13. Tanggung jawab

10 3 8
                                    

Ranesha menenggelamkan wajahnya di antara lipatan tangan. Ucapan guru sejarahnya tidak lagi terdengar seperti penjelasan materi. Tetapi, lebih seperti dongeng sebelum tidur. Dia tidak ingin melakukan apa pun hari ini. Moodnya sedang berantakan karena insiden tadi pagi.

"Sesuai yang gua bilang tadi malam. Kita bahas masalah tadi malam." Jihan membuka obrolan lebih dulu. Perempuan itu mengusap telapak tangannya dengan tissue.

"Kalian berdua pulang terlambat. Dan nggak ngabarin sama sekali."

"Maaf," gumam kedua bungsu itu lirih.

"Tapi sumpah!" Ranesha mendongak seraya mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, "Kita nggak ada niat bikin khawatir." Lanjutnya kemudian.

Jihan mengangguk. "Tau kok. Jadi, jujur ke kita, kalian ke mana kemarin?"

" Jangan pakai alasan ke rumah teman. Gua sama Zen udah menghubungi semua teman sekelas kalian dan nggak ada satu pun yang lagi sama kalian," timpal Sora.

"Gua kemarin diculik."

"Hah?!" teriak mereka berlima serempak. Bahkan, Daisy yang sedari tadi menyimak dalam diam pun ikut memekik.

"Sama cogan."

Jihan memutar bola mata malas, Sora mendengus kesal. Sementara Daisy menggeleng jengah, kembali menikmati sarapannya.

"Gua serius," ucap Ranesha lagi.

"Iya, iya. Serius," sahut Sora sekenanya.

"Kalau lu diculik kenapa dia nggak minta uang tebusan? Malah balikin lu secara utuh sehat wal afiat."

Jihan menggeleng beberapa kali. "Ya karena dia tau kita miskin," ucapnya menjawab pertanyaan Daisy.

"Bener, dia orang kaya," timpal Ranesha lagi.

"Gua juga bingung kenapa dia nekat nahan gua di rumahnya." Ranesha menarik napas dalam-dalam, menatap ketiga kakaknya secara bergantian. Kemudian berkata, "jadi, gua dimaafin, 'kan?"

"Dimaafin kok." Daisy tersenyum simpul. Menumpuk piring kotor menjadi satu. "Tapi uang jajan bulan ini tetep dipotong," ucap Daisy sambil lalu.

"Yah ... Kakak," rengek Ranesha kesal

"Hahaha ... Akhirnya ada yang ngerasain kayak gua."

Ranesha mendengus, menatap Zen sinis. Sementara Jihan menepuk bahu Ranesha beberapa kali. Memberi wejangan pada sang adik untuk bersabar.

"Ri, lu nggak mau ikut protes gitu? Kan uang jajan lu juga kepotong."

Riri menggeleng, menelan nasi goreng dalam mulut. "Kan masih ada separuhnya lagi," ucapnya sambil nyengir. Kembali melahap nasi goreng di hadapannya.

Ranesha meniup ujung poninya bosan. Dia masih berada di dalam kelas, ingin ke kantin namun sadar harus hemat. Makanan di Saint Teressa tidak ada yang hemat bujet kenyang di perut.

"Akh, kak Ichi nggak asik. Mainnya potong uang jajan," monolognya kesal.

Kalau saja Chalisto tidak menculiknya dan menahan dia hingga larut malam. Tidak akan ada drama uang bulanannya dipotong. Ah, benar Chalisto. Gara-gara Chalisto dia jadi apes begini.

"Chalisto!" teriak Ranesha sengit. Setelah berdebat dengan diri sendiri tadi, dia memutuskan untuk meminta pertanggung jawaban laki-laki itu.

"Sha, kenapa baru datang? Sini duduk. Mau pesan apa?"

Secret Family (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang