarnya santai. Matanya melirik arloji di pergelangan kirinya. "Baiklah, aku harus pergi sekarang. Sampai nanti."
Sepeninggal laki-laki itu, Endrico menatap lamat pintu ruangannya yang sudah tertutup. Dia mulai memikirkan apa yang diucapkan oleh laki-laki itu. Tidak ada salahnya memang memeriksa. Namun, dia juga berpikir itu akan menyinggung perasaan sahabat sekaligus tangan kanannya.
Ketukan jemarinya di atas meja terdengar intens. Hingga beberapa waktu berlalu dengan sekelumit pikirannya, Endrico menghembuskan napas berat. Diraihnya gagang telepon di atas meja kerja. "Ke ruangan ku, sekarang!"
Endrico menatap lamat map di tangannya. Setelah seminggu berlalu salah satu anak buahnya melakukan penyelidikan dan memberikan laporan. Seluruh isi laporan yang dibacanya, membuat laki-laki berusia empat puluh tahun itu shock. Tak pernah sekalipun terlintas di pikirannya, bahwa orang yang paling dia percaya adalah dalang dari semua kekacauan yang menimpa perusahaannya.
***
Endrico menepis lengan sahabatnya yang terus memohon di kakinya. Emosi yang sudah tersulut, tidak membuat gendang telinganya lantas menerima penjelasan Antonio.
"Kumohon, percaya padaku! Sedikitpun tidak pernah terlintas dalam benakku untuk mengkhianatimu."
Endrico menyeringai sinis. "Kau masih mau mengelak dengan semua bukti yang ada?"
Antonio menggeleng. Tenggorokannya terasa tercekat. Dalam waktu singkat, persahabatan yang dibangun selama dua puluh tahun hancur akibat satu kesalahpahaman.
Seberapa keras pun Antonio menjelaskan, Endrico tidak menggubris ucapannya. Antonio dijebloskan ke dalam penjara, untuk kesalahan yang tidak pernah dia perbuat. Antonio terpekur di sudut ruangan, memikirkan nasib istrinya yang sedang hamil besar. Bagaimana wanita itu menghabiskan malam menunggu kehadiran buah hati mereka tanpa dampingannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Family (REVISI)
Ficción GeneralKeluarga itu terbentuk dari beberapa hal. Hubungan darah, pernikahan, atau takdir yang saling mengikat. Seperti yang dialami oleh Daisy, Jihan, Sora, Zain, Ranesha, dan Riri. Hubungan mereka terjalin dari takdir yang saling mengikat hubungan mereka...